Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yana Haudy
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Yana Haudy adalah seorang yang berprofesi sebagai Full Time Blogger. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pentingnya Dukungan Orangtua dalam Implementasi Kurikulum Merdeka

Kompas.com - 13/04/2023, 02:52 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

 

Februari 2022 lalu, (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim telah meluncurkan Kurikulum Merdeka dan telah digunakan oleh banyak sekolah di Indonesia.

Adapun pengertian Kurikulum Merdeka adalah metode pembelajaran yang lebih mengoptimalkan bakat dan minat peserta didik. Jadi nantinya, guru memiliki kekuasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.

Kalau kita mencermati informasi yang tertuang di situs kurikulum.kemdikbud.go.id, Kurikulum Merdeka sebenarnya tidak menggantikan Kurikulum 2013 (K13) seperti yang dikira banyak orang berkaitan dengan "ganti menteri, ganti kebijakan".

Kurikulum Merdeka justru menyederhanakan sekaligus menyempurnakan K13 dengan menyesuaikan pembelajaran dan penguatan karakter anak sesuai perkembangan zaman di dunia internasional.

Keleluasaan cara belajar dan penguatan pendidikan karakter yang ada di Kurikulum Merdeka membuat anak-anak kita kelak mumpuni bersaing dengan orang dari belahan dunia mana pun karena sudah punya fondasi ilmu, kepercayaan diri, dan kepribadian yang kuat yang berasal dari kebudayaan lokal mereka sendiri di Indonesia.

Sebagai contoh, karena saya tinggal di Kabupaten Magelang, pada mata pelajaran seni budaya, siswa dikuatkan identitasnya sebagai orang Jawa dengan penerapan bahasa Jawa dan kebudayaannya (mengenal makanan, adat, dan kebiasaan setempat).

Porsinya sama dengan bahasa Inggris dan Matematika yang jadi standar numerasi internasional apakah suatu negara penduduknya sudah pintar atau masih terbelakang.

Cakap berbahasa Jawa ini sesuai dengan Merdeka Belajar Episode 17 dari Kemdikbudristek yang berfokus pada revitalisasi bahasa daerah.

Merdeka belajar itu sendiri bisa dibilang pengejawantahan dari Kurikulum Merdeka yang mendorong siswa mengeluarkan kemampuan uniknya masing-masing tanpa kewajiban menghapal materi pelajaran dan mengejar nilai akademik semata.

Implementasi Kurikulum Merdeka di Tingkat Sekolah Dasar

Prinsip utama dalam merdeka belajar adalah kebahagiaan siswa dalam menyerap ilmu yang mereka dapat dari sekolah. Jadi guru boleh mengajak siswanya belajar di luar kelas.

Di sekolah anak-anak saya, guru mengajak siswanya ke usaha rumahan kue klepon, ke tempat daur ulang sampah plastik, dan ke perpustakaan daerah. Kebetulan semua tempat itu dekat dengan sekolah, jadi tinggal jalan kaki beberapa menit sudah sampai.

Maka bisa dipahami kalau merdeka belajar bukan boleh belajar boleh tidak, tapi siswa boleh menggunakan cara apa pun dalam upaya memahami pembelajaran.

Di tingkat perguruan tinggi, merdeka belajar diimplementasikan dengan belajar di luar kampus selama dua semester. Mahasiswa boleh magang di perusahaan, belajar langsung dengan mentor di pekerjaan yang diminatinya, atau terlibat dalam kegiatan masyarakat yang sesuai program studi si mahasiswa.

Jadi selama dua semester, mahasiswa boleh tidak masuk-masuk kelas untuk belajar tatap muka dengan dosen karena mereka sudah merdeka belajar dengan caranya sendiri sesuai jurusan kuliah yang mereka tempuh.

Cara belajar dengan terjun langsung untuk mengenal dunia kerja ini hal baru di Indonesia, tapi sudah lazim ditemukan di kampus-kampus luar negeri.

Saya belum sepenuhnya paham IKM di kampus karena anak-anak saya masih SD, jadi saya fokus memahami dulu bagaimana Implementasi Kurikulum Merdeka di tingkat sekolah dasar.

Ada satu pertanyaan yang sering saya temukan di kalangan sesama orangtua, yaitu buat apa orangtua repot-repot ngerti kurikulum segala, toh nanti ganti menteri ganti kurikulum lagi.

Itu pola pikir yang menjebak, menurut saya.

"Mau kurikulumnya ganti atau tidak sebenarnya tidak masalah, karena seperti apa pun kurikulumnya, anak pertama kali mendapat pendidikan dari kita, orangtua dan keluarga besarnya, bukan dari guru atau sekolah."

Pertama kali anak belajar mengenal suara, bahasa, huruf, angka, semua asalnya dari kita. Sebab kita meninabobokannya saat bayi, berbicara, mengenalkan macam-macam warna, dan memperdengarkan anak dengan musik dan bunyi-bunyian.

Pun dengan etika dan tata krama. Salim (cium tangan) dengan kakek dan nenek atau paman dan bibi, makan dengan tangan kanan, berbicara tidak dengan kata-kata makian, mengucapkan permisi kalau mau lewat di depan orang yang lebih tua, dan lain sebagainya. Itulah pendidikan karakter paling dulu yang diterima anak sebelum dia masuk sekolah, dari keluarganya terutama orangtuanya.

Kurikulum Merdeka menguatkan pendidikan berbasis karakter yang sudah diterima anak di rumah menjadi makin kokoh.

Cara Orangtua Berpartisipasi di Sekolah yang Menerapkan IKM

Di Kabupaten Magelang IKM (Implementasi Kurikulum Merdeka) baru diterapkan kelas 1 dan 4 (SD/sederajat), kelas 7 (SMP/sederajat), dan kelas 10 (SMA/sederajat). Kelas lainnya masih memakai Kurikulum 2013.

Sebagaimana Kurikulum 2013 yang perlu keterlibatan melibatkan orangtua (melalui komite sekolah dan paguyuban) dalam mengawasi dan berpartisipasi memajukan kualitas pendidikan di sekolah, di Kurikulum Merdeka juga sama.

Hal berikut bisa jadi cara bagi orangtua untuk berpartisipasi dalam IKM di sekolah anaknya tanpa mengganggu kegiatan belajar-mengajar oleh guru kepada siswa.

1. Jangan ragu, sungkan, dan malu bertanya pada guru kelas tentang tugas, praktik, kegiatan sekolah, bahkan materi pelajaran yang kurang dipahami anak.

Soal kegiatan sekolah sebetulnya itu tugas ketua paguyuban yang meneruskan informasi tentang agenda sekolah (bila ada) ke orangtua/wali di kelasnya. Jadi tanpa kita minta pun ketua paguyuban mestinya rutin menginformasikan hal itu.

Namun, andai ketua paguyuban tidak berfungsi sebagaimana mestinya, Anda boleh bertanya langsung ke guru kelas. Sesekali saja, tidak perlu sering-sering.

2. Sekali-kali berpartisipasi dalam kegiatan kelas dan sekolah.

Di IKM ada yang namanya Projek Penguatan Profil Pelajaran Pancasila (P5). Salah satu perwujudan P5 ini adalah gelar karya.

Aktivitas yang digelar tentu hasil karya siswa selama memahami pembelajaran. Pemahaman saat pembelajaran diwujudkan dalam bentuk kerajinan tangan, pembuatan makanan tradisional, kesenian budaya dan tradisi, atau bahasa di tempat sekolah itu berada.

Siswa kelas 4 membacakan geguritan (puisi berbahasa Jawa) dalam gelar karya P5 Kompasiana/Yana Haudy Siswa kelas 4 membacakan geguritan (puisi berbahasa Jawa) dalam gelar karya P5
Karena Kurikulum Merdeka tidak menggantikan Kurikulum 2013, jadi kelas yang belum menerapkan IKM juga dilibatkan untuk mengisi gelar karya tersebut.

Bila kelas mengadakan outing, orangtua juga biasanya diminta ikut jadi pendamping membantu guru mengawasi siswa selama outing berlangsung.

Berpartisipasi seperti itu bukan untuk cari muka ke guru atau kepala sekolah, tapi supaya kita tahu bagaimana jalannya proses akademik yang diterima anak-anak. Secara tidak langsung kita juga bisa mengamati apakah perilaku anak di sekolah bertolak belakang dengan perilakunya di rumah atau sebaliknya.

3. Saling sapa dengan orang tua/wali siswa.

Seintrovert apa pun Anda usahakan basa-basi menanyakan kabar ke sesama orangtua saat bertemu mereka. Tidak perlu sampai ikut atau membentuk geng arisan, cukup saling kenal saat ambil rapor saja sudah cukup.

Berkawan dengan sesama orangtua berguna buat kita sharing soal pelajaran, agenda dan kegiatan kelas, sekaligus supaya sesama orangtua bisa saling mengingatkan soal perilaku anak mereka di kelas.

4. Beritahu guru jika anak punya kesulitan memahami mata pelajaran tertentu atau mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari teman sekolahnya.

Memberi tahu guru kelas lebih penting daripada mengumbarnya pada orangtua lain atau di medsos.

Mengumbar seperti itu tidak bakalan dapat solusi, malah memperkeruh keadaan karena berpotensi membuat urusan jadi melebar kemana-mana.

Guru lebih tahu kondisi di kelas dan lebih paham bagaimana mengatasi masalah-masalah seperti itu dengan tetap mengutamakan kepentingan anak.

5. Ikut webinar tentang IKM bila perlu.

Saya sendiri sudah melakukannya sewaktu Kompasiana menggelar webinar bersama Kemdikbudristek 4 Maret 2022 lalu.

Webinar itu sebenarnya ditujukan untuk guru, dosen, dan pendidik, tapi saya ikut karena mau tahu bagaimana sekolah lain menerapkan IKM dan bagaimana pihak Kemdikbudristek menyosialisasikan hal tersebut.

Ternyata IKM sekolah yang jadi narasumber webinar serupa dengan yang dilakukan sekolah anak-anak saya. Mereka sudah berkolaborasi dengan orangtua untuk mencapai target prestasi tertentu di sekolah.

Prestasi itu termasuk nilai akademik yang memuaskan, makin bertambahnya pemahaman siswa tentang materi di mata pelajaran, dan dukungan orangtua dalam membimbing anak-anak mereka di rumah.

Formulasi Guru yang Kompeten Didukung Orangtua Paten

Kurikulum Merdeka mendorong kompetensi guru ke level tinggi karena sudah tidak lagi dibebani oleh pekerjaan administratif. Dengan begitu guru akan punya waktu mencari cara efektif dan kreatif dalam menyampaikan pembelajaran sesuai karakteristik siswa di kelasnya.

Makanya orangtuanya jangan mau ketinggalan zaman. Posisi orangtua di Kurikulum Merdeka itu seperti obat paten yang merupakan obat yang baru diproduksi dan memiliki hak paten.

Pola pikir orangtua juga mesti diperbarui mengikuti perkembangan zaman, apalagi orangtua memiliki hak paten terhadap pendidikan anaknya.

Bila hak paten itu digunakan untuk terus jadi pendidik nomor satu bagi anak kita, sembari berkolaborasi dengan guru dan sekolah, maka sangat mungkin tujuan Kurikulum Merdeka akan tercapai optimal buat anak kita.

Jadi walau belajarnya di sekolah negeri, kualitas anak-anak kita tidak akan kalah dari lulusan luar negeri.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Gurunya Kompeten, Kurikulumnya Keren, Orang Tuanya Paten"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau