Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Pertanyaan penting yang sering luput ditanyakan dalam proses penjurusan adalah: siapa kamu ingin menjadi?
Bukan sekadar mau jadi apa, karena jawaban seperti dokter, pengacara, atau pengusaha sering kali adalah cermin dari ekspektasi sosial.
Namun, lebih dalam dari itu: siapa kamu ingin menjadi? Oang seperti apa kamu ingin hadir di dunia ini?
Seorang siswa bisa saja ingin menjadi seseorang yang menginspirasi orang lain, yang membantu masyarakat, atau yang menata ruang agar nyaman dihuni.
Bisa jadi panggilannya adalah psikologi, desain, atau jurnalisme. Tapi ketika semua anak diarahkan ke IPA hanya karena "lebih baik", kita sedang mencabut akar jati diri mereka.
Howard Gardner, tokoh teori multiple intelligences, menyebutkan bahwa ada lebih dari satu jenis kecerdasan manusia: logis-matematis, linguistik, interpersonal, musikal, kinestetik, dan lain-lain. Menyempitkan kecerdasan hanya pada sains eksak adalah bentuk lain dari pengabaian.
Mendengarkan Lebih Dalam
Seringkali siswa sendiri bingung menentukan jurusan karena tidak terbiasa diajak mendengarkan dirinya sendiri.
Proses penjurusan yang sehat harus dimulai dengan dialog: antara siswa, guru, dan orang tua. Bukan sekadar melihat nilai rapor, tapi juga mendengar cerita mereka.
Apa yang membuat mereka bersemangat? Hal apa yang membuat mereka rela mengerjakan sesuatu berjam-jam tanpa lelah?
"Let yourself be silently drawn by the strange pull of what you really love. It will not lead you astray." - Rumi
Cinta pada suatu bidang adalah bahan bakar jangka panjang. Mereka yang memilih jurusan berdasarkan cinta, bukan paksaan, biasanya lebih tahan menghadapi rintangan, lebih kreatif dalam belajar, dan lebih percaya diri menata masa depannya.
Jurusan Bukan Takdir
Hal lain yang juga penting adalah menyadari bahwa jurusan bukanlah takdir abadi. Banyak orang sukses bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan jurusannya di SMA atau kuliah. Dunia kerja dan dunia kehidupan jauh lebih luas daripada kotak-kotak jurusan.
Artinya, keputusan jurusan bukan akhir dari dunia. Ia hanyalah satu langkah dalam proses menjadi manusia seutuhnya.