Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rendy Artha Luvian
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Rendy Artha Luvian adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Bersiap Menghadapi Puncak Musim Kemarau

Kompas.com, 18 September 2023, 23:59 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Ketika memasuki puncak musim kemarau di Indonesia, kabut asap yang tebal biasa terjadi. Bukan kita yang mesti membiasakan itu, melainkan sebuah pengingat yang tak dapat diabaikan.

Penyebabnya beragam, tapi terjadi karena kebakaran hutan maupun lahan. Itu merupakan musibah tahunan yang merusak ekosistem, mengancam kesehatan manusia, dan menyebabkan kerugian ekonomi.

Keringnya tanah, cuaca panas yang ekstrem, dan aktivitas manusia yang tidak terkontrol semakin meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan.

Beberapa tahun terakhir, misalnya, kebakaran hutan dan lahan telah menjadi masalah global. Asap tebal yang bertiup ke negara-negara tetangga akan menjadi berita utama di seluruh dunia.

Kalau kita runut, sebenarnya ada beberapa faktor yang berkontribusi besar atas meningkatnya kebakaran hutan dan lahan selama musim kemarau.

Pertama, deforestasi yang terus berlanjut. Itu memberi ruang bagi ekspansi pertanian dan perkebunan kelapa sawit telah merusak ekosistem hutan dan lahan gambut.

Kedua, praktik-praktik pertanian dan perkebunan yang tidak berkelanjutan. Ini juga termasuk menggunakan api untuk membersihkan lahan sebagai penyebab utama kebakaran.

Ketiga, penegakan hukum terkait pembakaran hutan maupun lahan. Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat semestinya tahu bahwa praktik pembakaran seperti itu merupakan masalah serius.

Titik Panas dan Ancaman Kebakaran Terus Meningkat

JIka mengutip data terbaru dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa jumlah titik panas (hotspot) dalam 10 hari terakhir sangat dominan di Kalimantan, dengan sebanyak 460 titik panas.

Sebagai rincian, terdapat 247 titik panas di Kalimantan Barat, setelah itu ada 107 titik di Kalimantan tengah, selanjutnya ada 70 titik panas di Kalimantan Timur, dan terakhir 36 titik panas di Kalimantan Selatan.

Selain di pulau Kalimantan, sebenarnya masih ada titik-titik panas lainnya yang terdeteksi di Indonesia: NTT, Papua, dan Sumatera Selatan.

Untuk di Kalimantan Barat saja luas karhutla (kebakaran hutan dan lahan) tahun 2023 hingga bulan Juli telah mencapai 1.962,59 hektar.

Angka-angka ini mengingatkan kita akan potensi kebakaran hutan yang selalu mengintai di musim kemarau.

Namun, masih ada faktor lain yang membuat situasi ini makin buruk, yakni minimnya curah hujan. Ini juga penting, karena dengan hujan yang jarang turun akan memudahkan api cemat sekali menjalar ketika terjadi kebakaran.

Dampaknya pada Kualitas Udara

Kualitas udara yang buruk telah menjadi masalah serius di beberapa wilayah Indonesia. Musim kemarau yang panjang dan kebakaran hutan dan lahan yang terus berkembang telah menghasilkan kondisi kualitas udara yang semakin memburuk.

Masih menurut data BMKG, bahwa Kalimantan Barat merupakan wilayah yang paling terkena dampak. Sedangkan di Jakarta, masalah yang dihadapi justru karena emisi polutan dari kendaraan bermotor yang semakin tinggi serta dari sektor industri, terutama permbangkit listrik.

Permasalahan lainnya seperti kondisi cuaca yang kering namun dengan tingkat kelembaban tinggi terutama di malam hari di beberapa wilayah Indonesia semakin memperparah situasi.

Kalau kita rasakan beberapa hari ini kelembaban udara yang tinggi dalam iklim tropis dapat mengakibatkan akumulasi polutan di udara, meningkatkan risiko kualitas udara yang buruk.

Maka ketika musim kemarau, asap dari kebakaran hutan dan lahan, emisi polutan, dan panas yang eksterm ini mengancam kesehatan manusia. Partikel-partikel berbahaya dalam asap tersebut dapat menyebabkan masalah pernapasan, terutama pada anak-anak dan orang tua.

Oleh karena itu, ini bukan hanya masalah kebijakan, tetapi juga masalah kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kebakaran Hutan dan Polusi Udara, Tantangan Berat di Puncak Musim Kemarau"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau