Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Budi Susilo
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Karena Faktor Ekonomi Banyak Orang Berburu Koin Jagat?

Kompas.com - 19/01/2025, 17:42 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Beberapa waktu terakhir ini, demam permainan Koin Jagat dengan godaan hadiah uang tunai melanda Jakarta, Bandung, Surabaya.

Namun, perburuan "harta karun" ini menyebabkan kerusakan fasiltas umum, tempat yang diperkirakan pemburunya sebagai peletakan koin berhadiah.

Imbas kerusakan tersebut, pengelola Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta menyurati penyedia aplikasi agar membatalkan (take down) titik koin di wilayahnya, virtual pun fisik.

Bandung mengalami kerusakan di taman-taman kota sehubungan dengan kegandrungan berbagai pihak memburu Koin Jagat. Demikian pula di Surabaya, sejumlah fasilitas umum rusak.

Perburuaan Koin Jagat pun menuai beragam reaksi. Heboh betul! Jadi penasaran, apa sih yang dimaksud dengan perburuan Koin Jagat?

Koin Jagat dimainkan melalui aplikasi Jagat. Bertumpu pada teknologi peta, maka pengguna berusaha mencari koin yang diletakkan di tempat tersembunyi. 

Kata penyedianya, koin tidak diletakkan di balik lantai atau di dalam tanah. Namun, pada kenyataannya para pemain membongkar paving dan menginjak tanaman selama perburuan koin.

Koin-koin tersebut demikian berharga, sehingga pemburunya tidak memikirkan kerusakan ditimbulkan.

Bagaimana tidak? Koin-koin perunggu, perak, emas bisa ditukar dengan uang Rp300 ribu hingga Rp100 juta, tergantung jenis koin didapat.

Menggiurkan, bukan? Bermain dan mendapatkan keuntungan finansial lebih dari lumayan, jika beruntung. Maka sebagian penggunanya mengacak-acak fasilitas umum demi memburunya,

Success story teman atau yang ditayangkan di media sosial membuat aplikasi jagat kian populer. Apalagi dalam situasi tekanan ekonomi yang dirasa kian berat, permainan ini menjadi sebuah harapan mendapatkan uang secara instan.

Harapan mendapatkan hadiah seperti pernah terjadi di zaman dulu. Tahun 1978 Undian Harapan menjadi jalan pintas bagi sebagian orang. Mereka berharap hadiah sebagai jalan keluar dari tekanan ekonomi. Kalau nyangkut!

Undian Harapan merupakan transformasi dari lotre, seingat saya kerap disebut-sebut sebagai Nalo atau Nasional Lotere, yang sempat legal pada zaman setelah kemerdekaan hingga tahun 1960-an. 

Dalam perkembangan berikutnya, Undian Harapan berganti kulit menjadi Sumbangan Sosial Berhadiah (SSB), kupon Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas) yang mengadopsi pertaruhan Forecast di Inggris, Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah (KSOB), dan Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah atau SDSB.

Penyelenggara atau bandar adalah pihak yang menang banyak. Bayangkan, pada tahun 1988 SSB berhasil menarik uang masyarakat hampir satu triliun, sementara pembeli undian bermimpi indah..

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau