Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Iwan Berri Prima
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Iwan Berri Prima adalah seorang yang berprofesi sebagai Dokter. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Kebijakan yang Perlu Dibenahi soal Penanganan Kesehatan Hewan

Kompas.com - 12/07/2023, 11:48 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Hal paling mendasar dalam penanganan penyakit hewan di Indonesia, terutama bagi pemerintah daerah saat ini adalah urusan kewenangan.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pada pasal 12, ayat 3 bahwa, Pertanian yang di dalamnya termasuk urusan Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) masuk dalam urusan pilihan bagi Pemda.

Sementara itu, Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.

Jadi, jika sebuah daerah tidak berpotensi pertanian, maka sangat mungkin untuk tidak memasukkan urusan pilihan ini dalam pemerintahannya.

Padahal, justru mestinya urusan kesehatan hewan ini masuk dalam urusan wajib bagi pemerintah daerah. Bukan hanya urusan pilihan.

Adanya kekeliruan kebijakan ini akhirnya menimbulkan setidaknya lima dampak, antara lain sebagai berikut.

Pertama, pemda akan merasa tidak memiliki kewajiban untuk melaksanakan urusan kesehatan hewan dan kesmavet. Jadi, saat ada persoalan penyakit hewan dan zoonosis, maka seringnya terjadi keterlambatan penanganan dan tidak tuntas.

Kedua, akibat tidak semua pemda melaksanakan urusan keswan dan kesmavet, maka keberadaan tenaga kesehatan hewan, seperti dokter hewan dan paramedik veteriner juga tidak tersebar merata.

Bahkan tak jarang banyak kabupaten/kota yang sama sekali tidak memiliki dokter hewan berwenang di wilayahnya.

Sekalipun ada, jumlah dokter hewan tersebut pasti sangat minim dan tidak sesuai dengan kapasitas idealnya.

Ketiga, akibat urusan kesehatan hewan dan kesmavet ini digolongkan ke dalam urusan pilihan, jadi pemda akan merasa tidak memiliki kewajiban untuk membuat anggaran untuk penanganan kesehatan hewan dan kesmavet ini.

Artinya, dana di daerah tersebut untuk penanganan persoalan kesehatan hewan dan kesmavet akan sangat-sangat minim.

Hal ini karena adanya klausul soal urusan kesehatan yang menyatakan persoalan kesehatan hewan dan kesmavet ini tidak dimasukkan sebagai bagian dari urusan kesehatan. Sebab, urusan keswan kesmavet ini masuk dalam lingkup tanggung jawab Kementerian Pertanian, bukan Kementerian Kesehatan.

Kalau terus begini, bagaimana mungkin bisa menghadapi persoalan penyakit hewan dan kesmavet tetapi tidak ada dukungan dana oleh pemerintah daerah?

Minimnya dana yang dianggarkan ini juga akan berdampak pada tidak tersedianya infrastruktur yang mendukung kesehatan hewan dan kesmavet.

Jikalau ada pun, keberadaan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan), laboratorium kesehatan hewan daerah dan lain sebagainya juga tidak akan merata.

Petugas Keswan sedang melakukan Pelayanan Kesehatan Hewan di Daerah.Kompasianer Iwan Berri Prima Petugas Keswan sedang melakukan Pelayanan Kesehatan Hewan di Daerah.
Keempat, akan ada ketidakseimbangan penanganan antara sektor kesehatan pada manusia dengan penanganan pada keswan dan kesmavet.

Pada berbagai persoalan penyakit zoonosis misalnya, tak jarang Kemenkes justru mendorong sektor keswan agar lebih “aktif” dalam menangani persoalan ini karena masalah utamanya berasal dari hewan.

Salah satu contohnya adalah ketika Kemenkes melalui Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) di berbagai daerah menyelenggarakan pelatihan One Health.

Pelatihan ini melibatkan semua stakeholder, baik unsur kesmas maupun unsur keswan dan kesmavet dalam menghadapi persoalan penyakit.

Nah yang menjadi persoalan adalah ketika sebuah daerah tidak memiliki SDM keswan kesmavet, maka tetap saja daerah tersebut tidak bisa terlibat dalam pelatihan One Health tersebut.

Kelima, urusan keswan kesmavet di tatanan pemda tidak atau belum sejalan dengan perkembangam disiplin ilmu keswan kesmavet.

Mengacu pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penamaan Program Studi Pada Perguruan Tinggi, program studi kedokteran hewan yang di dalamnya terdapat unsur keswan dan kesmavet, masuk dalam rumpun ilmu Kesehatan. Satu rumpun dengan prodi kesehatan lainnya, seperti Kedokteran, Kedokteran Gigi, Apoteker, Kebidanan, Keperawatan dan lain sebagainya.

Bahkan, dalam lima tahun terakhir, banyak Fakultas Kedokteran yang membuka prodi Kedokteran Hewan sebagai upaya untuk akselerasi atau percepatan penyiapan SDM kesehatan yang mumpuni disektor keswan dan kesmavet.

Oleh sebab itu, sudah sepantasnya, kita dorong adanya revisi UU Pemda. Agar, persoalan ini tidak berlarut-larut.

Lagi pula, urusan pangan yang berada di bawah naungan Kementerian Pertanian juga merupakan urusan wajib. Pangan termasuk dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.

Artinya, jangan sampai karena urusan tersebut ada di bawah naungan Kementerian Pertanian lantas semua urusan menjadi urusan pilihan.

Hal yang perlu diingat, terkait masalah penyakit, termasuk juga penyakit hewan yang menular ke manusia, seperti penyakit Antraks, Rabies, Flu Burung, Tuberculosis, Brucellosis, Mers Cov, Hendra Virus, dan sebagainya, sejatinya tidak pernah memandang ranah urusan.

Penyakit-penyakit tersebut tentu akan terus ada dan akan terus muncul ketika kita sendiri belum serius untuk mengendalikannya. Dampak akhirnya justru masyarakat dan hewan jugalah yang akan menanggung akibat dan menjadi korban.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengurai Persoalan Mendasar Penanganan Kesehatan Hewan di Daerah"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Kata Netizen
Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com