Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Haris
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Abdul Haris adalah seorang yang berprofesi sebagai Bankir. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kompas.com - 25/04/2024, 09:15 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Dalam memori kita, ada saat di mana pihak tertentu mengusulkan kepada pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp600 triliun untuk dibagikan kepada masyarakat yang terdampak oleh pandemi.

Namun, Kementerian Keuangan dan BI menolak permintaan tersebut. Indonesia memetik pelajaran berharga dari pengalaman masa lalu terkait dengan masalah uang beredar.

Jejak Peristiwa Hiperinflasi

Pada dekade 1960-an, pemerintah meluncurkan proyek-proyek yang menghabiskan anggaran besar. Proyek-proyek tersebut termasuk pembangunan fasilitas olahraga seperti yang sekarang dikenal sebagai Gelora Bung Karno, Monumen Nasional, Hotel Indonesia, dan sebagainya. Tujuan di balik proyek-proyek raksasa itu adalah untuk meningkatkan reputasi bangsa yang baru merdeka di mata dunia.

Pada saat yang hampir bersamaan, Indonesia sedang berjuang untuk mengatasi krisis ekonomi. Untuk menanggulangi inflasi yang meningkat, terutama pada tahun 1957 dan 1958, pemerintah mengambil langkah-langkah moneter yang berani pada tahun 1959. Salah satu langkah yang paling terkenal adalah sanering, yaitu penurunan nilai uang kertas dari Rp500 menjadi Rp50 dan Rp1.000 menjadi Rp100.

Namun, setelah kebijakan itu diambil, jumlah kredit yang diberikan oleh BI dan bank-bank umum justru meningkat. Akibatnya, jumlah uang beredar melonjak lebih dari dua kali lipat.

Kenaikan jumlah uang beredar ini menyebabkan permintaan masyarakat meningkat. Sementara itu, pasokan barang dari dalam negeri dan impor tidak meningkat sebanding.

Dampaknya, terjadi lagi kenaikan harga barang dan biaya hidup lainnya. Tingkat inflasi menjadi tidak terkendali, mencapai 22% pada tahun 1959 dan 38% pada tahun 1960.

Jumlah uang beredar terus meningkat dalam beberapa tahun berikutnya, sebagian besar karena utang pemerintah dan pemberian kredit perbankan.

Utang pemerintah terus meningkat dari tahun 1961 hingga 1966, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 1964 dan 1965. Ini menjadi penyebab utama dari hiperinflasi yang mencapai 635% pada tahun 1966.

Krisis Moneter 1998

Menuju akhir era Orde Baru, Indonesia mengalami krisis multidimensi, termasuk di sektor ekonomi.

Kepercayaan masyarakat pada perbankan mencapai titik terendah pada tahun 1998. Hal ini tercermin dari penarikan dana besar-besaran dari bank. Akibatnya, perbankan mengalami kekurangan dana atau likuiditas. Hal ini dipicu oleh penurunan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

BI kemudian mengambil kebijakan penyuntikan dana besar-besaran ke pasar dalam beberapa waktu. Kebijakan ini menyebabkan lonjakan inflasi, mencapai puncaknya sebesar 58%. Namun, ketika pertumbuhan jumlah uang beredar melambat, inflasi juga kembali menurun.

Uang Beredar dan Inflasi

Pengalaman dengan hiperinflasi dan krisis moneter mengajarkan pentingnya pengendalian uang beredar di Indonesia.

Mengendalikan jumlah uang beredar adalah bagian dari kebijakan moneter BI untuk menjaga nilai Rupiah tetap stabil. Stabilitas ini tercermin dari perkembangan harga barang dan jasa yang wajar, yang tercermin dari inflasi yang rendah dan stabil.

Kebijakan moneter lainnya, seperti menjaga nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing tetap stabil, juga diperlukan untuk menjaga inflasi tetap terkendali.

Kombinasi inflasi yang rendah dan stabil dengan nilai tukar Rupiah yang stabil sangat penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ini diatur dalam UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Dengan demikian, BI dalam menjaga nilai Rupiah harus sejalan dengan upaya mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengendalian uang beredar tidak hanya berkaitan dengan inflasi, tetapi juga dengan pertumbuhan ekonomi.

Tentu saja, tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi saat ini adalah inflasi yang rendah dan stabil, serta pertumbuhan ekonomi yang baik.

Selain itu, inflasi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh uang beredar dan nilai tukar, tetapi juga oleh kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga bahan bakar minyak, tarif listrik, atau transportasi, serta faktor alam seperti cuaca.

Kebijakan yang Diperhitungkan

Krisis ekonomi akibat pandemi akhirnya diatasi melalui kebijakan pembiayaan bersama antara pemerintah dan BI. Kebijakan ini lebih baik daripada hanya meningkatkan jumlah uang beredar, seperti yang diusulkan sebelumnya.

Saat pandemi, ekonomi global dan domestik sedang mengalami kesulitan. Meningkatkan jumlah uang beredar berisiko meningkatkan inflasi, yang akan memperburuk kondisi ekonomi.

Langkah cepat memang diperlukan dalam keadaan darurat, tetapi harus mempertimbangkan risikonya. Kebijakan yang berpotensi meningkatkan inflasi sebaiknya dihindari atau setidaknya diminimalkan.

Namun, ada fenomena menarik selama pandemi. Sebuah artikel berjudul "Inflasi dan Anomali Pertumbuhan Uang Beredar" oleh Haryo Kuncoro mencatat bahwa meskipun terjadi akselerasi jumlah uang beredar pada akhir tahun 2021, angka pertumbuhan uang beredar jauh lebih tinggi daripada inflasi. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar tidak berdampak signifikan pada kenaikan inflasi.

Menurut Haryo, hal ini disebabkan oleh fakta bahwa uang beredar yang berlebihan tidak berdampak pada sektor riil, tetapi hanya disimpan dalam rekening tabungan atau deposito berjangka.

Kondisi ini dapat disebut sebagai anomali, sulit untuk diprediksi. Oleh karena itu, dalam situasi krisis, kebijakan yang lebih terukur tetap lebih diutamakan.

Kompleksitas Ekonomi

Waktu telah membuktikan bahwa tantangan ekonomi dalam berbagai bentuknya tidak pernah berhenti.

Dari gejolak inflasi tahun 1960-an, krisis moneter 1998, hingga pandemi Covid-19, Indonesia telah menghadapi berbagai ujian. Namun, tantangan-tantangan baru terus muncul, termasuk pengaruh geopolitik yang belum berakhir.

Dalam dinamika ekonomi yang semakin cepat, seperti kemunculan ekonomi digital dan integrasi perekonomian global yang semakin kuat, kompleksitas yang dihadapi semakin meningkat.

BI sebagai bank sentral telah mengadopsi strategi bauran kebijakan yang lebih mutakhir. Kebijakan yang diterapkan tidak hanya berfokus pada aspek moneter, termasuk pengendalian uang beredar, tetapi juga melibatkan kebijakan makro prudensial dan manajemen aliran modal asing.

Selain itu, koordinasi antara pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya semakin intensif, seperti melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Koordinasi yang solid diperlukan agar kebijakan yang diambil oleh masing-masing pihak efektif dan sejalan menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Saat kita menyadari bahwa tantangan ekonomi tidak pernah berhenti, kita juga harus menyadari bahwa kolaborasi dan kebijakan yang bijaksana adalah kunci untuk menghadapinya.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Alasan Uang Beredar Harus Dikendalikan"

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Kata Netizen
Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com