Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Felix Tani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Felix Tani adalah seorang yang berprofesi sebagai Ilmuwan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Joki Akademik: Permasalahan Amoralitas dan Gagalnya Perguruan Tinggi

Kompas.com - 10/03/2023, 08:11 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Belum lama ini ramai diperbincangkan masalah perjokian akademik. Nyatanya, aksi perjokian akademik di lingkungan pendidikan ini sudah terlihat sejak akhir tahun 1980-an.

Aksi perjokian ini lahir seiring merebaknya jasa pengetikan merangkap pembuatan skripsi di sekitar kampus.

Cakupan praktik joki ini pun cukup luas, mulai dari S1, S2, bahkan hingga S3. Jasa yang ditawarkan mulai dari penulisan makalah, skripsi, tesis, disertasi, hingga artikel jurnal ilmiah terindeks. Aksi perjokian ini tak hanya melibatkan mahasiswa, melainkan juga dosen.

Dengan terangkatnya isu perjokian akademik ini ada relevansinya dengan otokritik Mendikbudristek Nadiem Makarim tentang mutu rendah produk Perguruan Tinggi kita.

Dalam suatu acara di UI, Nadiem mengatakan, “Saat ini, Indonesia sedang memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi. Kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya, akreditasi tidak menjamin mutu, kita memasuki era di mana masuk kelas tidak menjamin belajar.”

Atau dalam satu kalimat yang lebih lugas, kalimat Nadiem tersebut juga bisa dikatakan begini, kompetensi dan kesiapan kerja lulusan Perguruan Tinggi rendah karena mereka menjalani proses belajar-mengajar bermutu rendah.

Praktik perjokian akademik selama proses perkuliahan, mulai dari penulisan tugas makalah, artikel jurnal, sampai tugas akhir (skripsi, tesis, disertasi) adalah salah satu indikator mutu rendah itu.

Saya tak hendak mengatakan semua mahasiswa dan dosen terlibat perjokian, entah sebagai joki atau pelanggan. Tapi fakta hal itu terjadi, sekecil apapun yang terungkap, jelas menandakan ada yang salah dengan perguruan tinggi kita.

Lemahnya Penguasaan Metodologi Sains

Lantas mengapa praktik perjokian akademik ini kian marak? Apa penyebabnya?

Boleh dibilang salah satu faktor penyebab maraknya praktik perjokian akademik adalah kelemahan mahasiswa dan dosen dalam penguasaan metodologi sains.

Metodologi sains adalah ilmu tentang metode riset saintifik. Di dalamnya tercakup filsafat sains yang membahas hakikat objek sains (ontologi), cara mendapatkan pengetahuan yang benar tentang objek itu (epistemologi), dan nilai/manfaat pengetahuan tersebut (aksiologi).

Lalu secara khusus elaborasi epistemologi, meliputi paradigma, strategi, metode, dan teknik riset saintifik.

Bagi mahasiswa apalagi dosen --yang wajib meningkatkan kemampuan metodologisnya-- penguasaan metodologi sains ini adalah wajib sebagai dasar pembentukan kemampuan berpikir logis dan sistematis.

Masalahnya, kuliah metodologi sains di perguruan tinggi umumnya cenderung dangkal. Filsafat ilmu dikesampingkan. Hanya membicarakan aspek metode riset sains, seperti metode kuantitatif (survei, eksperimen) dan metode kualiatif. Itu pun pembahasannya cenderung sempit dan teknis.

Akibatnya, tak sedikit dosen serta mahasiswa yang lemah dalam kemampuan berpikir saintifik, yakni berpikir logis dan sistematis. Sebab kemampuan ini sebenarnya dibangun lewat diskusi filsafat ilmu, khususnya epistemologi.

Sebab, dasar riset saintifik adalah penguasaan logika dan sistematika. Artinya, mahasiswa dan dosen harus mampu berpikir logis dan sistematis.

Jadi, tanpa kemampuan tersebut, maka baik mahasiswa maupun dosen tidak akan mampu membantun sebuah desain riset.

Dengan tak memiliki pemahaman metodologi sains, mereka tak akan mampu membangun misalnya logika keterkaitan antara masalah, pertanyaan, teori, konsep, variabel, hipotesis, data, metode, dan teknik riset secara sistematis.

Selanjutnya, ketidakmampuan berpikir logis dan sistematis itu juga membuat dosen dan mahasiswa jadi malas berpikir saat dihadapkan pada keharusan membuat tugas makalah, skripsi, tesis, ataupun disertasi.

Akibatnya, mereka jadi lebih memilih mencari jalan pintas dengan membayar joki akademik untuk mengerjakan tugas-tigas itu.

Ironisnya, mentalitas seperti itu lalu difasilitasi, sekaligus diamplifikasi oleh para perajin karya ilmiah alias joki akademik.

Kian hari, perjokian akademik ini lantas berkembang menjadi sebuah lembaga yang tak diakui keberadaannya (unsanctioned institutions), tetapi eksis karena berfungsi memenuhi kepentingan kelompok mahasiswa dan dosen pengambil "jalan pintas".

Masalah Amoralitas

Terkait praktik perjokian akademik ini tak ada satu alasan pun untuk membenarkannya. Menurut saya, hanya ada satu kata untuk praktik ini, amoral.

Suatu perbuatan bisa disebut amoral jika pelaku, berdasar norma yang berlaku, sangat sadar dan tahu bahwa perbuatannya buruk/salah tetapi tetap melakukannya dengan sengaja.

Dengan merujuk pengertian itu, maka joki akademil serta mahasiswa atau dosen pengguna jasa joki secara bersama-sama telah melakukan tindakan amoral.

Dengan menjadi joki atau menggunakan jasa joki akademik, maka telah melanggar beberapa norma akademik, yakni integritas atau kejujuran dan autentisitas atau keaslian yang harus melekat dalam sebuah kerja riset dan karya ilmiah sebagai hasilnya.

Ditambah lagi motif para joki akademik dalam membuat karya ilmiah pesanan orang adalah uang dan dengan begitu secara sadar mereka telah melanggar norma/etika akademik.

Dalam mengerjakan sebuah pesanan karya imiah, seorang joki tak pernah benar-benar melakukan riset, teoritis, ataupun empiris. Mereka hanya bermodal templat aneka karya ilmiah dan stok teks serta data berupa skripsi, tesis, dan disertasi.

Jadi, mereka hanya memasukkan teks dan data ke dalam templat yang mereka inginkan, dengan melakukan perubahan atau modifikasi seperlunya.

Tak hanya para joki akademik, dosen atau mahasiswa yang menggunakan jasa joki akademik telah melanggar norma/etika akademik.

Tindakan menggunakan jasa joki bagi mahasiswa ataupun dosen tersebut termasuk pelanggaran aspek integritas (kejujuran) dan autentisitas (keaslian) dalam proses pencarian dan penemuan kebenaran saintifik.

Akibatnya, ketidakjujuran dalam kerja riset ilmiah akan menghasilkan kebohongan berkedok sains. Pada akhirnya, hal tersebut akan merusak reputasi validitas atau kredibilitas sains.

Selain itu, ketidakaslian hasil riset akan berimplikasi adanya repetisi (pengulangan hal serupa) atau bahkan plagiarisme yang tentu menjadi hal sangat tidak etis di ranah sains.

Bagi saya, ketidakjujuran dan ketidakaslian riset sains pada karya ilmiah hasil kerja joki akademik itu akan merugikan masyarakat dalam dua cara.

Pertama, memberikan pengetahuan palsu. Kedua, memberikan informasi yang basi atau berisi pengulangan dari yang sudah ada sebelumnya.

Dengan kata lain, karil hasil kerja joki tak punya nilai manfaat (aksiologi) bagi masyarakat. Jika ada nilainya, maka itu hanya nilai uang yang dibayarkan mahasiswa/dosen kepada joki sebagai upah.

Tidak berlebihan jika dikatakan makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan artikel jurnal ilmiah yang dihasilkan joki itu pada akhirnya hanyalah "sampah akademik".

Kegagalan Perguruan Tinggi

Dengan segala sisi negatif dari hadirnya joki akademik ini maka bisa dibilang perjokian akademik ini adalah puncak gunung es kegagalan perguruan tinggi kita dalam hal penyelenggaraan pendidikan.

Kegagalan itu meliputi tida hal, antara lain sebagai berikut.

  • Kegagalan pembentukan cara berpikir saintifik yaitu logis dan sistematis pada mahasiswa/lulusan.
  • Kegagalan pembentukan karakter khususnya terkait moral akademik yang kuat pada mahasiswa/lulusan.
  • Kegagalan pendampingan mahasiswa/dosen untuk melakukan riset saintifik dan menghasilkan karya ilmiah yang memiliki nilai kejujuran dan otentisitas.

Oleh karena kegagalan itu bersumber pada internal perguruan tinggi, maka daripada memerangi para joki amora, akan lebih tepat melakukan pembenahan sistem akademik secara internal.

Menurut saya, sekurangnya ada empat langkah solutif yang dapat dipertimbangkan.

Pertama, revisi silabus metodologi sains dengan memasukkan materi filsafat sains untuk membentuk pola pikir logis dan sistematis, sekaligus kreatif dan inovatif, pada mahasiswa.

Hal tersebut pernah saya terapkan selama 15 tahun dalam kuliah metodologi. Hasilnya mahasiswa dalat dengan relatif lancar menyusun rencana riset yang sistematis.

Kedua, integrasi topik etika akademis dalam perkuliahan metodologi sains, sebagai cara untuk membentuk moralitas yang kuat pada mahasiwa, khususnya terkait nilai integritas dan autentisitas dalam kerja saintifik.

Ketiga, penyediaan pilihan bagi mahasiswa untuk jalur non-skripsi (praktisi) dan skripsi (teorisi/akademisi).

Hal tersebut karena tidak semua mahasiswa mampu menerapkan pola pikir logis dan sistematis dalam kerja riset saintifik.

Mungkin bahkan sebagian besar dari mereka justru lebih mampu menerapkannya dalam praksis, seperti praktik kerja lapangan atau magang kerja.

Sejumlah perguruan tinggi kita sudah menerapkan pola itu. Akan tetapi perlu lebih ditingkatkan dan diperluas dalam konteks implementasi program Kampus Merdeka.

Pola seperti ini dialami oleh anak saya sendiri. Ia magang di sebuah perusahaan start up dalam rangka Kampus Merdeka, hasil kerja magangnya ia buktikan dengan laporan.

Dari laporan ini ternyata dapat dikonversi ke dalam sejumlah mata kuliah. Lebih penting lagi, ia dapat belajar teori dan konsep sains mana saja yang benar-benar relevan dan diperlukan dalam dunia kerja.

Keempat, peningkatan dan penyegaran kemampuan metodologis dosen serta pendampingan penulisan artikel ilmiah untuk jurnal internasional.

Di lingkup perguruan tinggi, mungkin hanya dosen pengampu metodologi sains dan mereka yang tergabung dalam lembaga riset saja yang secara konsisten meningkatkan kemampuan di bidang metodologi sains. Hal tersebut karena memang tuntutan tugas mereka.

Sementara yang berada di luar golongan tersebut hanya terfokus pada mata kuliah disipilin sains. Akibatnya, mereka jadi kurang mengikuti perkembangan terbaru metodologi sains, padahal pengetahuan metodologi yang ia miliki bisa jadi sudah outdate alias basi.

Maka tak mengherankan bila kemudian banyak dosen yang mengalami kesulitan saat dituntut menulis artikel untuk jurnal ilmiah terindeks nasional dan internasional, yang merupakan salah satu syarat mutlak untuk menjadi guru besar "kelas dunia".

Empat langkah tersebut bukanlah obat bagi segala kegagalan pendidikan di Perguruan Tinggi. Akan tetapi, dengan itu Perguruan Tinggi dapat membentengi diri dari gerogotan joki akedemik, para perajin karya ilmiah yang akan semakin canggih dengan kehadiran chatbot berbasis AI seperti ChatGPT.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Joki, Immoralitas, dan Gagalnya Perguruan Tinggi"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Mengapa 'BI Checking' Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Mengapa "BI Checking" Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com