Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Andi Firmansyah
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Muhammad Andi Firmansyah adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ketika Menerima Nasehat Orang Lain Terasa Berat untuk Dijalani

Kompas.com - 31/08/2024, 09:25 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Jika Anda kebetulan seorang anggota kru pesawat pengebom pada awal-awal Perang Dunia II, sebaiknya Anda tak berharap banyak untuk pulang dengan selamat. Bayangkan saja, Anda akan terbang di atas seluruh bangsa yang berlomba-lomba membidik dan membunuh Anda; lupakan masa depan dan ciumlah kekasih Anda untuk terakhir kalinya sebelum berangkat.

Peluang hidup Anda hampir sama dengan bertelanjang dada melintasi lapangan sepak bola yang dipenuhi lebah mengamuk. Anda mungkin berhasil menyeberang sekali-dua-kali, tetapi jika Anda terus berlari bolak-balik, pada akhirnya nasib mujur Anda akan habis. Sejarawan Kevin Wilson menggambarkan orang-orang seperti Anda "sudah menjadi hantu" bahkan sebelum lepas landas.

Hal itu sangat meresahkan Angkatan Udara Amerika Serikat. Mereka bertanya-tanya apakah peluang selamat para penerbang di Perang Dunia II dapat ditingkatkan. Sementara di tempat lain para ahli kriptografi sibuk memecahkan Enigma Jerman dan para fisikawan menciptakan bom atom, Angkatan Udara Amerika Serikat mengundang para ahli matematika.

Para insinyur militer sebenarnya tahu bahwa pesawat pengebom mereka memerlukan lebih banyak lapis baja, tetapi mereka tidak tahu bagian mana persisnya. Mereka jelas tidak bisa melapisi semua bagian dengan lapis baja; jika iya, pesawat pengebom mereka akan berubah menjadi tank darat. Itu tidak akan lepas landas sama sekali.

Mereka pun mengamati pesawat-pesawat pengebom yang telah kembali dari wilayah musuh dan mencatat bagian mana saja yang mengalami kerusakan paling parah. Mereka mendapati pola berulang: peluru cenderung terakumulasi di sepanjang sayap, sekitar penembak ekor, dan bagian tengah pesawat.

Secara intuitif, mereka akhirnya berencana untuk memperkuat area-area tersebut, kemudian melaporkannya kepada sekelompok ahli matematika, yang merupakan tangan panjang dari Universitas Columbia. Rencana ini mungkin akan menjadi salah satu keputusan paling bodoh Angkatan Udara Amerika Serikat jika tidak dikoreksi oleh ahli matematika Abraham Wald.

Fakta bahwa mereka tertembak dan toh masih bisa terbang dengan selamat membuktikan bahwa bagian-bagian tersebut tidak perlu diperkuat. Sebaliknya, jelas Wald, pesawat-pesawat yang tidak selamatlah yang paling membutuhkan perlindungan ekstra, dan mereka mungkin tertembak bukan pada ketiga bagian tersebut.

Jika mulanya Anda berpikiran sama dengan para insinyur militer, Anda mengalami apa yang disebut "survivorship bias" (bias penyintas). Sesat pikir ini merujuk pada kesalahan ketika kita hanya mempertimbangkan data dari subjek yang berhasil melewati proses seleksi dan tidak menghiraukan subjek yang gagal.

Sederhananya lagi, bias ini terjadi saat kita mengambil kesimpulan berdasarkan pada mereka yang "selamat" dan mengabaikan sisanya. Terkadang itu berarti kita hanya berfokus pada yang hidup daripada yang mati, atau pada pemenang ketimbang pecundang, atau pada kesuksesan alih-alih kegagalan.

Dalam kasus Wald, militer berfokus pada pesawat yang berhasil pulang dan nyaris membuat keputusan buruk karena mengabaikan pesawat yang sebenarnya paling membutuhkan lapis baja tambahan, yaitu pesawat-pesawat yang gugur selama bertugas.

Tentu, mudah untuk melihat ke belakang dan menyadari betapa bodohnya kesalahan seperti itu. Namun, ketika kesalahan tersebut berada di pelupuk mata kita sendiri, kita jarang sekali menyadarinya. Kita tetap melakukannya dalam banyak kesempatan, terutama jika kita bukan ahli matematika yang handal seperti Wald.

Atau, sebenarnya tidak juga.

Dalam bukunya yang luar biasa "Fooled By Randomness", Nicholas Taleb mengamati bahwa survivorship bias sudah menjadi hal yang kronis bahkan (atau mungkin terutama) di kalangan profesional. Mari saya ceritakan satu contoh kesukaan saya, sebuah kisah yang, sebagai bagian dari dunia akademik, sangat rentan saya lakukan.

Sebuah penelitian tahun 1987 melaporkan bahwa kucing yang terjatuh dari lantai enam atau lebih rendah cenderung mengalami cedera yang lebih parah daripada kucing yang terjatuh dari lantai yang lebih tinggi. Para dokter hewan menyebutnya "high-rise syndrome", kasus ketika kucing mengalami cedera akibat terjatuh dari bangunan yang lebih tinggi dari lantai dua.

Para peneliti memperkirakan bahwa keanehan itu terjadi karena kucing mencapai kecepatan akhir setelah jatuh dari lantai lima atau lebih. Selanjutnya, mereka dapat meluruskan diri dan menjadi rileks, terjun membentang seperti halnya tupai terbang. Spekulasi ini segera diterima secara luas sebagai fakta.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau