Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ragu Theodolfi
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Beban Orangtua Bertambah karena Anak Masuk Sekolah Jam 5 Pagi

Kompas.com - 23/03/2023, 06:05 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Belum lama ini Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat mengeluarkan kebijakan siswa SMA masuk sekolah jam 5 pagi.

Kebijakan tersebut saya rasa sangat tidak masuk akal dan malah menimbulkan protes banyak orangtua siswa.

Kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi artinya pelajaran di sekolah dimulai tepat pukul 5 pagi, bukan pukul 5 pagi berangkat dari rumah ke sekolah.

Alasan Victor mengeluarkan kebijakan seperti ini adalah untuk meningkatkan kualitas lulusan SMA di NTT.

Selain itu juga untuk meningkatkan nilai akreditasi sekolah sdan untuk mempersiapkan siswa agar dapat diterima di beberapa institusi ternama, baik di Indonesia maupun luar negeri.

Terkait kebijakan ini, ada 10 sekolah SMA/SMK di Kota Kupang yang menerapkan aturan masuk sekolah pukul 5 pagi.

Kesepuluh sekolah itu antara lain, SMAN 1 Kupang, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 5, SMAN 6, SMKN 1, SMKN 2, SMKN 3, SMKN 4, dan SMKN 5 Kupang serta dua sekolah telah memberlakukan kebijakan jam masuk pukul 5 pagi.

Masyarakat pun membuat reaksi yang beragam terkait kebijakan ini. Umumnya para orangtua siswa menolak kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi ini karena dinilai tidak berpihak pada keamanan dan keselamatan siswa.

Sebagai orangtua rasanya wajar bila protes atas kebijakan ini. Protes yang dilakukan bukan berarti para orangtua menolak atau tidak sepakat dengan niatan untuk meningkatkan kualitas siswa.

Akan tetapi, apakah benar kulitas bisa dicapai hanya dengan memajukan jam masuk sekolah lebih pagi?

Bukankah pendidikan yang berkualitas itu berangkat dari berbagai aspek penting di dalamnya? Tidak hanya soal kedisiplinan, melainkan masih banyak aspek lainnya yang menjadikannya berkualitas. Sebut saja seperti, kurikulum, sarana prasarana, sumber daya, serta unsur penunjang lainnya.

Rasa khawatir orangtua berangkat dari banyak hal, dari urusan kesehatan, kemananan dan keselamatan anak mereka serta dari segi pembiayaan ekstra yang harus dikeluarkan ketika anak sekolah dini hari.

Waktu Tidur Anak Berkurang

Salah satu dampak yang sangat terasa bila masuk sekolah pukul 5 pagi adalah anak-anak yang tempat tinggalnya jauh dari sekolah harus bangun lebih awal.

Biasanya mereka bangun pukul 5, dengan adanya kebijakan ini bisa jadi mereka bangun pukul 3 atau bahkan 2.30 pagi.

Dengan bangun lebih awal, otomatis waktu tidur anak akan sangat berkurang. Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, rata-rata waktu tidur yang baik untuk anak seusia remaja adalah 8 hingga 9 jam.

Informasi kebutuhan tidur manusia sesuai usianya.Kementerian Kesehatan Informasi kebutuhan tidur manusia sesuai usianya.

Bila anak tidur pukul 9 malam dan harus kembali bangun pukul 3 pagi, artinya waktu tidur anak berkurang 1 hingga 2 jam.

Belum lagi bila anak terpaksa harus tidur lebih malam karena mengalami gangguan tidur atau harus bekerja membantu orangtua atau bisa jadi karena baru selesai mengerjakan tugas sekolah yang sangat banyak. Waktu tidur dan istirahat anak akan semakin berkurang.

Remaja yang memiliki waktu tidur yang kurang, lebih rentan terkena depresi, sulit untuk berkonsentrasi dan pada akhirnya akan bepengaruh pada nilai sekolah yang diperoleh.

Anak Tidak Sarapan

Dengan adanya kebijakan masuk sekolah pukul 5 pagi, anak-anak terpaksa harus bangun lebih awal. Dampak lain yang akan dirasakan orangtua dan anak adalah dengan bangun lebih awal anak akan kurang nyaman untuk sarapan.

Orangtua pun akan semakin kesulitan menyiapkan makanan untuk sarapan anak di waktu yang mestinya masih digunakan untuk tidur.

Bayangkan bagaimana anak bisa nyaman sarapan di waktu 3 dini hari karena harus bangun lebih awal?

Keterbatasan waktu di pagi hari, membuat anak tidak dapat menikmati sarapan pagi mereka. Beberapa ahli gizi menyebutkan bahwa waktu sarapan terbaik dilakukan dua jam setelah bangun tidur.

Artinya, bila anak bangun pukul 3 dini hari, maka waktu sarapan terbaiknya dilakukan pada pukul 5. Padahal pada jam tersebut, anak sudah harus memulai aktivitas di sekolah.

Apalagi, sarapan pagi ini sangat penting untuk anak sebab manfaat dari sarapan pagi sangat banyak bagi tubuh. Selain asupan energi bagi tubuh, sarapan pagi juga bermanfaat bagi metabolisme, membantu kerja otak agar lebih fokus, juga memperbaiki mood seseorang.

Bisa dipastikan, anak yang tidak sarapan pagi akan mengantuk, rentan sakit, dan mengalami kesulitan untuk konsentrasi, yang tentu berdampak pada minimnya informasi yang dapat dicerna oleh otak.

Keselamatan dan Keamanan Anak Tidak Terjamin

Masuk sekolah pukul 5 pagi berarti anak harus berangkat dari rumah lebih awal, sebut saja pukul 4 pagi.

Pergi ke sekolah di waktu tersebut tentu sangat berisiko bagi anak. Minimnya penerangan pada beberapa lokasi di Kota Kupang dapat memicu terjadinya berbagai tindak kejahatan. Tidak hanya pada anak perempuan, namun juga pada anak laki-laki.

Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi orangtua. Kondisi subuh di Kota Kupang sangat sepi. Berbeda dengan di kota besar lainnya yang aktivitasnya ramai sejak dini hari.

Karena anak harus berangkat ke sekolah sepagi itu, pada akhirnya orangtua yang memiliki kendaraan pribadi memutuskan untuk mengantar sendiri anaknya ke sekolah.

Meski, orangtua tahu anaknya sudah mampu mengendarai kendaraan dan sudah layak mengendarai kendaraan sendiri karena sudah memiliki SIM, namun demi keselamatan anak, orangtua memilih untuk mengantar sendiri.

Biaya Transportasi Membengkak

Lantas, bagaimana dengan orangtua yang tak memiliki kendaraan pribadi?

Di sinilah masalah lain muncul. Bemo, moda transportasi umum di Kota Kupang pada umumnya mulai beroperasi pada pukul 6 pagi.

Tentu hal ini tidak bisa diandalkan karena jika baru berangkat pukul 6 pagi, maka otomatis mereka sudah telat masuk sekolah.

Pilihan lainnya adalah ojek. Akan tetapi, tarif ojek ini bergantung selera si tukang ojek. Kadang bisa dapat harga murah, tapi juga bisa dapat harga yang sangat mahal. Apalagi mengingat waktu berangkat sekolah yang sepagi itu.

Dengan begitu, artinya beban orangtua bertambah karena harus menyisihkan uang tambahan untuk membayar sewa ojek di pagi hari. Bisa dikatakan, harga sewa ojek berjumlah tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan harga sewa bemo.

Beban Orangtua Bertambah

Memang benar bahwa anak menjadi tanggung jawab sepenuhnya orangtua. Akan tetapi, dengan adanya kebijakan yang dibuat dadakan dan tanpa dikaji secara mendetail, tentu akan membuat orangtua pusing dan kalangkabut.

Belum lagi jika orangtua memiliki beberapa anak dengan jam masuk sekolah yang berbeda. Bayangkan betapa repotnya orangtua tersebut. Jam berapa ia harus bangun di pagi hari agar semua kebutuhan setiap anaknya bisa terpenuhi.

Jadi, apapun alasan pembenaran yang diberikan untuk mendukung masuk sekolah pukul 5 pagi, sebaiknya dengarkanlah juga keluhan para pihak yang tidak dilibatkan saat keputusan tersebut diambil, seperti orangtua murid.

Sebelum memutuskan untuk “memaksa” siswa masuk sekolah lebih pagi, pemerintah kota sebenarnya bisa saja perbaiki sarana dan prasarana yang tersedia terlebih dahulu. termasuk transportasi dan jaminan bagi anak selama berada dalam perjalanan menuju sekolah di pagi yang masih gelap gulita.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Anak Masuk Sekolah Jam 5 Pagi, Orangtua yang Pusing"

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Buka Warung Makan, Kapan Waktu yang Tepat Rekrut Pegawai?

Buka Warung Makan, Kapan Waktu yang Tepat Rekrut Pegawai?

Kata Netizen
Katanya Susah Nabung, tetapi Belanja Terus

Katanya Susah Nabung, tetapi Belanja Terus

Kata Netizen
BIsakah Menjamin Ketahanan Pangan lewat Real Food?

BIsakah Menjamin Ketahanan Pangan lewat Real Food?

Kata Netizen
Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Kata Netizen
Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Kata Netizen
Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Kata Netizen
Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Kata Netizen
Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Kata Netizen
Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Kata Netizen
Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Kata Netizen
Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Kata Netizen
Utang, Paylater, dan Pinjol

Utang, Paylater, dan Pinjol

Kata Netizen
'Wedding Anniversary', Sederhana tetapi Penuh Makna

"Wedding Anniversary", Sederhana tetapi Penuh Makna

Kata Netizen
Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Kata Netizen
Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau