Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Felix Tani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Felix Tani adalah seorang yang berprofesi sebagai Ilmuwan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Melihat Pisang dan Filosofinya bagi Masyarakat Batak Toba

Kompas.com - 16/07/2023, 07:16 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Orang Batak Toba biasa menyebut “pisang” dengan “gaol” dalam bahasa asli Batak. Kata "pisang" adalah serapan dari Bahasa Indonesia.

Dalam bahasa Batak Toba ada istilah Lumbangaol atau “kampung pisang”, yang merujuk nama sebuah kampung yang ada di Toba Holbung dan Habinsaran juga sekaligus salah satu marga dalam masyarakat Batak Toba. Marga Hutagaol merupakan rumpun marga Marbun.

Selain itu ada juga satu umpasa, petitih Batak Toba yang berbunyi "marsiamin-aminan songon lampak ni gaol." Artinya "saling-lapis seperti pelepah batang pisang."

Andai pelepah-pelepah batang pisang itu tidak saling-lapis secara rapat dan padat menjadi batang semu, maka sudah pasti pohon pisang tidak kuat berdiri tegak. Pasti langsung rubuh.

Petitih itu lazim disampaikan orangtua Batak kepada anak-anaknya. Anak-anak harus saling-lapis satu sama lain untuk mendukung keutuhan dan kehormatan keluarga.

Atau ketika ada orang-orang yang mardongan-tubu, kerabat sedarah, berselisih, maka tulang (hula-hula, paman) mereka akan menasihati dengan mengujarkan petitih itu.

Dua hal di atas, nama kampung/marga dan petitih pisang, menandakan pisang adalah bagian budaya Batak Toba.

Ada alasan kuat mengapa pisang merupakan bagian budaya Batak Toba.

Pertama, tentu saja, bagian dari budaya tani Batak Toba.

Budaya tani Batak Toba mengenal empat lapis agroekologi. Lapis pertama porlak, kebun campuran di lahan belakang rumah.Kedua, sawah di area holbung, lembah. Ketiga, darat atau ladang, usahatani lahan kering (padu gogo dan palawija). Keempat, harangan, hutan desa sebagai sumber rotan, kayu, dan getah.

Bagi masyarakat Batak Toba, pisang atau gaol lazim dibudidayakan di porlak atau kebun belakang rumah. Pisang ini termasuk tanaman sumber pangan pertama yang diusahakan. Bersama-sama antirha, singkong, dan gadong insir alias ubi jalar.

Menanam pisang bagi masyarakat Batak Toba memiliki makna sosial-budaya dan sosial ekonomi. Secara sosial-budaya, pisang tergolong tanaman penanda huta alias perkampungan. Ada pohon pisang, berarti ada kampung.

Di balik penanaman pisang ada nilai budaya saling-lapis antar warga kampung. Hal ini memiliki makna bahwa warga kampung harus marsiamin-aminan songon lampak ni gaol. Artinya, warga harus saling-lapis, bersatu, demi tegaknya entitas sosial kampung.

Selanjutnya, secara sosial-ekonomi pisang itu merupakan tanaman utama dalam praktik permakultur, budidaya permanen dalam masyarakat Batak. Sekali tanam untuk selamanya.

Umumnya tanaman pisang bergerumbul di belakang rumah orang Batak. Ia bisa berkembang biak, beranak-pinak di situ dengan leluasa bahkan tanpa perlu pemeliharaan khusus. Tahunya panen buah, daun, dan jantung saja.

Salah satu jenis pisang yang biasa ditanam orang Batak di porlak adalah gaol singali-ngali (Musa acuminta) alias pisang dingin-dingin.

Pisang jenis ini dikenal juga seabgai varian pisang mas atau jari nona (lady fingers banana). Ada alasan mengapa pisang ini disebut singali-ngali, karena rasanya yang manis tapi dingin. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh udara dingin Toba.

Selain pisang mas atau jari nona, tentu juga ada jenis pisang lain, seperti pisang barangan, kepok, dan ambon. Namun, pisang singali-ngali bisa dibilang adalah pisang endemik Tanah Batak.

Hal ini dikarenakan jenis pisang mas atau singali-ngali boleh dibilang hidup dalam dan menghidupi budaya masyarakat Batak.

Mengapa begitu? Begini penjelasannya.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau