Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Felix Tani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Felix Tani adalah seorang yang berprofesi sebagai Ilmuwan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Melihat Pisang dan Filosofinya bagi Masyarakat Batak Toba

Kompas.com - 16/07/2023, 07:16 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

***

Alasan itu berangkat dari pengalaman budaya yang bersifat subyektif di masa lalu tahun 1960-an sampai awal 1980-an. Atau dengan kata lain, saya telah mengalami dan menyaksikan sendiri eksistensi pisang sebagai bagian dari budaya Batak Toba selama kurang lebih 20 tahun.

Jika merujuk pada warga kampung saya, Kampung Panatapan (pseudonim), orang Batak menanam pisang untuk dua maksud.

Pertama, penanaman pisang dijadikan penanda kuasa atas tanah porlak alias kebun. Selain itu juga sebagai penanda sebuah kampung yang hidup secara sosial, ekonomi, dan budaya.

Sudah menjadi hal biasa bahwa setiap warga kampung memiliki hak atas tanah di belakang rumahnya. Tanah itulah yang disebut porlak. Dengan adanya pohon pisang, maka jadi penanda hak tersebut.

Kedua, menanam pisang bertujuan untuk mengambil manfaatnya sebagai penunjang kehidupan sosial-budaya dan sosial-ekonomi.

Biasanya orang Batak menanam pisang untuk diambil terutama buah dan daunnya. Buahnya tentu saja untuk dikonsumsi, namun selain itu juga ada yang dijual ke onan atau pasar mingguan.

Suatu hari saya pernah ikut terlibat dalam urusan jual menjual buah dan daun pisang ini di pasar Tigaraja Parapat. Sebelum dijual di pasar, pisang tua ditebang dari pohonnya. Sisiran-sisirannya kemudian dilepas dari tangkai buah untuk kemudian siap diperam.

Cara peramnya pun masih dilakukan secara tradisional. Sisiran-sisiran pisang tadi kemudian dimasukkan ke dalam pangombusan atau liang pemeraman dalam tanah yang dialasi dan ditutupi dengan daun pisang kering.

Proses selanjutnya, pada mulut liang diberi daun pisang kering yang dibakar. Asapnya diombus alias diembus, sehingga asapnya masuk ke dalam liang. Itulah sebabnya mengapa dibilang pangombusan alias pengembusan. Asap panah inilah yang berfungsi mempercepat pematangan pisang.

Pada sore tiga hari kemudian, pangombusan baru dibuka dan kita bisa melihat pisang yang matang sempurna. Pisang ini dikeluarkan serta disusun dalam keranjang rotan. Jika sudah begini, pisang siap dibawa dan dijual ke pasar esok harinya.

Selain buahnya, orang Batak juga biasa memanfaatkan daun pisang untuk membungkus lampet, kue bugis, atau lepat tepung beras khas Batak.

Varian kue yang paling terkenal adalah ombus-ombus Siborong-borong. Cara memakannya biasanya disajikan selagi panas sehingga mesti diombus-ombus alias diembus-embus lebih dulu agar dingin.

Selain digunakan sebagai pembungkus lampet, daun pisang kering yang liat juga dimanfaatkan untuk membungkus ikan asin di pasar. Biasanya ikan dibalut daun pisang kemudian diikat dengan tali serat yang berasar dari suwiran pelepah batang pisang kering. Kemasan ini sungguh ramah lingkungan.

Daun pisang ini juga kerap dibuat wadah saji makanan pada saat pesta adat. Daun pisang dipotong-potong dengan tulangannya, kira-kira seukuran tampi persegi empat.

Potongan tersebut selanjutnya diletakkan terbalik di tengah sekelompok tamu pesta yang biasanya berjumlah 4-6 orang. Umumnya pesta ini diadakan di halaman rumah.

Lalu parhobas alias pelayan pesta akan mengonggokkan segunungan kecil nasi di atasnya. Kemudian baru ditambah satu atau dua raup saksang alias daging babi cincang yang dimasak dengan darahnya.

Pemanfaatan daun pisang lainnya adalah sebagai “payung” saat hujan turun. Selembar daun pisang lebar yang dibentangkan di atas kepala saat hujan turun bisa menggantikan fungsi payung.

Selain buah dan daun pisang, orang Batak juga memanfaatkan bagian lain dari pohon pisang, yakni jantung pisang.

Jantung pisang umumnya diolah menjadi sayur, biasanya masyarakat Batak Karo yang membuat sayur olahan jantung pisang ini.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau