Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Belum lama ini ada fenomena unik yang terjadi saat acara peresmian perizinan mendirikan bangunan oleh Pemerintah Kota Makassar di Hotel Myko Makassar, Jumat (1/3/2024).
Pada acara itu, Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan “Danny” Pomanto meresmikan langsung kegiatan tersebut. Yang membuat acara ini unik adalah adanya gimmick sang wali kota menempelkan tangannya ke layar yang menampilkan gambar tangan.
Sekilas adegan dalam acara ini terlihat begitu canggih, advance, dan mengagumkan karena kegiatan di level pemerintahan bisa memanfaatkan teknologi masa depan secara maksimal.
Akan tetapi, perasaan itu luntur begitu saja saat Sang Wali Kota menempelkan tangannya ke layar. Pada saat itu, ternyata di layar yang menampilkan biometrik tangan tersebut muncul tampilan menu dengan tombol-tombol yang biasa kita temui dalam aplikasi video player yang terdapat di laptop/komputer.
Momen itu terekam, tersebar, dan viral di berbagai platform media sosial. Akibatnya, banyak warganet yang langsung menyadarinya dan memberikan berbagai komentar.
Ada yang meledek orang di balik layar yang bertugas sebagai operator video, ada yang meledek sang wali kota karena dianggap sebagai boomer yang tak tahu bahwa itu biometrik “jadi-jadian”, dan ada juga yang mengeluh bahwa lebih baik memperbaiki kualitas website milik pemerintah, karena ia merasa masih kesulitan update KTP yang harus dilakukan secara manual di zaman yang modern dan serba digital ini.
Di komentar lain, menurut salah satu warganet, adegan atau gimmick-gimmick pemanfaatan teknologi canggih sudah umum dilakukan sebagai simbolis launching product digital dan sering digunakan oleh banyak instansi sebagaimana halnya potong pita.
Melihat fenomena ini, apa yang bisa kita pelajari?
Berangkat dari kejadian tadi, lalu saya bertanya-tanya apakah gimmick semacam itu bisa menjadi suatu hal yang dinormalisasi saat ini? Jika iya, bagaimana semestinya kita mengambil sikap akan fenomena ini?
Bagi saya, yang jelas memang kita perlu menyadari bahwa dunia saat ini sudah dinominasi oleh kalangan Milenial dan Generasi Z yang sejak kecil sudah terbiasa dengan teknologi.
Komentar-komentar warganet tadi menjadi bukti bahwa dunia telah berkembang begitu cepat dan bukan lagi diisi oleh orang-orang dari generasi “senior” saja.
Kita semua yang hidup di zaman modern ini harus berkaca bahwa para Milenial dan Gen Z adalah manusia yang dididik dengan mengalami berbagai filtering teknologi.
Dengan teknologi-teknologi canggih ini pula lah berbagai ilusi maupun isu-isu yang beredar bisa diungkat sebenar-benarnya. Segala macam jenis informasi yang tersebar di berbagai platform digital akan diuji kebenarannya dengan berbagai komparasi yang ada, sehingga mereka terbiasa dengan keautentikan dan transparansi data.
Maka dari itu, bentuk gimmick seperti yang dilakukan oleh Wali Kota Makassar, tentu akan menjadi sesuatu yang “mengganggu” mereka karena pembawaannya dapat dikatakan sebagai hal yang “tidak jujur” bagi generasi muda.
Lalu, terkait gimmick biometrik “jadi-jadian” dan potong pita sebagai simbolis pada saat acara peresmian sejatinya bukanlah dua hal yang dapat dibandingkan satu sama lain.
Menurut berbagai catatan, acara potong pita saat peresmian adalah kegiatan bersejarah dari tahun 1900-an yang bermakna menjunjung tinggi permulaan sesuatu yang baru dengan cara sederhana.
Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan gimmick biometrik “jadi-jadian” yang mengesankan kemewahan, kecanggihan, keampuhan teknologi, akan tetapi di saat yang sama ternyata apa yang dilihat tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan malah “membohongi” diri sendiri serta banyak orang lainnya.
Kemudian, biometrik “jadi-jadian” ini juga memunculkan kesan negatif pada yang menyaksikan karena akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem dan semua kemudahan layanan berbasis teknologi yang ditawarkan dan dipromosikan oleh berbagai instansi.
Di zaman yang serba modern ini, melakukan gimmick semacam itu malah membuktikan bahwa banyak dari kita masih gagap akan semua perkembangan teknologi yang begitu cepat.
Penggunaan yang tak tepat sasaran, teknologi asal jadi, teknologi asal keren, dan teknologi asal-asal lainnya memperlihatkan bahwa kita belum siap. Alih-alih meninggalkan kesan canggih dan terlihat keren, justru gimmick teknologi “asal” tersebut malah membuat kita terlihat tertinggal begitu jauh dari sisi perkembangan teknologi.
Oleh karenanya, menggunakan cara tradisional seperti potong pita di sebuah acara peresmian masih menjadi hal yang sangat relevan dan justru akan menunjukkan kesederhanaan serta kejujuran pada semua pihak yang menyaksikan.
Sekarang, sebagai Milenial yang sedikit-banyak paham manajemen teknologi, saya ingin sedikit urun saran. Jika memang pada “senior” kita ingin menggunakan teknologi di setiap acara peresmian dan kegiatan lainnya agar terlihat keren, canggih, namun tetap otentik, ada beberapa cara yang bisa dilakukan.
Pertama, manfaatkan tablet touchscreen. Umumnya, tablet dengan touchscreen ini dapat dihubungkan ke layar berukuran lebih besar dan bisa menampilkan interface yang menggambarkan logo sebuah acara/kegiatan tertentu. Kemudian logo tersebut bisa langsung diklik lewat layar tablet sebagai bukti peresmian dan akan bisa disaksikan oleh khalayak melalui layar besar yang sudah dihubungkan sebelumnya.
Kedua, manfaatkan penggunaan voice control. Cara ini memanfaatkan aplikasi mobile yang dihubungkan ke layar dengan perintah suara khusus. Perintah suara ini harus diatur sebelumnya dengan pengenalan suara orang yang akan meresmikan atau memulai kegiatan tersebut. Seperti misalnya, presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wali kota, dan lain-lain.
Ketika orang tersebut memberi perintah yang sudah diatur sebelumnya, layar yang telah dihubungkan tadi akan menampilkan video opening peresmian acara atau kegiatan yang juga harus sudah diatur sebelumnya.
Dengan begitu, acara peresmian masih akan terlihat canggih dan keren serta meninggalkan kesan bahwa tak ada yang sia-sia dari pemanfaatan teknologi yang tepat sasaran serta tepat guna.
Selain itu, praktik-praktik tadi juga masih tergolong bisa dilakukan dengan anggaran instansi yang tak begitu besar jika dibandingkan dengan biaya membuat biometrik yang ternyata “jadi-jadian” seperti tadi.
Pendekatan semacam ini akan lebih mudah diterima generasi muda pada khususnya dan kita semua pada umumnya. Pemanfaatan teknologi yang sudah ada dengan cara unik akan lebih mendatangkan rasa kagum dan tentu akan lebih bermakna, ketimbang membuat sesuatu yang baru namun ternyata itu semua palsu belaka.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Fenomena Peresmian dengan Gimmick "Biometrik": Bukti Kita Gagap Konteks dan Teknologi?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.