Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Bagi petani, saat bulan Juli usai itu berarti berakhir pula musim tanam kedua atau biasa disebut gadu. Maka, saat itu pula para petani segera mengambil ancang-ancang untuk memasuki masa tanam ketiga.
Akan tetapi, musim tanam ketiga tahun ini berbeda daripada tahun-tahun sebelumnya. Sebab menurut BMKG, Indonesia akan diterpa fenomena El Nino yang akan menyebabkan kekeringan para periode Juli hingga Oktober, bahkan bisa lebih lama lagi.
Mengetahu hal ini, saya dan banyak petani lain berusaha untuk mengatasi hal ini dengan membagi lahan agar tidak hanya ditanami satu jenis tanaman saja. Selain itu juga berusaha untuk mengelola lahan sesuai ketersediaan air.
Cara pembagiannya adalah, beberapa petak sawah kroco'an ditanami padi. Sawah etan ratan (timur jalan) ditanami kacang hijau, sedangkan sawah kulon ratan (barat jalan) disewakan tahunan dan pertelon.
Seperti kita ketahui sejak awal tahun 2023, BMKG telah mengumumkan bahwa sebagian wilayah di Indonesia akan mengalami kekeringan. Salah satu wilayah tersebut adalah Jawa Timur.
Kekeringan akibat El Nino ini sangat memengaruhi dunia pertanian, sebab sebagaimana kita ketahui bersama bahwa air merupakan sumber kehidupan utama bagi tanaman dan semua makhluk hidup lainnya.
Untuk menghadapi situasi ini ada 3 cara pengelolaan lahan pertanian di musim kemarau agar saya dan petani-petani lainnya tak mengalami kerugian, antara lain sebagai berikut.
Salah satu tanaman yang tetap dipertahankan untuk ditanam adalah pagi. Meski begitu, menanam padi di musim kemarau memerlukan penanganan dan perawatan ekstra.
Sebelumnya petani mesti memilih benih padi varietas tahan panas, selain itu juga mesti memastikan bahwa ketersediaan air, pupuk, pestisida, dan bahan lainnya aman.
Hal ini tentu akan membuat biaya perawatan dan produksi meningkat drastis. Akan tetapi hal itu sebanding dengan harga gabah di pasaran ketika musim kemarau yang cukup tinggi.
Harga gabah yang tinggi ini bisa dimaklumi sebab saat musim kemarau ketersediaan gabah sangat minim.
Meski begitu, petani juga perlu memperhitungkan dampak menanam padi saat musim kemarau apalagi berbarengan dengan fenomena El Nino ini seperti penyebaran hama yang akan lebih cepat.
Jika tidak ingin mengambil risiko gagal panen padi, ada alternatif lain agar musim ketiga lahan pertanian tetap produktif. Menanam palawija bisa menjadi solusi para petani di musim kemarau.
Selain padi, di musim kemarau para petani juga bisa mulai menanam kacang hijau sebagai alternatif agar lahan tetap produktif. Di samping itu sebenarnya bisa juga menanam palawija jika kebetulan lahan yang dimiliki berada di dataran tinggi.
Jika ingin menanam palawija, petani juga perlu menyesuaikan dengan awal musim kemarau. Menurut kepercayaan dan pengamatan banyak orang tua zaman dulu, jangan menanam palawija di bulan Agustus sebab cuaca sudah cukup dingin dan tidak bagus untuk tanaman.
Alternatif lain jika kita tetap ingin lahan pertanian kita produktif di musim kemarau dan di tengah-tengah El Nino namun tak ingin mengelolanya sendiri, kita bisa meminta orang lain untuk menggarapnya.
Sebagai pemilik lahan kita bisa mengatur bagaimana pembayaran dan pembagian hasil dengan orang yang akan mengelola lahan kita.
Sebagai gambaran, pemilik lahan akan mendapatkan hasil bersih 1/3 dari hasil panen, sedangkan pengelola mendapat 2/3. Semua biaya dan tenaga dari pengelola.
Meski begitu, cara ini memiliki risiko seperti pengelola yang bisa saja akan membohongi pemilik lahan. Seperti misalnya, pengelola lahan akan mengatakan hasil lahan hanya dapat 12 karung, padahal sebenarnya satu lahan itu dapat 14 karung.
Jika hal ini terjadi tentu akan memicu perselisihan antara pengelola dan pemilik lahan. Maka dari itu perlu membangun komunikasi yang baik antara pemilik dan pengelola lahan.
Tiga alternatif pengeloalan lahan pertanian tadi hanya bisa dilakukan saat musim tanam ketiga, yakni bulan Agustus-Oktober.
Pada musim tanam rendeng (November, Desember, Januari, Februari, Maret) serta musim tanam gadu (April, Mei, Juni, Juli) serempak akan menanam padi.
Jika pemilik lahan tidak bisa mengelola lahannya, ada dua cara agar petani tetap mendapat penghasilan dan lahan produktif. Cara tersebut adalah sewa tahunan atau paro lahan.
Sistem sewa tahunan itu berarti pemilik lahan tidak akan tahu soal hasil panen, biaya pengelolaan, dan sebagainya. Sementara bila pemilik lahan memilih untuk menerapkan sistem paro lahan, pemilik dan pengelola akan mendapat hasil panen sama rata. Biaya tanam pun dibagi sama rata.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "3 Cara Saya Mengelola Lahan Pertanian Saat Musim Kemarau"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.