Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Sebagai seorang petani, saya memiliki hitung-hitungan sendiri soal kapan harus mulai menanam dan kapan bisa dipanen.
Pada 14 April lalu, saya sudah mulai menanam benih pagi. Perhitungannya, diharapkan sebelum bulan Juli nanti mestinya padi sudah bisa dipanen dan segera diganti menanam palawija.
Pada waktu itu sebenarnya curah hujan terbilang cuku bagus. Akan tetapi semakin ke sini, semakin jarang ada hujan di sini, bahkan cuaca sangat terik.
Padahal tanaman padi sangat membutuhkan cukup banyak air. Dengan hujan yang semakin jarang, otomatis pengairan padi di sawah terganggu.
Tanaman padi yang berumur 15-50 hari memerlukan penggenangan air sekitar 2-3 cm. Dengan cuaca terik yang melanda tentu memengaruhi keadaan air di sawah. Air jadi cepat menyerap ke dalam tanah.
Sebenarnya sumber air untuk tanaman padi di sawah selain dari air hujan juga ada irigasi. Akan tetapi, sayangnya sistem irigasi di tempat saya tinggal tidak berfungsi dengan baik.
Akhirnya para petani di sini membuat sumur sendiri baik dibantu oleh mesin diesel atau tenaga listrik.
Terjadinya perubahan iklim secara drastis akibat pemanasan global memang tidak dapat dihindari dan tentu hal ini akan berdampak pada sektor pertanian.
Fenomena panas ekstrem yang terjadi belakangan ini sangat memengaruhi pertanian, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dampak langsung dari panas ekstrem ini, seperti terjadinya kerusakan tanaman, pertumbuhan akar dan pucuk yang tidak sempurna, dan lainnya.
Sementara dampak tak langsungnya bisa terlihat dari menurunnya hasil panen, kenaikan biaya produksi, dan lainnya.
Fenomena cuaca panas ekstrem yang melanda akhir-akhir ini juga menyebabkan penurunan kesuburan tanah. Padahal, kesuburan tanah menjadi faktor utama yang berkontribusi terhadap pertanian, kehutanan, dan ladang.
Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), setiap 1 derajat kenaikan suhu di malam hari akan menurunkan 10 persen tingkat kesuburan padi.
Dari apa yang saya alami, berikut dampak cuaca panas ekstrem bagi tanaman padi.
Tanaman padi bisa tumbuh subur dan menghasilkan bulir gabah yang berisi karena terjadi proses fotosistesis yang sempurnya.
Sebuah tanaman akan bisa melakukan proses fotosistesis yang sempurnya jika beberapa faktor penting seperti air, cahaya, karbondioksida, dan klorofil terpenuhi dengan baik.
Maka dari itu, apabila tanaman mengalami kekurangan air akibat kekeringan karena cuaca panas, maka akan menurunkan proses fotosintesis. Pada akhirnya pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi berkurang.
Agar bisa menjaga kualitas pertumbuhan dan produktivitas padi tetap baik, petani harus melakukan pengairan ekstra, paling tidak tiga hari sekali.
Cuaca panas terik juga bisa memicu berkembangnya hama tanaman. Pada tanaman padi di sawah hama yang sering mengganggu adalah belalang, tikus, dan penggerak batang.
Biasanya untuk membasmi hama-hama ini petani menggunakan insektisida. Akan tetapi perlu diingat untuk tetap hindari penggunaan obat kimia ini secara berlebih.
Selain itu tidak disarankan untuk menggunakan perangkap tikus listrik, sebab alih-alih tikus yang mati terperangkap, justru malah banyak petani yang terkena perangkap listrik ini.
Dengan adanya perubahan iklim ini tentu sebagai petani akan melakukan berbagai upaya untuk tetap memperoleh produksi padi yang optimal.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan petani di tengah perubahan iklim yang tak menentu adlaah dengan membuat pola tanam.
Pola tanam ini erat kaitannya dengan ketersediaan air dan pengendalian hama, suhu udara, dan bibit unggul.
Biasanya pola tanam dalam satu tahun terbagi dalam 3 pola, antara lain sebagai berikut.
Dari ketiga pola tanam tersebut, adakah yang lebih baik? Jawabannya tidak ada yang lebih baik.
Hal ini bergantung dari wilayah dan iklim. Jika petani bisa memilih pola tanam dengan cerdas, maka ia akan menghasilkan panen yang maksimal.
Di wilayah saya, biasanya petani menggunakan pola tanam padi, padi, dan palawija. Menanam palawija pun diusahakan tidak boleh lewat dari bulan Agustus.
Sebagian juga ada yang menggunakan pola tanam padi terus menerus selama setahun. Hal ini dilakukan setelah melihat dan memperhitungkan ketersediaan sumber air.
Jika pola tanam sudah dibuat, tetapi iklim tiba-tiba berubah seperti sekarang ini, petani harus siap dengan pengairan. Pengairan bisa dilakukan dengan irigasi, namun air irigasi tidak mencukupi kebutuhan, sehingga banyak petani yang membuat sumur pompa.
Membuat sumur pompa pun akan menimbulkan masalah lain, seperti air akan semakin mengecil apalagi ketika digunakan secara bersamaan.
Upaya lain yang bisa dilakukan petani dalam menghadapi cuaca panas ekstrem adalah menggunakan bibit padi unggul yang tahan cuaca panas.
Selain itu sebenarnya juga bisa menggunakan pupuk organik untuk mengatasi cuaca panas ekstrem dan menjaga kualitas tanaman padi tetap dalam kondisi maksimal.
Akan tetapi, penggunaan pupuk organik tidak begitu diminati petani di wilayah saya. Apa yang menjadi sebab mengapa pupuk organik tidak begitu diminati mungkin harus diteliti lebih lanjut.
Dengan adanya fenomena cuaca panas ekstrem yang terjadi, memang petani harus bekerja lebih keras agar padi yang ditanam tetap bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal melalui berbagai upaya tadi.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Dampak Panas Ekstrem terhadap Tanaman Padi"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya