Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aulia
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Aulia adalah seorang yang berprofesi sebagai Dosen. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Kenyataan Pahit di Balik Tagar #JanganJadiDosen

Kompas.com - 16/03/2024, 10:00 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Tentang Tagar #JanganJadiDosen

Profesi dosen di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat di tengah gelombang digitalisasi dan globalisasi. Baru-baru ini viral tagar #JanganJadiDosen di media sosial menjadi simbol dari keresahan mendalam yang dirasakan oleh banyak akademisi di negeri ini.

Tagar #JanganJadiDosen mencerminkan kenyataan pahit tentang kesejahteraan dosen di Indonesia yang kerap tidak sebanding dengan dedikasi dan kontribusinya terhadap pendidikan dan penelitian.

Banyak dosen yang merasa bahwa pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran mereka tidak mendapatkan apresiasi yang setimpal mengingat banyak dosen yang menerima gaji di bawah standar upah minimum.

Terkait hal ini, dilansir dari Kompas.com rentang gaji dosen berada di angka Rp2,6 juta hingga Rp5,9 juta per bulan untuk dosen yang bekerja di Perguruan Tinggi.

Besaran gaji dosen Indonesia ini jika dibandingkan dengan gaji dosen di negara Asia lain seperti, Malaysia, Jepang, dan lainnya masih tergolong cukup rendah.

Di negara-negara seperti Malaysia atau Jepang, profesi dosen begitu dihargai sebagai agen perubahan yang mampu menghasilkan sumber daya pendukung negara serta memberikan kontribusi penting di bidang sains dan teknologi.

Munculnya tagar #JanganJadiDosen secara tak langsung merupakan panggilan untuk aksi dan perubahan yang mendesak, agar dosen dapat bekerja dalam kondisi yang memungkinkan mereka untuk berkembang serta memberikan kontribusi terbaik untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Perubahan seperti apa yang harus diwujudkan? Jawabannya tentu mencakup peningkatan anggaran pendidikan, penyesuaian standar gaji dosen yang adil, hingga pengembangan sistem penelitian yang mendukung inovasi dan publikasi ilmiah.

Tagar ini harus dijadikan momentum untuk membangun sistem pendidikan yang lebih baik, yang tidak hanya menghargai para dosen sebagai tenaga kerja, tetapi juga sebagai pilar penting dalam pembangunan nasional.

Peningkatan Anggaran Pendidikan

Salah satu hal yang selama ini memengaruhi kesejahteraan dosen di Indonesia adalah anggaran pendidikan kita yang masih cukup rendah. Berdasarkan data Kementerian Keuangan Republik Indonesia, pada 2023 anggaran pendidikan nasional hanya sebesar 20,1% dari total anggaran negara atau sekitar 4,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Padahal aturan soal anggaran pendidikan ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menetapkan bahwa pemerintah wajib mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20% dari total anggaran negara atau minimal 5% dari PDB.

Masih rendahnya dana pendidikan ini yang menjadikan minimnya dana bagi perguruan tinggi, khususnya untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dosen.

Menurut data dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pada tahun 2023, alokasi dana bagi perguruan tinggi negeri hanya sebesar Rp29,9 triliun, sementara untuk perguruan tinggi swasta hanya sebesar Rp4,9 triliun.

Bahkan dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil yang dialokasikan untuk gaji, tunjangan, dan insentif dosen, serta untuk fasilitas penelitian dan pengembangan.

Oleh karenanya, peningkatan anggaran pendidikan adalah langkah awal penting untuk meningkatkan kesejahteraan dosen di Indonesia. Dengan adanya anggaran pendidikan yang lebih besar dari pemerintah, maka tentu perguruan tinggi akan lebih memiliki dana untuk membiayai kebutuhan dosen, seperti gaji, tunjangan, insentif, beasiswa, hibah, fasilitas, dan lain-lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Jumlah Mesin ATM Terus Berkurang, Ada Apa?

Jumlah Mesin ATM Terus Berkurang, Ada Apa?

Kata Netizen
4 Alasan Orang Indonesia Suka Makanan Pedas

4 Alasan Orang Indonesia Suka Makanan Pedas

Kata Netizen
Peran Vital Guru Honorer dan 'Cleansing' yang Terjadi

Peran Vital Guru Honorer dan "Cleansing" yang Terjadi

Kata Netizen
Menyikap 'Rayuan Bos', Apa yang Mesti Dilakukan Bawahan?

Menyikap "Rayuan Bos", Apa yang Mesti Dilakukan Bawahan?

Kata Netizen
Lembaga Survei, Elektabilitas, dan Strategi Partai

Lembaga Survei, Elektabilitas, dan Strategi Partai

Kata Netizen
Dari Seorang Introvert Kita Belajar...

Dari Seorang Introvert Kita Belajar...

Kata Netizen
Menyemangati Anak Ketika Gagal Masuk Sekolah Favorit

Menyemangati Anak Ketika Gagal Masuk Sekolah Favorit

Kata Netizen
Budget Tipis dari Klien, Terima atau Tolak?

Budget Tipis dari Klien, Terima atau Tolak?

Kata Netizen
5 Cara Meningkatkan Kinerja Guru Sesuai dengan Kurikulum Merdeka

5 Cara Meningkatkan Kinerja Guru Sesuai dengan Kurikulum Merdeka

Kata Netizen
Fenomena 'Makan Tabungan', Kenapa Bisa Makin Marak?

Fenomena "Makan Tabungan", Kenapa Bisa Makin Marak?

Kata Netizen
Pemimpin Populis pada Pilkada 2024

Pemimpin Populis pada Pilkada 2024

Kata Netizen
Istri Alami Baby Blues, Bukan Berarti Manja atau Lebay

Istri Alami Baby Blues, Bukan Berarti Manja atau Lebay

Kata Netizen
PPBD dan Niat Membuat Pendidikan Berkualitas serta Berkeadilan

PPBD dan Niat Membuat Pendidikan Berkualitas serta Berkeadilan

Kata Netizen
Apa yang Dipertimbangkan Sebelum Resign dari PNS?

Apa yang Dipertimbangkan Sebelum Resign dari PNS?

Kata Netizen
Ketika Judi Online Mulai Menyasar Pelajar

Ketika Judi Online Mulai Menyasar Pelajar

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com