Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Felix Tani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Felix Tani adalah seorang yang berprofesi sebagai Ilmuwan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mendedah Kepantasan Pernikahan Adat Jawa untuk Anjing

Kompas.com - 07/08/2023, 12:02 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Sementara Kalpandaru adalah wahyu kelanggengan. Harapannya hidup kedua mempelai panjang umur, langgeng, dan abadi.

Berdasarkan hal-hal itu, apakah pasangan pengantin anjing Luna dan Jojo mampu memahami, memaknai, dan mengamalkan nilai Dewandaru dan Kalpandaru itu?

Apakah sepasang anjing itu telah menjadi sedemikian manusiawinya, sehingga kepada mereka layak diberlakukan nilai atau norma luhur manusia Jawa?

Jawabannya sebenarnya telah diungkapkan sebelumnya, selamanya anjing adalah anjing dan manusia adalah manusia. Manusia sah-sah saja menyayangi anjing, seperti anjing juga sah menyayangi tuannya.

Namun jika memberikan nilai budaya luhur manusia, seperti adat perkawinan Jawa kepada anjing, maka hal itu sama saja seperti merampas makanan dari anak kecil untuk diberikan kepada anjing.

***

Jelas, sangat jelas, menjalankan adat perkawinan Jawa untuk sepasang "pengantin anjing" yang tak berbudaya sangatlah tidak selayak dan sepantasnya.

Mungkin bagi kedua pemilik Luna dan Jojo, hal itu dimaknai sebagai ekspresi rasa sayang pada anjingnya. Bahkan bisa saja lebih parah, hal itu sekadar tindakan lucu-lucuan mewah untuk menyenangkan anjing-anjing mereka.

Kenapa lucu-lucuan? Loh, kenapa tidak? Seperti banyak diberitakan, setelah kedua anjing itu selesai menjalani “resepsi perkawinan”, mereka langsung kembali ke rumah tuannya masing-masing, tidak ditempatkan dalam satu rumah yang sama.

Jadi, tidak akan ditemui adegan “malam pertama di ranjang pengantin”, apalagi agenda bulan madu ke Labuan bajo atau tempat lainnya.

Perkawinan dua ekor anjing, Luna dan Jojo, bagi sebagian orang Jawa, entah perorangan maupun kelompo, dirasa sebagai penistaan terhadap budaya luhur mereka.

Dalam kalimat yang sarkastis, kedua pemilik anjing itu seakan mengatakan "Adat perkawinan Jawa itu bagus untuk anjing."

Tak sekadar terindikasi sebagai penistaan terhadap budaya Jawa, acara perkawinan mewah Luna dan Jojo juga minus empati sosial.

Menghamburkan Rp 200 juta untuk "kebahagiaan" dua ekor anjing merupakan tindakan yang sama sekali tak sensitif terhadap penderitaan 26 juta warga miskin di Indonesia.

Memang tak ada larangan untuk memberi kemewahan pada anjingmu, wahai tuan dan puan kaya-raya. Akan tetapi, tolong jangan lakukan itu dengan cara mendevaluasi adat dan budaya kami.

Jangan pula pamerkan kemewahan anjingmu kepada kami yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kami sakit hati dan terhina.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pantaskah Anjing Menjalani Adat Perkawinan Orang Jawa?"

 
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau