Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Billy Steven Kaitjily
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Billy Steven Kaitjily adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kompas.com - 16/04/2025, 11:26 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Ada yang selalu terulang setiap tahunnya ketika memasuki masa-masa lebaran: pulang kampung dan membawa "orang baru" dari kampung untuk ke Jakarta.

Para pendatang ini punya harapan serupa, paling tidak, bisa sesukses pendahulunya yang lebih awal merantau ke Ibu Kota.

Fenomena urbanisasi pasca-Lebaran ini telah menjadi bagian dari dinamika tahunan Jakarta. Namun, tahun 2025 menunjukkan tren yang berbeda.

Penurunan signifikan dalam jumlah pendatang hingga strategi pemerintah mengelola urbanisasi menuju Jakarta yang inklusif dan berkelanjutan. 

Penurunan Signifikan dalam Jumlah Pendatang

Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta menunjukkan bahwa, pada periode 8 hingga 11 April 2025, hanya 1.084 pendatang baru yang tercatat masuk ke Jakarta, dengan 572 di antaranya perempuan dan 512 laki-laki.

Wilayah Jakarta Timur menjadi tujuan terbanyak, diikuti oleh Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Kepulauan Seribu (sumber: Kompas.com). 

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai sekitar 7.243 pendatang baru.

Penurunan ini mencerminkan perubahan dalam pola migrasi dan persepsi masyarakat terhadap Jakarta.

Meskipun Jakarta tak lagi menjadi pusat pemerintahan nasional seiring dengan pemindahan ibu kota ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, kota ini tetap menjadi magnet bagi pencari kerja dan peluang ekonomi.

Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penurunan angka urbanisasi ke Jakarta, antara lain:

Pertama, pemerataan pembangunan di wilayah sekitar Jakarta. Peningkatan kualitas hidup dan kesempatan kerja di wilayah sekitar Jakarta, seperti Bodetabek, membuat masyarakat lebih memilih menetap di daerah tersebut.

Kedua, kesadaran akan tantangan hidup di Jakarta. Biaya hidup yang tinggi, termasuk sewa tempat tinggal dan kebutuhan pokok, membuat banyak orang berpikir ulang untuk merantau ke ibu kota.

Ketiga, kebijakan pemerintah yang lebih ketat: Disdukcapil DKI Jakarta memperketat administrasi kependudukan dengan memastikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya diberikan kepada penduduk yang benar-benar tinggal di Jakarta sesuai domisili. 

Strategi Pemprov DKI Jakarta Mengelola Urbanisasi

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibu kota (DKI) Jakarta sendiri telah mengambil langkah proaktif untuk mengelola arus urbanisasi:

Pertama, penataan administrasi kependudukan. Disdukcapil DKI Jakarta menekankan pentingnya pendatang baru untuk memenuhi syarat administrasi, seperti memastikan identitas kependudukan sesuai dengan domisili tempat tinggal.

Kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pemerintah menyediakan balai latihan kerja untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pelatihan yang ditawarkan tidak hanya keterampilan teknis, tetapi juga bahasa asing seperti Korea, Jepang, dan Mandarin, guna meningkatkan daya saing tenaga kerja Jakarta di kancah global.

Ketiga, regulasi bantuan sosial. Disdukcapil tengah menyusun rancangan peraturan daerah (Perda) terkait pendatang di Jakarta.

Salah satu poin utama dalam Perda ini adalah aturan mengenai bantuan sosial bagi pendatang, di mana pendatang di Jakarta bisa mendapatkan fasilitas bantuan sosial jika sudah menetap selama 10 tahun.

Penurunan angka urbanisasi pasa-Lebaran memberikan kesempatan bagi Jakarta untuk merefleksikan dan merumuskan strategi pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Pengembangan kawasan terpadu yang terintegrasi dengan jaringan transportasi massal, penyediaan hunian vertikal berkepadatan rendah-sedang, dan pembangunan fasilitas umum yang lengkap dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas hidup warga kota.

Selain itu, penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan kota yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh warganya.

Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat perlu berkolaborasi dalam mengembangkan berbagai potensi yang ada di daerah, sehingga tidak semua orang merasa perlu merantau ke Jakarta untuk mencari kehidupan yang lebih baik. 

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa, urbanisasi pasca-Lebaran 2025 menunjukkan tren penurunan yang signifikan, mencerminkan perubahan dalam pola migrasi dan persepsi masyarakat terhadap Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengambil langkah proaktif untuk mengelola arus urbanisasi, termasuk penataan administrasi kependudukan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan penyusunan regulasi bantuan sosial.

Ke depan, Jakarta perlu terus berinovasi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menciptakan kota yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh warganya.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Urbanisasi Pasca-Lebaran: Momentum Refleksi dan Strategi Menuju Jakarta yang Inklusif dan Berkelanjutan"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Kata Netizen
Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kata Netizen
Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Kata Netizen
'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
'Fatherless' bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

"Fatherless" bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

Kata Netizen
Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Mudik Backpacker, Jejak Karbon, dan Cerita Perjalanan

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau