Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Noer Ashari
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Noer Ashari adalah seorang yang berprofesi sebagai Operator. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Prinsip Finansial agar Dompetmu Tidak Boncos

Kompas.com, 22 Juli 2025, 13:18 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Kita bisa saja ketat dalam mengelola setiap pengeluaran bulanan. Tetapi, tunggu sampai ada diskon besar... terlebih pada barang yang kita mau... apakah kita bisa membiarkannya?

Barang yang kita mau memang kita dapat, akan tetapi pada waktu yang bersamaan soldo di rekening menipis. Selain itu, pasti ada kebutuhan yang "digeser" karena budgetnya keburu terpakai.

Kalau kamu pernah ada di posisi itu, santai saja. Kamu tidak sendirian. Banyak orang yang terjebak pada pola yang sama: tergoda dulu, mikirnya belakangan. 

Apalagi sekarang, semua dibuat serba mudah. Bayar bisa dicicil, ada fitur “beli sekarang bayar nanti alias paylater,” dan iklan-iklan seolah bilang, “Nggak usah mikir, langsung checkout aja!”

Tetapi, justru di sinilah letak bahayanya. Kebiasaan seperti ini bisa jadi awal dari masalah keuangan yang lebih besar. 

Maka dari itu, ada satu prinsip finansial sederhana tapi powerful banget yang bisa kamu pegang agar dompet kamu tetap aman. Prinsip apa itu?

Masalah utamanya ada di pola pikir yang sudah terbentuk dari kebiasaan sehari-hari, yaitu "Ambil dulu, bayarnya urusan belakangan." 

Kedengarannya sih fleksibel, seolah-olah hidup jadi lebih mudah. Tidak perlu menunggu punya uang cukup, tinggal cicil atau bayar nanti. 

Tapi kalau ditelusuri lebih dalam, ini bisa jadi jebakan halus yang bikin keuangan kamu pelan-pelan amburadul.

Kenapa bisa jadi masalah? 

Karena setiap kali kita ambil keputusan keuangan tanpa berpikir panjang, kita sedang mengorbankan masa depan demi kepuasan sesaat. 

Kita mikirnya, “Ah, cuma 100 ribu kok,” atau, “Tenang aja, masih bisa dicicil 3x.” Tapi kalau itu dilakukan terus-menerus, lama-lama numpuk juga. 

Gaji sudah habis duluan untuk menutupi cicilan bulan lalu, bukan untuk kebutuhan bulan ini.

Bahkan parahnya lagi, kita jadi kehilangan kendali atas uang sendiri. Bukannya uang kerja keras kita membuat hidup lebih tenang, malah membuat kita tambah stres. 

Setiap tanggal tua jadi horor, karena tagihan mulai berdatangan sementara sisa saldo tinggal kenangan.

Yang lebih bahaya lagi, pola ini sering dibungkus dengan istilah yang keliatannya keren: "buy now, pay later", "cicilan 0%", "tanpa DP", dll. 

Padahal, itu semua tetap utang. Dan utang konsumtif yang nggak penting-penting amat, kalau tidak dikontrol, bisa menyeret kita ke dalam masalah finansial yang panjang.

Jadi intinya bukan soal boleh atau tidak boleh beli sesuatu, tapi kapan dan bagaimana caranya kamu ambil keputusan itu. 

Kalau kamu terus-menerus ambil dulu, mikirnya belakangan, jangan heran kalau dompet kamu makin hari makin ngos-ngosan.

Nah, ini dia prinsip sederhana tapi ampuh banget yang sering dipakai sama orang-orang yang bijak dalam mengatur uangnya: pikirkan dulu bagaimana bayarnya, baru ambil.

Sesimpel itu. Tapi efeknya luar biasa. 

Maksudnya bagaimana? Ya, sebelum kamu memutuskan untuk beli sesuatu—mau itu barang diskon, gadget baru, langganan layanan streaming, bahkan makanan di resto fancy—tanya dulu pada diri sendiri apakah "Gue beneran sanggup bayarnya sekarang?" atau "Ini akan ganggu pengeluaran penting gue nggak, ya?"

Kalau jawabannya membuat kamu berpikir dua kali atau ragu-ragu, berarti kamu belum waktunya ambil. 

Ini bukan soal pelit atau menahan diri terus-terusan, tapi soal tanggung jawab dan kesadaran terhadap kondisi keuangan pribadi.

Dengan prinsip ini, kamu jadi lebih terlatih untuk mengatur prioritas. Mana yang kebutuhan, mana yang keinginan. 

Mana yang bisa dibeli sekarang, mana yang harus ditunda dulu. Kamu juga jadi lebih hati-hati dengan godaan-godaan iklan yang bilang “cicilannya cuma segini kok!” karena kamu tahu meskipun cicilan kecil kalau numpuk tetap saja membuat dompet megap-megap.

Orang-orang yang pegang prinsip ini biasanya tidak mudah terbawa arus. Mereka nggak gampang FOMO, dan tahu betul bahwa punya sesuatu bukan berarti harus punya sekarang juga. Mereka lebih memikirkan dampak jangka panjang, bukan sekedar puas sesaat.

Dan yang paling penting mereka hidup dengan tenang. Karena tidak dikejar-kejar tagihan, tidak stres setiap buka aplikasi bank, dan tidak menyesal karena beli sesuatu yang akhirnya jarang dipakai.

Jadi, daripada buru-buru ambil lalu mikirnya belakangan, lebih baik mikir dulu, baru ambil. Dompet kamu bakal berterima kasih nanti.

Kalau kamu mulai membiasakan diri untuk berpikir dulu sebelum beli sesuatu atau mengambil cicilan, efek positifnya sangat terasa. 

Bukan cuma di dompet, tapi juga di kepala dan hati kamu. Inilah tiga dampak positifnya: 

1. Menghindari Utang Konsumtif yang Tidak Perlu

Dengan prinsip ini, kamu jadi lebih selektif. Tidak semua hal harus dibeli sekarang juga. 

Kamu bakal mikir, “Gue bener-bener butuh ini nggak sih, atau cuma pengen doang karena lagi tren?

Akhirnya, kamu jadi lebih jarang mengambil utang untuk hal-hal yang sebenarnya bisa ditunda atau bahkan nggak penting-penting amat. 

Nggak ada lagi tuh cicilan untuk beli barang yang cuma dipakai sekali dua kali terus menganggur di pojokan kamar. 

2. Mental Lebih Tenang dan Tidak Mudah Panik

Tidak ada lagi drama tiap awal bulan karena harus bayar ini itu. Karena kamu sudah terbiasa menghitung dulu sebelum ambil keputusan, kamu tahu pengeluaran kamu ada di batas aman.

Tidak ada juga rasa menyesal atau stres setelah belanja, karena kamu beli sesuatu dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Hidup jadi lebih ringan, pikiran nggak mumet mikirin tagihan terus. 

3. Punya Kendali Penuh atas Uang Sendiri

Kamu bukan lagi korban dari promo-promo menggiurkan atau diskon dadakan. Kamu yang pegang kendali atas uangmu, bukan sebaliknya.

Setiap rupiah yang keluar, kamu tahu itu untuk apa, kenapa, dan bagaimana cara menutupnya.

Kamu juga jadi lebih pede ngomong “nggak dulu deh” ke ajakan nongkrong mahal atau beli barang yang tidak masuk di budget. Karena kamu tahu prioritasmu.

Intinya, hidupmu jadi lebih terarah. Kamu bisa menabung untuk hal-hal yang lebih penting, seperti dana darurat, traveling impian, atau bahkan investasi. Semua berawal dari satu langkah kecil yaitu pikir dulu, baru ambil.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Satu Prinsip Finansial Ini Bisa Menyelamatkan Dompetmu"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Kata Netizen
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Kata Netizen
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Kata Netizen
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Kata Netizen
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Kata Netizen
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Kata Netizen
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Kata Netizen
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Kata Netizen
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Kata Netizen
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Kata Netizen
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Kata Netizen
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Kata Netizen
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Kata Netizen
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Kata Netizen
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau