Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Hari Sabtu adalah hari tenang buatku dan istri. Tapi itu dulu. Kini, seiring bertambah aktivitas pelayanan dan kegiatan anak, hari tenang itu bak fatamorgana.
Drama dimulai sejak Jumat malam...
Anak kami beranjak empat tahun. Makin banyak akalnya, makin pintar, namun juga makin suka berontak dan tidak mau menurut. Maunya main terus...
Aku dan istri sudah sounding sejak petang, "Kamu besok mau lihat kuda ndak, Nak?" tanyaku. "Iya!" balas anak kami antusias. Untuk itu, kami mendorongnya agar tidur cepat, sehingga besok bisa bangun pagi.
Realita: aku menemani tidur sejak jam 10, menjelang tengah malam tak juga tidur. Sampai aku yang ketiduran. Payah. Alhasil, esoknya anak kami susah bangun. Jam 7 lebih baru bangun. Sedang istriku masih harus belanja. Makin siang, keburu bubar kudanya.
Di daerah Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, ada pacuan kuda terkenal yang biasa dipakai ajang balap kuda level nasional. Anak kami tipe naturalis, jadi suka melihat bermacam hewan, temasuk kuda. Sejak umur setahun kami sudah mengajaknya melihat kuda.
Syukurnya, meski mentari kian tinggi, masih ada kuda yang diajak latihan di lapangan pacu. Jadi anak masih ada kesempatan melihat kuda. Ia sangat antusias!
Habis Nonton Kuda, Sarapan Kemudian
Menyadari menonton kuda latihan tak otomatis memberi tubuh kekuatan, kami segera mencari sarapan. "Aku mau makan soto!" seru anakku. Ya, soto adalah makanan favorit mami. Kuah panas, gurih, ada nasinya, tambah gorengan. Cocok!
Selesai sarapan, kelar urusan? Tidak. Kami masih harus ke tempat Mbah untuk mengambil barang, ada pertemuan online Pasutri, aku masih harus persiapan untuk Sekolah Minggu ke gereja, dan nanti sore mendampingi anak latihan push bike.
Bermain push bike menjadi salah satu kiat kami untuk melatih dan mendorong anak agar berkembang secara sosial, emosi, dan kemampuan. Sepeda sudah dibelikan. Helm dan jersey juga dibeli, ada kakak rohani yang memberi uang.
Tapi makin ke sini, anak kami belum menunjukkan progres berarti. Kalau tidak rewel, ya nangis. Tidak fokus untuk latihan. Melihat mainan teman, pengen dilihat Melihat truk parkir, pengen naik. Belum kalau ada anak lain yang makan jajanan.
Sabtu lalu, aku menyusul anak dan istri ke lokasi latihan. Cone pembatas sudah ditata, aku terlambat. Kabarnya, anakku sudah mau muter-muter lintasan lebih dari lima kali. Keren!
Namun, di waktu-waktu berikutnya anakku kumat. Berhenti melihat ikan, menggeser cone, putar balik cuma 2 meter dari garis start.
Paling parah, tantrum karena ingin mobil mainan teman. Aku dan istri sudah berusaha menenangkan, tapi gagal. Tantrumnya bertahan sampai anak-anak lain melakukan pendinginan.