Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rendy Artha Luvian
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Rendy Artha Luvian adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mewujudkan Ekonomi Kelautan Indonesia yang Berkelanjutan

Kompas.com - 22/11/2023, 17:24 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Sebagai negara maritim dengan jumlah pulau mencapai 17.000 lebih, Indonesia tak hanya memesona dengan keindahan alamnya, akan tetapi juga menyimpan potensi ekonomi kelautan yang luar biasa besar.

Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan cerita sukses Indonesia dalam ekspor dan produksi perikanan di berbagai wilayah.

Maka dari itu, potensi Indonesia di sektor kemaritiman sebenarnya sangat besar dan kita mesti menaruh fokus besar pada hal-hal seperti eksplorasi kekayaan rumput laut, pencapaian gemilang perusahaan penangkapan ikan, dan peran Indonesia sebagai eksportir terbesar komoditas tuna global.

Lantas, bagaimana Indonesia dapat mengoptimalkan potensi lautannya dan mewujudkan kesejahteraan yang berkelanjutan?

Bali: Perjalanan Sukses Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi yang Mengesankan

Data BPS pada bulan Juli tahun 2022 menunjukkan prestasi Provinsi Bali dalam ekspor yang nilainya mencapai US$50,10 juta. Hal ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 0,35% dari bulan sebelumnya.

Akan tetapi yang lebih mengejutkan adalah nilai ekspor tahunan Bali yang mencapai kurang lebih US$50 juta atau dengan kata lain mengalami pertumbuhan sebesar 48,53% jika dibandingkan pada bulan Juli 2021 yang hanya mencapai US$33,73 juta.

Sektor unggulan, ikan, krustasea, dan moluska mencatatkan nilai ekspor mencapai US$11,47 juta pada Juli 2022, meskipun mengalami penurunan bulanan sebesar 12,67%.

Keseimbangan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi di Bali menjadi bukti bahwa kekayaan laut Indonesia sejatinya dapat menjadi pendorong pertumbuhan yang signifikan.

Rumput Laut: Permata yang Terabaikan dalam Kekayaan Laut Indonesia

Meski sering kali diabaikan, rumput laut muncul sebagai komoditas unggulan dalam sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Pada tahun 2020, produksi nasional rumput laut mencapai 5,01 juta ton basah, dengan nilai produksi mencapai Rp22,8 triliun.

Beberapa provinsi di Indonesia, seperti Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat masuk dalam peringkat lima besar sebagai penghasil rumput laut.

Dengan potensi besar ini, rumput laut bukan hanya menciptakan kekayaan bagi nelayan, melainkan juga memberdayakan perekonomian lokal serta membuka pintu bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Perusahaan Penangkapan Ikan: Kearifan di Laut Biru Indonesia

Dalam Laporan Statistik Perusahaan Perikanan 2021 milik BPS, dijelaskan adanya pencapaian perusahaan penangkapan ikan di Indonesia yang luar biasa.

Laporan itu menyebut volume produksi ikan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut mencapai 110.246 ton, mayoritas di antaranya dikonsumsi dalam negeri yang menyumbang sebanyak 83,79% dari total produksi ikan.

Dengan angka produksi yang mengesankan ini, tentu memberi kita inspirasi bagaimana harmoni dengan lautan bisa menciptakan kejayaan ekonomi.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Menghadapi 'Ennui' dan Pallu Mara Tetap Istimewa
Menghadapi "Ennui" dan Pallu Mara Tetap Istimewa
Kata Netizen
Ketika Penderitaan Menjadi Viral, Empati atau Sensasi?
Ketika Penderitaan Menjadi Viral, Empati atau Sensasi?
Kata Netizen
Pengalaman Manis Mengunjungi Perpustakaan Freedom Institute
Pengalaman Manis Mengunjungi Perpustakaan Freedom Institute
Kata Netizen
Kenapa 'Kekerasan' Masih Menyelimuti Dunia Pendidikan?
Kenapa "Kekerasan" Masih Menyelimuti Dunia Pendidikan?
Kata Netizen
Clean Eating, Ketika Makanan Menjadi Bagian dari Proses Penyembuhan
Clean Eating, Ketika Makanan Menjadi Bagian dari Proses Penyembuhan
Kata Netizen
Ruang Sunyi yang Dibutuhkan Suami dan Cara Istri Memahaminya
Ruang Sunyi yang Dibutuhkan Suami dan Cara Istri Memahaminya
Kata Netizen
TKA Perdana Berjalan Lancar, Ini Evaluasi dan Tantangannya
TKA Perdana Berjalan Lancar, Ini Evaluasi dan Tantangannya
Kata Netizen
Cerita Dapur Kampung, Menu Mingguan dari Tanah Sendiri
Cerita Dapur Kampung, Menu Mingguan dari Tanah Sendiri
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau