Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Razia yang dilakukan di sekolah biasanya ditujukan pada aspek kerapian siswa: dari razia kelengkapan seragam hingga kepantasan rambut.
Untuk atribut seragam mungkin akan terlihat, bagian mana yang kurang dari seragam. Tapi, jika sudah razia rambut, bagaimana sekiranya aturan bentuk rambut yang boleh dan tidak boleh?
Biasanya rambut yang dianggap "gondrong" pada akhirnya dipotong oleh guru dalam gugus Kamtib di satu sekolah tersebut.
Kita juga sering mendengar, "Murid nakal? Digundul saja biar kapok!" untuk menggeneralisasi cara menertibkan murid. Pada akhirnya murid-murid yang terjaring razia rambut ini akan dianggap nakal.
Anehnya, murid yang berambut gondrong atau panjang juga bisa mendapatkan sanksi pengguntingan rambut walaupun tak tergolong nakal.
Setelah itu, setiap kali murid yang kena razia tidak terima, perasaan marah/kecewa yang ia rasakan hanya bisa dipendam dalam-dalam.
Mengapa Murid Tidak Boleh Punya Rambut Gondrong?
Berdasarkan pengalaman mengajar di beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, hingga Australia, sebetulnya rambut murid-murid di sana juga tidak gondrong.
Namun penting untuk disimak, bila kita lihat, ada murid di Jepang maupun Korea Selatan yang rambutnya gondrong hingga dicat warna-warni. Sayangnya itu hanya terjadi di film dan tidak mewakili realitas nyata pembelajaran di sekolah.
Jika dibandingkan dengan sekolah semi-militer, misalnya, seluruh dunia, ukuran panjang rambut murid, taruna atau kadetnya, sangat ketat dibatasi dan rutin diperiksa.
Akan tetapi dari beragam alasannya bervariasi, pada intinya pelajar diminta untuk tetap disiplin dan fokus pada proses pembelajaran. Oleh karenanya, kecenderungan bersolek dan kecenderungan untuk mengatur rambut di kelas perlu dikesampingkan. Sebaliknya, murid diharapkan dapat fokus ke materi pelajaran.
Mengatasi Masalah Razia Rambut Murid?
Jawabannya subjektif, tetapi dalam kehidupan masyarakat kita, banyak kasus pada mereka yang tertangkap dan diduga telah melakukan kejahatan, langsung saja rambut dikepalanya dicukur plontos.
Maka setiap lembaga pendidkan mesti memiliki peraturan jelas, paling tidak bila ada pelanggaran semestinya ada peringatan sampai 3 kali sebelum ditindak.
Langkahnya bisa panggil orangtua, beri penjelasan aturan tentang seragam maupun rambut yang diizinkan. Beri kesempatan pada murid yang punya rambut gondrong untuk dirapikan.
Oleh karena itu bila masih tidak dijalankan oleh murid, maka pihak sekolah berhak untuk melakukan penindakan dengan catatan, orangtua atau wali murid telah menanda tangani aturan yang tertulis dari sekolah sebagai bentuk dukungan.
Itu baru di sekolah, bagaimana dengan pihak berwenang di luar sekolah? Semestinya polisi atau babinsa tidak berhak untuk melakukan penggundulan rambut murid di sekolah yang dianggap nakal atau tidak disiplin dengan dalih apapun.
Pasalnya kenakalan yang terjadi pada anak didik mesti dicermati oleh semua pihak apakah sebagai kenakalan anak pada usianya, atau memang sudah menjurus pada tindak kriminalitas.
Apalagi jika sudah dalam penerapan Kurikulum Merdeka, semestinya anak didik agar bisa menemukan potensi diri, sikap, dan keterampilannya sebagai bekal life skill mereka kelak dibanding hanya mengurusi masalah rambut.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ada Murid Nakal?! Dicukur Gundul Saja Biar Kapok!"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.