Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Benedictus Adithia
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Benedictus Adithia adalah seorang yang berprofesi sebagai Mahasiswa. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Alasan Rendahnya Minat Warga Indonesia Melanjutkan Pendidikan S2-S3

Kompas.com - 29/01/2024, 19:25 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Berita mengenai minimnya jumlah lulusan S2 dan S3 di Indonesia telah menarik perhatian warganet. Diskusi ini bermula dari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Januari 2024, dalam Konvensi ke-29 dan Temu Tahunan ke-25 Forum Rektor Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menyampaikan keprihatinannya terkait rendahnya rasio penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi (S2 dan S3) di Indonesia.

Masih dalam kesempatan yang sama, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa rasio lulusan S2 dan S3 terhadap populasi produktif Indonesia masih begitu rendah, hanya mencapai 0,45% dari jumlah total penduduk produktif Indonesia yang berusia 15-64 tahun.

Jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Vietnam yang memiliki rasio lulusan S2 dan S3 sebesar 2,43%, Indonesia tentu terlihat jauh tertinggal.

Presiden Jokowi juga menekankan bahwa langkah menaikkan Dana Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia lewat LPDP, langkah itu masih belum bisa membuat angka lulusan S2 dan S3 di Indonesia meningkat.

Walaupun jumlah penerima beasiswa LPDP meningkat tujuh kali lipat, Jokowi menilai bahwa langkah ini masih terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tinggi yang sebenarnya.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki penduduk usia produktif sekitar 187,2 juta jiwa pada tahun 2020. Dengan rasio lulusan S2 dan S3 hanya sekitar 0,45%, jumlah lulusan tingkat lanjut di Indonesia menjadi kurang dari 1 juta. Sementara itu, negara-negara tetangga telah berhasil menghasilkan lulusan tinggi dalam jumlah yang jauh lebih besar.

Urgensi meningkatkan rasio lulusan S2 dan S3 bukan hanya terkait dengan prestise akademis, melainkan juga erat kaitannya dengan kualitas hidup masyarakat.

Jenjang pendidikan memiliki dampak pada kualitas hidup, dan sebaliknya, kualitas hidup memengaruhi minat seseorang untuk melanjutkan pendidikan tinggi.

Meninjau Proporsi Penduduk Indonesia Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) per bulan Juni tahun 2022 menggambarkan bahwa hanya terdapat 6,41% dari total penduduk Indonesia telah mencapai jenjang pendidikan tinggi.

Rincian jumlah penduduk menurut jenjang pendidikan memberikan gambaran tentang tantangan akses dan kualitas pendidikan tinggi di negara ini.

  • S3: 61.271 jiwa
  • S2: 855.757 jiwa
  • S1: 12.081.571 jiwa
  • D3: 3.517.178 jiwa
  • D1 dan D2: 1.126.080 jiwa
  • SLTA: 57.533.189 jiwa
  • SLTP: 40.035.862 jiwa
  • Tamat SD: 64.446.545 jiwa
  • Belum Tamat SD: 30.685.363 jiwa
  • Tidak/Belum sekolah: 65.018.451 jiwa

Data ini menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap akses pendidikan tinggi di semua lapisan masyarakat, serta peningkatan kualitas pendidikan untuk mencapai target pembangunan berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas hidup dan daya saing bangsa.

Faktor Penyebab Rendahnya Minat Masyarakat Mengejar Pendidikan Pascasarjana

Rendahnya minat warga Indonesia untuk mengejar pendidikan lanjut pascasarjana dapat dijelaskan melalui beberapa faktor.

Pertama, di Indonesia masih minim lapangan kerja yang membutuhkan gelar pascasarjana selain dalam bidang riset. Hal inilah yang disinyalir menjadi hambatan utama.

Kedua, dalam konteks kompensasi, dunia kerja di Indonesia belum sepenuhnya memberikan apresiasi terhadap lulusan pascasarjana, kecuali dalam konteks penelitian. Hal ini menyebabkan rendahnya insentif bagi individu untuk mengejar jenjang pendidikan lebih tinggi.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Mencecap Masa Lalu lewat Es Krim di Kedai Jadul
Mencecap Masa Lalu lewat Es Krim di Kedai Jadul
Kata Netizen
Kini CFD Cibinong Tanpa Penjual Jajanan, Ada yang Berbeda?
Kini CFD Cibinong Tanpa Penjual Jajanan, Ada yang Berbeda?
Kata Netizen
Jalan-jalan ke Pasar Buku Legendaris Kwitang, Jakarta
Jalan-jalan ke Pasar Buku Legendaris Kwitang, Jakarta
Kata Netizen
Dunia Global Mesti Waspada Ancaman Penyakit Flu Burung
Dunia Global Mesti Waspada Ancaman Penyakit Flu Burung
Kata Netizen
Melihat Sekolah di Korea Selatan Mengurangi Sampah Makanan
Melihat Sekolah di Korea Selatan Mengurangi Sampah Makanan
Kata Netizen
Mencari Batas antara Teguran dan Kekerasan di Sekolah
Mencari Batas antara Teguran dan Kekerasan di Sekolah
Kata Netizen
Cara Petani Desa Talagasari Memaksimalkan Lahan
Cara Petani Desa Talagasari Memaksimalkan Lahan
Kata Netizen
Sikap Guru pada Murid yang Sering Disalahartikan
Sikap Guru pada Murid yang Sering Disalahartikan
Kata Netizen
Adakah Cara biar Adil Memberi Nafkah ke Orangtua?
Adakah Cara biar Adil Memberi Nafkah ke Orangtua?
Kata Netizen
Peran Komunitas Jaga Pariwisata di Pulau Merak Besar
Peran Komunitas Jaga Pariwisata di Pulau Merak Besar
Kata Netizen
ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?
ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?
Kata Netizen
Sudah Tidak Mau Pelihara, Kok Malah Hewannya Dibuang?
Sudah Tidak Mau Pelihara, Kok Malah Hewannya Dibuang?
Kata Netizen
Ragam Makanan Aceh Besar, Mana Jadi Favoritmu?
Ragam Makanan Aceh Besar, Mana Jadi Favoritmu?
Kata Netizen
Sudah Siapkah Menerima Bapak Rumah Tangga di Sekitar Kita?
Sudah Siapkah Menerima Bapak Rumah Tangga di Sekitar Kita?
Kata Netizen
Akan Tiba Satu Masa, Anak Enggan Diajak Pergi
Akan Tiba Satu Masa, Anak Enggan Diajak Pergi
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau