Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Salah satu topik penelitian dan perdebatan yang terus berlangsung di dunia kesehatan adalah hubungan antara penggunaan ganja dan psikosis.
Perlu diketahui, gejala psikosis yang utama adalah kebingungan, kekacauan proses pikir, halusinasi dan delusi (waham) seperti yang sering kita temukan pada pasien gangguan skizofrenia.
Meski seseorang yang menderita gangguan psikotik telah ditemukan memiliki tingkat penggunaan ganja yang tinggi, pertanyaannya adalah apakah ganja berkontribusi terhadap risiko psikosis tetap kompleks dan beragam serta menimbulkan banyak pertentangan dari para pendukung legalisasi ganja.
Terkait hal ini sebenarnya telah banyak data yang menunjukkan bahwa banyak masalah terkait penggunaan ganja dan timbulnya gejala psikosis di negara-negara yang melegalisasi ganja untuk penduduknya seperti Belanda dan Kanada.
Secara konsisten beberapa penilitian yang dilakukan menunjukkan hubungan antara penggunaan ganja dan peningkatan risiko psikosis. Namun, penting untuk dicatat bahwa korelasi tidak selalu menyiratkan sebab akibat.
Hubungan antara ganja dan psikosis kemungkinan besar bersifat dua arah dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kerentanan genetik, pengaruh lingkungan, dan perbedaan individu.
Salah satu hipotesisnya adalah bahwa penggunaan ganja dapat bertindak sebagai faktor yang berkontribusi dalam perkembangan psikosis di antara individu yang rentan.
Sebuah studi longitudinal telah menemukan bahwa penggunaan ganja yang berat dan teratur selama masa remaja dikaitkan dengan peningkatan risiko pengembangan gangguan psikotik di kemudian hari.
Akan tetapi, sangat penting untuk mempertimbangkan bahwa tidak semua pengguna ganja mengembangkan psikosis, dan faktor-faktor lain, seperti kecenderungan genetik dan kondisi kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya, dapat berinteraksi dengan penggunaan ganja untuk meningkatkan risiko.
Dari penelitian yang telah dilakukan, penggunaan ganja dapat berdampak negatif pada perjalanan dan outcome gangguan psikotik. Individu dengan skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya yang menggunakan ganja cenderung mengalami gejala yang lebih parah, tingkat kekambuhan yang lebih tinggi, dan fungsi keseluruhan yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan ganja.
Penggunaan ganja telah dikaitkan dengan timbulnya psikosis yang lebih awal, peningkatan rawat inap, dan berkurangnya respons terhadap pengobatan.
Sampai saat ini mekanisme yang mendasari hubungan antara ganja dan psikosis masih belum sepenuhnya dipahami. Salah satu keungkinannya adalah bahwa senyawa psikoaktif tetrahidrokanabinol (THC) yang terdapat dalam ganja dapat mengganggu keseimbangan neurotransmiter di otak, terutama dopamin, yang telah terlibat dalam perkembangan psikosis.
Selain itu, penggunaan ganja juga dapat berinteraksi dengan faktor risiko lain, seperti stres, trauma, atau kerentanan genetik, untuk meningkatkan kemungkinan berkembangnya psikosis atau memperburuk gejala yang ada.
Perlu diketahui. hubungan antara penggunaan ganja dan psikosis sangat kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Meskipun memang penggunaan ganja secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan risiko psikosis, akan tetapi sangat penting untuk mengenali bahwa penyebabnya belum ditetapkan secara pasti.
Interaksi antara kerentanan genetik, faktor lingkungan, dan karakteristik individu kemungkinan besar berkontribusi pada hubungan yang kompleks.
Namun, tentu sangat tidak disarankan bagi setiap orang untuk mencoba menggunakan ganja. Kita tidak pernah tahu kerentanan genetik kita, kerja neurotransmitter di otak kita terutama dopamin yang sangat mudah terpengaruh oleh ganja.
Saya sendiri beberapa kali menemukan pasien yang mengalami gejala psikosis karena terpicu penggunaan ganja walaupun tidak rutin dan hanya sekali saja. Bagi individu yang sudah didiagnosis dengan gangguan psikotik seperti skizofrenia, penggunaan ganja mungkin memiliki efek merugikan pada perjalanan dan hasil penyakit mereka.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami mekanisme yang mendasari dan untuk mengidentifikasi individu yang mungkin sangat rentan terhadap potensi risiko penggunaan ganja.
Pengetahuan ini dapat menginformasikan kebijakan kesehatan masyarakat, upaya pencegahan, dan strategi pengobatan yang bertujuan untuk mengurangi potensi bahaya yang terkait dengan penggunaan ganja dalam kaitannya dengan psikosis. Namun sebelum semuanya jelas sebaiknya tidak mencoba-coba menggunakan ganja.
Salam Sehat Jiwa.
Di Forti, M., et al. (2019). The contribution of cannabis use to variation in the incidence of psychotic disorder across Europe (EU-GEI): a multicentre case-control study. The Lancet Psychiatry, 6(5), 427-436.
Murray, R. M., et al. (2017). Cannabis use and risk of psychotic disorders: an updated review. European Archives of Psychiatry and Clinical Neuroscience, 267(1), 1-11.
Schoeler, T., et al. (2016). The relationship between cannabis and psychosis: a review of the evidence. European Archives of Psychiatry and Clinical Neuroscience, 266(3), 205-218.
Bhattacharyya, S., et al. (2020). Cannabis use and the risk of developing a psychotic disorder. World Psychiatry, 19(3), 365-366.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ganja Bisa Bikin "Gila": Risiko Gejala Psikosis Pada Pengguna Ganja"