Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Literasi digital bukan hanya soal teknis memakai aplikasi, tetapi juga soal dampak sosial, hukum, dan etika. Diskusi kasus nyata bisa membuat pembelajaran lebih membekas.
2. Aturan Tegas di Sekolah
Sekolah perlu aturan tertulis tentang penggunaan kamera di kelas. Larangan merekam tanpa izin bukan untuk menghukum, tetapi mendidik.
Aturan ini harus disosialisasikan dan ditegakkan dengan konsisten.
3. Budaya Consent (Izin)
Biasakan murid dan guru meminta izin sebelum merekam. Kalimat sederhana seperti “Boleh ya saya foto kalian untuk dokumentasi” mengajarkan pentingnya persetujuan. Budaya ini melatih anak menghargai privasi orang lain.
4. Arahkan ke Hal Positif
Kamera bisa menjadi alat belajar yang berguna: mendokumentasikan karya murid, proyek sains, atau kegiatan inspiratif. Masalahnya bukan pada kameranya, tapi pada bagaimana ia digunakan.
Di beberapa sekolah, aturan ini sudah diterapkan. Area “Phone Free” membuat anak-anak tetap terlindungi, guru tidak kehilangan wibawa, dan orang tua tetap mendapat akses informasi secara resmi. Kamera menjadi jembatan komunikasi yang sehat, bukan ancaman.
Mari hentikan normalisasi merekam dan menyebarkan video murid di sekolah. Jika semua pihak—guru, murid, orang tua, hingga masyarakat—lebih bijak, ruang belajar bisa kembali menjadi tempat yang aman dan bermartabat.
Ruang kelas seharusnya tempat tumbuhnya ilmu, bukan konten. Siapkah kita bersama-sama mengembalikan sekolah ke tujuan mulianya?
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Stop Normalisasi Guru Murid Bikin Konten Viral di Sekolah! Ini Bukan Reality Show"
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini