Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Felix Tani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Felix Tani adalah seorang yang berprofesi sebagai Ilmuwan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mendedah Kepantasan Pernikahan Adat Jawa untuk Anjing

Kompas.com - 07/08/2023, 12:02 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Namun hal itu justru menimbulkan pertanyaan, apakah perkawinan dua ekor anjing itu pantas digelar dengan adat Jawa? Tidakkah itu suatu tindakan merendahkan atau menista budaya Jawa, khsusnya adat perkawinan?

***

Sejatinya, sebaik-baiknya perilaku seekor anjing tetaplah dia anjing yang tak berbudaya. Dan seburuk-buruknya perilaku seorang manusia tetaplah dia manusia yang berbudaya.

Hal ini karena perilaku seekor anjing dipandu oleh insting hewani yang dilatih manusia agar berorientasi pada kesetiaan dan perlindungan terhadap tuannya. Seekor anjing dikatakan cerdas jika berperilaku sesuai kehendak tuannya.

Sementara perilaku seorang manusia dipandu oleh intuisi dan rasio yang berkembang dalam koridor norma sosial dan dalam konteks budaya tertentu. Seorang manusia dikatakan cerdas secara sosial jika berperilaku sesuai rambu-rambu norma sosial dalam budayanya.

Artinya anjing dan manusia itu sejatinya dibedakan oleh budaya. Manusia memiliki budaya yang diciptakan dan dipedomani dalam hidupnya. Sedangkan anjing tidak memiliki budaya.

Secara sederhana, budaya dapat didefinisikan sebagai sistem pemaknaan dalam suatu masyarakat. Wujudnya berupa sistem norma, gagasan yang dirumuskan sebagai panduan perilaku (sikap dan tindakan), berikut materi (benda) yang diciptakan sebagai sarana perilaku itu.

Sistem norma itu sendiri terdiri dari empat tingkatan yang semakin tinggi tingkatannya, maka semakin ketat daya ikatnya serta semakin berat sanksi pelanggarannya.

Pertama, cara (usage), perbuatan spesifik individu yang mungkin hanya akan dicela orang lain bila taklazim.

Kedua, kebiasaan (folkways), aturan yang diikuti mayoritas warga. Sanksi bagi pelanggarnya ringan. Misalnya anak yang tidak salim pada orangtua akan ditegur.

Ketiga, tatalaku (mores), aturan yang menjadi standar perilaku sosial bagi setiap warga suatu masyarakat. Pelanggaran terhadap tatalaku ini diganjar sanksi cukup keras, misalnya pelaku hubungan seks di luar nikah dikenai denda berat.

Keempat, adat-istiadat (custom), aturan wajib yang paling mengikat bagi seluruh warga suatu masyarakat. Pelanggarnya akan dikenai sanksi sangat berat. Misalnya pelaku inses diusir keluar kampung.

Segala sistem norma ini dikonstruksi manusia untuk keperluan pengaturan hidupnya. Maka jelas sistem norma itu hanya berlaku untuk manusia, bukan untuk hewan seperti anjing.

Begitu pula dengan adat perkawinan Jawa. Sebagai bagian dari adat-istiadat, perkawinan Jawa jelas dikonstruksi hanya dan hanya untuk kepentingan manusia Jawa.

Dengan mengikuti aturan adat perkawinan, maka pasutri Jawa dinyatakan beradat dan bermartabat. Maka dengan begitu pasutri tersebut dterima sebagai bagian dari komunitas.

Sekarang coba kita renungkan. Jika sepasang anjing dinikahkan secara adat Jawa, apakah pasutri anjjng itu bisa memahami dan menjiwai makna adat itu? Apakah dengan begitu anjing menjadi beradat dan manusiawi?

Untuk memperjelas, ambil contoh unsur kembar mayang dalam perkawinan Luna dan Jojo, dua ekor anjing kaya-raya itu.

Dalam adat perkawinan manusia Jawa, kembar mayang itu punya makna filosofis dan sosial mendalam. Singkatnya, hal itu bermakna penyatuan sepasang manusia, laki-laki dan perempuan, telah menjadi sebuah keluarga yang menumbuhkan suatu pohon hidup baru. Di dalam keluarga itu ada harapan-harapan baik dan kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan untuk meraihnya.

Dua kembar mayang itu melambangkan Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru adalah wahyu pengayoman. Harapannya mempelai pria dapat mengayomi keluarganya secara lahir batin.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau