Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sri Rohmatiah Djalil
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Sri Rohmatiah Djalil adalah seorang yang berprofesi sebagai Wiraswasta. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Petani yang Gagap Teknologi dan Tantangan Menyambut IKD

Kompas.com - 22/12/2023, 17:35 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Suatu hari, terdapat pesan yang masuk di grup aplikasi WhatsApp dari ketua RT20 yang mengimbau semua ibu-ibu untuk membawa ponselnya ketika mengikuti arisan.

Rumah ketua RT yang dijadikan lokasi arisan sudah dipadadi warga yang didominasi ibu-ibu, serta dihadiri juga oleh petugas dari kantor desa, yakni kepala dusun Sidorejo dan seorang karyawan.

Setelah sambutan dari kepala dusun, saya dan warga lain baru tahu tujuan dari perintah membawa ponsel saat itu adalah dalam rangka pembuatan Kartu Tanda Penduduk Digital atau yang lebih dikenal sebagai Identitas Kependudukan Digital (IKD).

Identitas Kependudukan Digital (IKD)

Mengutip informasi yang diperoleh dari Kompas.id, pemerintah pada tahun 2023 menargetkan sekitar 50 juta warga Indonesia memiliki IKD.

Aplikasi IKD merangkum data kependudukan dalam satu genggaman ponsel, mencakup informasi seperti Kartu Keluarga, KTP, Akta Kelahiran, Kartu Ketenaga Kerjaan, Kartu ASN, Kartu Vaksin, dan sejumlah dokumen penting lainnya.

Meskipun saat ini belum semua warga diwajibkan memiliki IKD, pemerintah merencanakan penggantian e-KTP dengan KTP digital ke depannya, mengikuti peralihan layanan pemerintah ke ranah digital.

Dengan aplikasi IKD, warga dapat mengurus kependudukannya tanpa harus mengantre di Dukcapil. Proses seperti pengurusan pindah, pemecahan kartu keluarga, hingga pelaporan kematian keluarga dapat dilakukan dengan mudah melalui IKD.

Tantangan Bagi Petani dan Generasi Tua yang Gagap Teknologi

Meskipun cara mengunduh IKD akan terlihat mudah bagi Generasi Z dan Milenial, namun akan berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih tua.

Di Kabupaten Madiun, khususnya bagi warga berusia di atas 60 tahun, aktivasi IKD belum mencapai target. Hingga akhir tahun 2023, hanya sekitar 5% warga yang berhasil mengaktifkan IKD.

Melihat fenomena ini, pemerintah setempat pun turun tangan dengan menghadiri acara arisan warga untuk meningkatkan angka tersebut.

Warga dengan usia di bawah 47 tahun dapat mengunduh aplikasi IKD sendiri melalui Play Store atau AppStore, sementara para warga lain yang lebih tua memerlukan bantuan petugas desa.

Meski begitu, proses ini tidak selalu lancar. Durasi arisan yang biasanya hanya satu jam, dengan adanya kendala lain seperti warga yang tidak memiliki alamat email dan lain sebagainya, membuat waktu arisan bertambah hingga 3 jam.

Selain itu, banyak warga usia lanjut di desa saya tidak memiliki ponsel pintar, jadi biasanya akan meminjam ponsel milik anak atau cucunya.

Akan tetapi, di sinilah masalahnya. Jika Sang Anak atau Cucu sudah memiliki e-KTP, tentu ponsel tersebut tidak bisa digunakan untuk registrasi IKD. Pasalnya satu akun IKD hanya berlaku di satu ponsel.

Jadi, secara tak langsung mau tidak mau, warga harus membeli ponsel baru agar bisa aktivasi IKD. Padahal sebagai warga desa, apalagi petani, jika punya uang akan lebih memilih membeli beras daripada ponsel pintar.

Padahal, kebanyakan warga usia lanjut belum mengerti apa fungsi IKD. Dalam arisan tersebut, terdengar ada yang bertanya sebenarnya untuk apa IKD ini.

Lalu, ada satu petugas yang menjelaskan bahwasannya dengan membuat IKD ini warga tidak perlu membawa fotokopi KTP jika ingin mengurus sesuatu, hanya tinggal menunjukkan identitas lewat aplikasi IKD.

Kendala dan Realitas Penggunaan IKD di Lapangan

Meski pemerintah sudah turun tangan langsung mendampingi dan membantu warga untuk membuat IKD, namun kenyataan di lapangan pengaplikasian IKD ini masih begitu minim.

Beberapa waktu belakangan saya kerap pergi ke kantor desa untuk meminta surat keterangan proses balik nama sertifikat.

Ketika mengurus prosesnya, petugas kantor desa masih saja meminta saya melampirkan fotokopi KTP. Ia beralasan hal itu dibutuhkan sebagai lampiran meminta tanda tangan Kepala Desa dan akan disimpan sebagai arsip desa.

Hal serupa juga saya alami saat pergi ke bank, membayar pajak, dan mengurus sertifikat. Semua petugas yang saya temui masih meminta fotokopi KTP alih-alih meminta saya menunjukkan IKD.

Identitas Kependudukan Digital (IKD).Kompasianer Sri Rohmatiah Djalil Identitas Kependudukan Digital (IKD).
Keberlanjutan Implementasi IKD

Berangkat dari pengalaman tadi, lalu timbul pertanyaan. Apakah IKD ini benar-benar memberikan kemudahan bagi masyarakat, terutama para petani dan orang tua yang mungkin belum sepenuhnya terbiasa dengan teknologi?

Bagaimana pemerintah berencana mengatasi kendala yang muncul, terutama di kalangan generasi yang sudah sepuh?

IKD mungkin menjadi kemudahan bagi generasi yang akrab dengan teknologi, namun bagi petani dan generasi yang sudah sepuh, e-KTP mungkin masih dianggap cukup.

Perlu upaya lebih lanjut untuk memberikan pemahaman dan pelatihan, tak hanya untuk para petani dan warga sepuh, namun juga pada semua petugas di instansi terkait agar dapat mengakses dan memanfaatkan IKD dengan lebih efisien serta efektif.

Menghadapi era digital, tantangan ini menjadi langkah awal untuk memastikan inklusivitas penuh dalam pemanfaatan teknologi di berbagai lapisan masyarakat. Keseragaman pengetahuan dan penerapan teknologi menjadi kunci keberhasilan implementasi IKD ke depannya.

Dengan demikian, pemerintah perlu mengembangkan program edukasi yang lebih luas dan mendalam untuk memastikan bahwa seluruh masyarakat dapat merasakan manfaat dari perubahan ini. Dengan begitu, Indonesia dapat memasuki era digital dengan lebih merata dan berdaya saing.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "IKD dan Petani yang Gagap Teknologi"

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau