Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Tips sederhana? Coba buat simulasi anggaran bulanan sebelum menikah. Hitung berapa biaya hidup jika harus ditanggung berdua, lalu bandingkan dengan total penghasilan.
Jika hasilnya minus, mungkin saatnya diskusi serius: mau kurangi jajan kopi atau nego kenaikan gaji ke bos?
Pertanyaan Kedua: "Bagaimana Jika Salah Satu di-PHK atau Sakit Berkepanjangan?"
PHK massal di sektor teknologi awal tahun ini menjadi pengingat pahit: di era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity), tidak ada yang benar-benar aman.
Bayangkan pasangan yang menggantungkan hidup pada dua gaji, lalu tiba-tiba salah satu di-PHK. Tanpa dana darurat, mereka bisa terpaksa jual motor atau---lebih parah---menggerus tabungan pendidikan anak.
Ambil contoh kisah Aril dan Maya. Andi bekerja di startup yang tiba-tiba collaps, sementara Maya harus menanggung semua biaya rumah tangga dengan gaji Rp8 juta sebagai guru honorer?
"Kami seperti memeras batu sampai darah keluar," ujarnya. Mereka tak punya asuransi kesehatan, sehingga ketika Maya dirawat karena tipes, Aril harus meminjam uang ke pinjol.
Cerita ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menegaskan: dana darurat 6x pengeluaran bulanan dan asuransi kesehatan bukan lagi optional, melainkan mandatory---seperti helm saat naik motor.
Pertanyaan Ketiga: "Sudahkah Visi Finansial Kita Selaras?"
Pernah dengar pasangan yang bertengkar karena satu ingin beli rumah, sementara yang lain ingin jalan-jalan ke Eropa? Atau suami yang ingin investasi saham, sementara istri lebih memilih melunasi utang KTA?
Ini bukan sekadar perbedaan selera, tapi benturan visi finansial yang bisa menggerogoti hubungan.
Psikolog keluarga, Dr. Aisyah Rahman, menyebutkan bahwa 7 dari 10 pasiennya mengalami stres pernikahan akibat ketidakselarasan tujuan keuangan.
"Masalahnya bukan pada jumlah uang, tapi pada cara memaknai uang itu," jelasnya.
Misalnya, pasangan yang dibesarkan di keluarga pas-pasan mungkin ingin fokus pada tabungan darurat, sementara yang terbiasa hidup berkecukupan lebih nyaman berinvestasi.
Solusinya? Buat financial planning worksheet---semacam cheat sheet berisi target jangka pendek (lunasin utang), menengah (beli mobil), dan panjang (dana pensiun).