Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Seperti diketahui bersama, Pasar Tanah Abang merupakan pasar terbesar yang menjadi tujuan utama bagi banyak orang, baik itu pembeli maupun pedagang yang ingin melakukan transaksi jual-beli dengan harga murah.
Pasar ini biasanya selalu dalam keadaan yang ramai karena memang menjadi pusat perbelanjaan terbesar se-Asia Tenggara. Akan tetapi situasi ini perlahan mulai berubah sejak maraknya kegiatan live shopping, terutama di TikTok.
Suasana pasar perlahan menjadi sepi dan tidak lagi dipenuhi serta dipadati pengunjung. Tentu sebagai pedagang hal ini tak ubahnya racun yang secara perlahan dan diam-diam akan membunuh keberlangsungan bisnis mereka.
Hal ini semakin rumit karena pedagang di sana tak hanya mesti memikirkan bagaimana menjaga pendapatan, namun juga bagaimana mengelola dana operasional lain untuk sewa tempat, listrik, pajak, keamanan, dan lainnya.
Upaya yang dilakukan banyak pedagang di sana pun adalah ikut mencoba melakukan live shopping, namun hasilnya belum bisa terlihat. Hal tersebut memang tak bisa didapat dengan cara yang mudah. Layaknya berdagang di toko, berdagang lewat live shopping juga harus diawali dengan mendapat kepercayaan dari para calon konsumen terlebih dahulu, lalu juga diikuti strategi lain termasuk juga penyesuaian harga jual serta promo lain agar calon pembeli lebih tertarik.
Apalagi sekarang makin banyak tokoh artis yang ikut meramaikan live shopping, tentu hal ini semakin memperbesar jurang antara penjual pemula yang notabene tidak memiliki basis tetap jika dibandingkan dengan para artis yang sudah memiliki nama besar dan penggemar yang banyak.
Maka dari itu, jika hal ini terus-menerus terjadi maka tak bisa dipastikan bahwa bisnis pedagang-pedagang kecil ini akan bisa bertahan.
Kehadiran live shopping sebenarnya layaknya dua sisi mata koin, yang satu sisinya menguntungkan satu pihak, namun sisi lainnya membuat rugi pihak lain.
Bagi mereka pebisnis yang bergerak dan memiliki toko fisik misalnya, memang benar tidak akan bisa selamanya bertahan dengan mengandalkan kondisi seperti itu di era modern ini.
Dengan mencoba sesuatu baru seperti live shopping atau menggunakan jasa endorse influencer atau selebgram, misalnya, bisa dilakukan demi meningkatkan kepercayaan konsumen di media sosial.
Untuk pihak pedagang online sebenarnya dibutuhkan untuk dibuatkan aturan atau regulasi khusus terkait penyesuaian harga pasaran dan jangan sampai merusaknya dengan memberikan harga yang lebih murah.
Peran pemerintah serta aplikasi terkait juga dibutuhkan untuk meninjau sampai sejauh mana efek keberadaan live shopping agar bisnis retail offline tidak sampai mati, terutama yang masih di bidang UMKM.
Sebagai konsumen, kita memang tidak dilarang untuk berbelanja secara online, akan tetapi tak ada salahnya juga bila kita sesekali berbelanja langsung mendatangi toko-toko offline.
Selain bisa sekaligus refreshing, dengan belanja langsung ke toko kita bisa melihat dan membandingkan kualitas barang yang kita beli secara langsung hingga puas, sehingga tak perlu lagi menebak-nebak seperti saat kita hendak belanja secara online.
Harapannya semoga dalam waktu dekat pemerintah bisa memberikan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak, baik pedagang online maupun offline.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ketika Live Shopping Perlahan "Membunuh" Bisnis Retail Offline"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.