Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Setelah ujian sumatif selesai, proses evaluasi dimulai dengan guru yang sibuk mengoreksi ujian dan menginput nilai hasil belajar peserta didik.
Nilai rapor diperoleh dengan menggabungkan nilai sumatif dan formatif peserta didik, mencakup pengetahuan dan keterampilan.
Ketika semua nilai itu sudah terkumpul maka rapor tersebut bisa dicetak dan siap dilaporkan hasilnya kepada orangtua peserta didik.
Berangkat dari pengalaman pribadi, ketika dulu masa pengambilan rapor, guru akan menyampaikan hasil penilaian belajar siswa kepada orangtua.
Pada saat itu pula, guru saya juga menampilkan urutan nama-nama siswa yang mendapat peringkat 1 hingga 10. Tak lama setelah itu, orangtua saya kemudian pulang membawa rapor dan menyampaikan hasilnya pada saya.
Kebetulan, waktu itu dalam rapor saya ada 2 nilai merah. Akibatnya saya kemudian dimarahi olehnya. Meski begitu, hal itu kemudian menjadi motivasi bagi saya dan evaluasi bagi orangtua saya dengan cara menambah porsi belajar.
Rapor saat ini tentu jauh berbeda dengan rapor zaman dahulu. Sekarang, rapor itu lebih dari sekadar angka. Sebab, rapor sekarang juga mencakup deskripsi sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik.
Uniknya rapor pada masa sekarang ini tidak ada lagi peringkat yang menunjukkan kemampuan peserta didik selama satu semester.
Rapor di masa sekarang juga menyoroti berbagai aspek pembelajaran lain, seperti kecenderungan peserta didik dalam kegiatan sekolah dan potensi yang bisa dikembangkannya.
Sebagai orangtua, ada beberapa hal yang bisa dijadikan bahan pembelajaran serta bahan evaluasi bagi anaknya, antara lain sebagai berikut.
Rapor siswa sekarang dapat membantu orangtua mengidentifikasi potensi anak, termasuk minat dan bakat.
Di dalam rapor akan ada hasil nilai akhir yang mencerminkan perkembangan peserta didik dari segi kognitif, sikap, dan psikomotorik.
Selain itu, rapor juga terdapat prestasi siswa dalam bidang olahraga, misalnya, dapat menunjukkan bakat dan minat khusus.
Rapor juga mencerminkan kecendrungan atau kesukaan peserta didik dalam belajar. Penilaian yang kontinu dalam suatu mata pelajaran dapat mengindikasikan kecendrungan atau kesukaan tertentu.
Seperti misalnya, peningkatan nilai secara berkelanjutan dalam matematika dan IPA bisa menunjukkan minat anak dalam bidang sains.
Rapor tidak hanya mencatat nilai kognitif, tetapi juga aspek sikap dan psikomotorik anak. Informasi ini, bersama pemahaman dari guru, dapat membantu orangtua memahami perkembangan anak selama di sekolah.
Perbandingan perilaku anak di rumah dan di sekolah dapat memberikan orangtua gambaran tentang perkembangan anaknya.
Rapor bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang bagaimana orangtua dapat merespons hasil belajar anak. Orangtua dapat memberikan reward untuk hal-hal positif dan memberikan penguatan untuk aspek yang perlu ditingkatkan.
Di samping itu, rapor juga menjadi bukti otentik tentang potensi, kecenderungan, dan perkembangan peserta didik selama belajar di sekolah.
Maka dari itu, sebagai orangtua sebaiknya jangan terburu-buru menghakimi anak jika ada satu-dua mata pelajaran yang nilainya kurang memuaskan.
Alangkah baiknya, orangtua harus terus fokus mendukung mengembangkan potensi anak untuk kebaikannya ke depan.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Rapot Bukan Hanya Soal Nilai, Lalu Apa?"