Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Penilaian pembelajaran kerap berfokus pada hasil akhir yang berorientasi pada nilai ulangan. Tak jarang, hal tersebut memicu kondisi mental peserta didik. Hasil penilaian yang buruk kerap membuat peserta didik merasa rendah diri, takut, minder, bahkan merasa gagal.
Dalam pembelajaran paradigma baru, asesmen pembelajaran lebih dari sekadar kumpulan angka-angka atau nilai kuantitatif. Asesmen bukan semata-mata untuk menunjukkan prestasi akademik.
Nantinya, hasil asesmen digunakan sebagai acuan untuk melakukan tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka membantu siswa menguasai capaian pembelajaran yang diharapkan, serta menjadi bahan refleksi guru untuk memperbaiki kinerjanya dalam pelaksanaan pembelajaran.
Setiap orang memiliki potensi, yang dapat dikembangkan melalui proses belajar, berusaha, dan berlatih.
Membangun pola pikir bertumbuh (growth mindset) melalui asesmen pembelajaran dapat menjadi proses yang sangat bermanfaat dalam membantu siswa mengembangkan keyakinan bahwa kemampuan mereka dapat berkembang melalui usaha dan belajar.
Lalu, bagaimana membangun growth mindset pada siswa?
1. Jadikan Kesalahan sebagai Kesempatan untuk Belajar
Setiap orang sepakat bahwa setiap tindakan tidak selalu sesuai dengan hasil yang diharapkan. Kesalahan dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja. Kesalahan bukan sesuatu yang harus ditabukan. Kesalahan adalah cara alami manusia untuk memahami dan mengingat informasi lebih baik.
Dalam proses pembelajaran kesalahan adalah hal yang wajar. Sebagian siswa dapat melakukan instruksi yang diberikan guru dengan baik, menjawab pertanyaan dengan sempurna, atau melakukan sebuah tindakan dengan benar.
Bagi sebagian siswa lainnya bisa berlaku sebaliknya. Mereka tidak dapat mengerjakan tugas tertentu dalam pembelajaran karena mengalami jalan buntu. Kalaupun mengerjakan tugas mereka tidak dapat memenuhi tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Hal ini bisa jadi karena siswa salah memahami instruksi dan tidak fokus pada pelajaran karena berbagai penyebab. Ini merupakan bentuk kesalahan yang bisa ditemukan dalam pembelajaran.
Asesemen menjadi salah satu instrumen untuk mendeteksi kesalahan atau kegagalan yang dilakukan peserta didik. Pada titik ini, guru hendaknya hadir untuk memberikan pemahaman bahwa kesalahan bukanlah sesuatu yang buruk.
Guru hendaknya memberikan pemahaman pada peserta didik bahwa kesalahan atau kegagalan itu dapat diperbaiki sehingga mendorong mereka untuk belajar, mengembangkan diri, dan tumbuh menjadi lebih baik.
Peserta didik perlu diberikan keyakinan bahwa kesalahan dapat memberikan pelajaran berharga. Kesalahan bukan titik akhir yang membuat peserta didik patah semangat.
Dengan membangun pemahaman dan kesadaran tentang kesalahan, peserta didik diharapkan dapat membangun ketahanan, rasa ketekunan, dan rasa percaya diri. Kesalahan akan membuat mereka berupaya mengatasi kesulitan.
Guru hendaknya tidak membiarkan kesalahan yang membuat peserta didik putus asa atau takut mencoba hal baru.
Alih-alih membiarkan, guru sebaiknya menanamkan keyakinan kepada peserta didik bahwa kesalahan akan menjadi aset yang berharga jika dijadikan peluang untuk belajar, tumbuh, dan mengembangkan diri.
2. Belajar Bukan tentang Kecepatan
Belajar bukan hanya tentang kecepatan mengandaikan bahwa di dalamnya ada proses yang kompleks dan melibatkan pemahaman, retensi informasi, dan penerapan pengetahuan.
Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda untuk mengingat dan mempertahankan informasi atau keterampilan yang telah dipelajari dalam jangka waktu tertentu.
Beberapa anak tidak cukup cepat mengingat informasi yang diberikan jika disampaikan secara verbal. Beberapa anak lain lebih cepat memahami sesuatu dengan simulasi atau demonstrasi.
Kondisi ini mendorong guru untuk memberikan waktu yang cukup kepada setiap peserta didik agar dapat mengeksplorasi dan memahami pelajaran. Sangat tidak mungkin bagi guru untuk memaksa semua peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan dalam rentang waktu yang sama.
Guru harus percaya bahwa anak-anak bisa berkembang. Mereka hanya memerlukan waktu yang cukup untuk belajar dan memperbaiki kesalahannya. Hal ini tentu saja membutuhkan pendampingan guru secara optimal.
3. Ekspektasi Positif Guru tentang Kemampuan Siswa
Seorang guru sejatinya harus menanamkan ekspektasi positif tentang peserta didiknya. Hal ini dipercaya akan dapat mempengaruhi performa murid. Ekspektasi positif berarti adanya pikiran dan harapan yang baik seorang guru tentang peserta didiknya.
Saat mendapati hasil asesmen pembelajaran yang tidak memadai, guru harus memiliki cara pandang yang positif bahwa peserta didik dapat memperbaiki kesalahannya. Guru harus percaya bahwa peserta didik memiliki potensi untuk berkembang.
Guru harus memilki harapan bahwa dalam diri peserta didik bersemayam motivasi yang kuat untuk belajar, memiliki kemampuan mengembangkan cara berpikir kritis, dapat menjadi pribadi yang mandiri, dan berbagai sikap positif lainnya.
Adanya ekspektasi positif akan mendorong guru memberikan rangsangan positif kepada peserta didik yang mengalami kegagalan untuk memperbaiki dan mengembangkan diri.
Rangsangan positif tersebut dapat berupa dukungan, umpan balik yang membangun, penghargaan atas keberagaman, pengakuan atas usaha yang dilakukan peserta didik, dan berbagai stimulus yang membuat peserta didik termotivasi untuk berkembang.
Semua rangsangan tersebut dapat dirancang melalui layanan pembelajaran yang menyenangkan.
Semakin banyak kesempatan dan rangsangan positif yang diberikan kepada peserta didik, maka akan semakin kuat pemahaman, penalaran, dan kemampuan yang akan mereka kuasai. Hal ini akan memungkinkan terbentuknya growth mindset.
4. Membangun Budaya Refleksi dan Umpan Balik
Salah satu upaya membangun pola pikir berkembang adalah budaya refleksi. Refleksi menjadi bagian penting dari proses pembelajaran. Lebih-lebih saat seorang peserta didik mendapatkan hasil asesmen yang tidak memuaskan. Di sinilah guru hendaknya membiasakan peserta didik untuk melakukan refleksi.
Refleksi peserta didik terhadap asesmen pembelajaran adalah proses di mana siswa mempertimbangkan dan mengevaluasi pengalaman mereka dalam proses penilaian atau asesmen yang dilakukan selama pembelajaran.
Refleksi menjadi satu langkah penting dalam pengembangan keterampilan belajar dan pemahaman diri.
Refleksi juga memberikan kesempatan peserta didik untuk membangun kesadaran, kejujuran, dan pikiran kritis bahwa ada satu atau lebih kesalahan yang harus diperbaiki. Ini akan memicu motivasi internal peserta didik untuk terus belajar dan mengembangkan diri.
Umpan balik pada saat yang sama dapat menjadi pemantik peserta didik dalam melakukan refleksi. Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada seseorang tentang kinerja atau tindakan mereka. Ini dapat datang dalam berbagai bentuk, seperti komentar, saran, atau evaluasi.
Umpan balik digunakan untuk memberikan informasi yang relevan tentang apa yang telah dilakukan dengan baik dan di mana perbaikan diperlukan.
Dalam konteks pembelajaran, umpan balik diberikan oleh guru, sesama peserta didik, atau melalui penilaian, ujian, atau tugas. Umpan balik yang baik adalah yang konstruktif dan membantu peserta didik untuk melakukan refleksi dalam rangka memahami kekuatan dan kelemahan mereka sehingga dapat meningkatkan kinerja mereka di masa depan.
Pemberian umpan balik hendaknya dapat menstimulasi growth mindset dan membangun kesadaran bahwa proses lebih penting daripada hasil.
5. Kondisi yang Lingkungan Belajar yang Mendukung
Pencapaian hasil belajar sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya lingkungan belajar yang aman dan nyaman.
Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan fisik dan psikis di sekolah dan di rumah. Lingkungan belajar yang aman dan nyaman dipercaya dapat meningkatkan kemampuan belajar saat anak merasa aman dan nyaman.
Lingkungan fisik yang memberikan kenyamanan belajar ditandai dengan ruang kelas yang bersih, tertata rapi, pencahayaan ruang yang baik, dan tentu saja reduksi kebisingan yang dapat mengganggu.
Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap motivasi peserta didik untuk belajar dan berkembang. Sebaliknya, lingkungan fisik yang semrawut akan membuat peserta didik tidak optimal dalam mengikuti proses belajar.
Di samping lingkungan fisik yang mendukung, growth mindset juga sangat mungkin terbentuk dengan menciptakan lingkungan psikis yang mendukung kesejahteraan mental. Lingkungan psikis tersebut adalah lingkungan belajar di mana peserta didik merasa aman atau bebas dari rasa takut dan tertekan.
Siswa membutuhkan suasana di mana mereka mampu memandang kegagalan sebagai sebuah noda yang dapat dihapus melalui proses belajar.
Oleh karena itu, saat peserta didik menemukan permasalahan dalam pembelajaran, guru harus memastikan bahwa peserta didik mengikuti proses pembelajaran yang bebas dari kekerasan fisik, tidak ada hukuman fisik, tidak ada bentakan.
Suasana Pembelajaran juga harus terberas dari perilaku dan ucapan yang merendahkan peserta didik.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Bagaimana Asesmen Pembelajaran Membangun Growth Mindset?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.