Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Dahron
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Muhammad Dahron adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Apa yang Membuat Hidup Sederhana Jadi Pilihan?

Kompas.com - 30/03/2025, 12:15 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Apa yang menarik dari hidup sederhana? Apakah benar kini kita sudah masuk pada fase "dipaksa" untuk hidup secara sederhana? 

Pada  era modern yang penuh dengan gemerlap media sosial dan gaya hidup konsumtif, muncul tren baru yang cukup kontras: hidup sederhana.

Gaya hidup yang dulu sering dikaitkan dengan keterbatasan ekonomi kini justru menjadi pilihan sadar bagi banyak orang.

Di tengah derasnya arus informasi dan tuntutan sosial yang mendorong konsumsi berlebihan, semakin banyak individu yang merasa bahwa memiliki lebih banyak barang tidak selalu berbanding lurus dengan kebahagiaan.

Hidup sederhana bukan lagi sekadar tentang menghemat uang, tetapi juga tentang menemukan ketenangan, mengurangi stres, dan menikmati hidup dengan cara yang lebih bermakna. 

Dari memilih barang dengan lebih selektif hingga mengurangi ketergantungan pada status sosial, tren ini semakin berkembang dan menjadi alternatif bagi mereka yang ingin hidup lebih bebas dari tekanan materialisme. 

Tapi mengapa fenomena ini semakin populer? Apa yang membuat hidup sederhana kini menjadi pilihan, bukan sekadar keterpaksaan?

1. Kesadaran Akan Kesejahteraan Mental

Tekanan untuk terus mengikuti standar hidup yang tinggi sering kali menyebabkan stres dan kecemasan. 

Tuntutan untuk selalu tampil sempurna, memiliki barang mewah, dan mengikuti tren terbaru bisa membuat seseorang merasa terbebani, baik secara finansial maupun mental. 

Media sosial memperparah kondisi ini dengan menciptakan ilusi bahwa kebahagiaan hanya bisa diraih melalui kesuksesan materi.

Namun, semakin banyak orang yang mulai menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu datang dari memiliki lebih banyak, melainkan dari hidup yang lebih sederhana dan terfokus pada hal-hal yang benar-benar bernilai. 

Dengan mengurangi ekspektasi sosial dan menyesuaikan gaya hidup dengan kebutuhan nyata, seseorang dapat menemukan ketenangan batin dan menjalani hidup yang lebih autentik.

2. Ekonomi yang Lebih Berkelanjutan

Krisis ekonomi global dan inflasi membuat banyak orang mulai berpikir ulang tentang cara mereka mengelola keuangan. 

Harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, ketidakpastian pekerjaan, dan biaya hidup yang semakin tinggi mendorong individu untuk lebih bijak dalam mengatur pengeluaran. 

Dalam kondisi seperti ini, gaya hidup sederhana bukan hanya sekadar tren, tetapi juga strategi untuk bertahan dan mencapai stabilitas finansial.

Banyak orang mulai mengadopsi kebiasaan seperti mengurangi belanja impulsif, lebih memilih barang yang tahan lama daripada yang hanya mengikuti mode, serta beralih ke gaya hidup minimalis yang lebih efisien. 

Mereka juga lebih sadar akan pentingnya menabung dan berinvestasi untuk masa depan, daripada menghabiskan uang untuk hal-hal yang sifatnya sementara.

3. Dampak Positif bagi Lingkungan

Hidup sederhana sering kali berkaitan dengan konsep minimalisme dan keberlanjutan. 

Dalam dunia yang semakin sadar akan dampak lingkungan, banyak orang mulai menyadari bahwa pola konsumsi berlebihan berkontribusi pada limbah dan eksploitasi sumber daya alam. 

Dengan memilih untuk hidup lebih sederhana, mereka tidak hanya mengurangi beban finansial, tetapi juga membantu menjaga keseimbangan ekosistem.

Minimalisme mengajarkan bahwa memiliki lebih sedikit barang bukan berarti kehilangan kualitas hidup, melainkan justru mendapatkan lebih banyak ruang, waktu, dan ketenangan. 

Orang-orang yang mengadopsi gaya hidup ini cenderung lebih selektif dalam membeli sesuatu, memastikan bahwa setiap barang yang dimiliki benar-benar memiliki nilai guna dan bukan sekadar pemuas keinginan sesaat.

4. Perubahan Prioritas Hidup

Dulu, kesuksesan sering diukur dari seberapa banyak seseorang memiliki barang mewah atau aset. 

Rumah besar, mobil mewah, pakaian bermerek, dan gaya hidup glamor sering dijadikan standar keberhasilan seseorang dalam masyarakat. 

Namun, seiring berjalannya waktu, perspektif terhadap kesuksesan mulai bergeser. Banyak orang kini menyadari bahwa kepemilikan materi yang berlebihan tidak selalu menjamin kebahagiaan atau kepuasan hidup.

Alih-alih mengukur kesuksesan dari jumlah harta benda, banyak individu kini lebih menilai keberhasilan dari kualitas hidup yang mereka jalani. 

Waktu luang, kesehatan mental yang stabil, hubungan yang harmonis, dan kebebasan dalam menentukan jalan hidup sendiri menjadi aspek yang lebih dihargai. 

Kesadaran ini semakin diperkuat oleh pengalaman banyak orang yang merasa terjebak dalam lingkaran konsumsi tanpa akhir, di mana semakin banyak yang mereka miliki, semakin besar pula tekanan untuk mempertahankannya.

5. Tren Digital dan Remote Working

Kemajuan teknologi memungkinkan banyak pekerjaan dilakukan dari mana saja. 

Fenomena ini telah mengubah cara orang memandang kehidupan dan pekerjaan, terutama dengan semakin populernya sistem kerja remote dan fleksibel. 

Jika dulu seseorang harus tinggal di kota besar dengan biaya hidup tinggi demi mendapatkan pekerjaan yang layak, kini banyak yang memilih pindah ke daerah yang lebih tenang dan terjangkau tanpa harus mengorbankan karier mereka.

Dengan adanya internet, platform digital, dan berbagai alat komunikasi modern, bekerja tidak lagi harus dilakukan dari kantor fisik. 

Hal ini memberikan kesempatan bagi banyak orang untuk menjalani gaya hidup yang lebih sederhana, jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. 

Banyak pekerja lepas, digital nomad, dan profesional yang memilih hidup minimalis, mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, serta lebih fokus pada pengalaman dan kebebasan dibandingkan akumulasi materi.

Kesimpulan

Hidup sederhana kini bukan lagi keterpaksaan, melainkan pilihan sadar untuk mencapai keseimbangan dan kebahagiaan dalam hidup. 

Dalam dunia yang serba cepat dan penuh dengan tekanan sosial, banyak orang mulai menyadari bahwa memiliki lebih banyak tidak selalu berarti hidup lebih baik. 

Justru dengan menyederhanakan gaya hidup, mereka bisa mengurangi stres, mengelola keuangan dengan lebih bijak, dan menikmati hidup dengan cara yang lebih autentik.

Kesadaran akan kesejahteraan mental, keberlanjutan lingkungan, serta fleksibilitas yang ditawarkan oleh teknologi semakin memperkuat tren ini. 

Hidup sederhana bukan hanya tentang mengurangi barang, tetapi juga tentang memprioritaskan hal-hal yang benar-benar bernilai kesehatan, hubungan yang bermakna, waktu untuk diri sendiri, dan kebebasan dalam menentukan arah hidup.

Pada akhirnya, kesederhanaan bukanlah tanda keterbatasan, melainkan bentuk kebebasan. Dengan melepaskan diri dari tekanan konsumtif dan ekspektasi sosial yang tidak perlu, seseorang dapat menjalani hidup dengan lebih ringan, lebih fokus pada hal yang benar-benar penting, dan merasakan kebahagiaan yang lebih tulus. 

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengapa Hidup Sederhana Kini Jadi Pilihan, Bukan Sekedar Keterpaksaan?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Selain 'Ramah', Apa yang Dibutuhkan Siswa Baru saat MPLS?
Selain "Ramah", Apa yang Dibutuhkan Siswa Baru saat MPLS?
Kata Netizen
Kalau Sudah 'Uang Kita', Apakah Suami akan Malas Bekerja?
Kalau Sudah "Uang Kita", Apakah Suami akan Malas Bekerja?
Kata Netizen
Tahun Ajaran Baru Serba Baru, Memangnya Perlu?
Tahun Ajaran Baru Serba Baru, Memangnya Perlu?
Kata Netizen
Drama-drama yang Terjadi Hari Pertama Masuk Sekolah
Drama-drama yang Terjadi Hari Pertama Masuk Sekolah
Kata Netizen
Tentang Anggaran pada Awal Tahun Ajaran Sekolah
Tentang Anggaran pada Awal Tahun Ajaran Sekolah
Kata Netizen
Terbiasa Hidup Berdampingan dengan Sampah, Bisa?
Terbiasa Hidup Berdampingan dengan Sampah, Bisa?
Kata Netizen
Melihat dengan Jelas Paradoks 'Needing Nothing Attracts Everything'
Melihat dengan Jelas Paradoks "Needing Nothing Attracts Everything"
Kata Netizen
Musim Bediding, Tradisi, dan Orang Toraja
Musim Bediding, Tradisi, dan Orang Toraja
Kata Netizen
'Kangkung Cabut', Kangkung yang Bisa Dipanen Berkali-kali
"Kangkung Cabut", Kangkung yang Bisa Dipanen Berkali-kali
Kata Netizen
Liburan Sekolah Sambil Belajar, Memangnya Bisa?
Liburan Sekolah Sambil Belajar, Memangnya Bisa?
Kata Netizen
Menyiapkan Diri untuk Jadi Pasangan (yang) Sempurna
Menyiapkan Diri untuk Jadi Pasangan (yang) Sempurna
Kata Netizen
Apa yang Bikin Punya Rumah Pakai KPR Sulit?
Apa yang Bikin Punya Rumah Pakai KPR Sulit?
Kata Netizen
Apakah Kemampuan Menulis Tangan Berguna di Masa Depan?
Apakah Kemampuan Menulis Tangan Berguna di Masa Depan?
Kata Netizen
Ini Cara Deteksi Barang KW di Marketplace
Ini Cara Deteksi Barang KW di Marketplace
Kata Netizen
Cerita Orangtua yang Anaknya Latihan Main 'Push Bike'
Cerita Orangtua yang Anaknya Latihan Main "Push Bike"
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau