Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yustisia Kristiana
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Yustisia Kristiana adalah seorang yang berprofesi sebagai Dosen. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Lamandau, Menyapa Pesona Alam dan Budaya Dayak di Bumi Bahaum Bakuba

Kompas.com, 29 September 2025, 13:58 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Apa jadinya jika perjalanan kita bukan sekadar wisata, melainkan juga pengalaman memahami tradisi dan kehidupan masyarakatnya?

Ada sebuah daerah yang menyatukan pesona alam Kalimantan dengan kearifan budaya Dayak yang masih terjaga.

Nama Lamandau mungkin belum sepopuler destinasi wisata lain di Kalimantan Tengah.

Namun, kabupaten muda ini menyimpan cerita yang tak kalah menarik. Bukan hanya soal bentang alamnya yang luas, tetapi juga tentang kekayaan budaya Suku Dayak Tomun yang begitu khas.

Saya merasa beruntung bisa menapakkan kaki di tanah yang dikenal sebagai Bumi Bahaum Bakuba ini.

Dari Jakarta ke Tanah Kalimantan

Perjalanan saya dimulai dari Jakarta pada dini hari. Pesawat lepas landas pukul 06.00 menuju Bandar Udara Iskandar di Pangkalan Bun.

Tepat pukul 07.25, saya mendarat, disambut udara segar Kalimantan yang terasa begitu khas di pagi hari.

Sekadar informasi, Pangkalan Bun adalah ibu kota Kabupaten Kotawaringin Barat sekaligus gerbang menuju Taman Nasional Tanjung Puting, rumah konservasi orangutan terbesar di dunia. Namun kali ini, tujuan saya berbeda: Nanga Bulik, ibu kota Kabupaten Lamandau.

Sebelum melanjutkan perjalanan darat sekitar dua hingga tiga jam, saya menyempatkan diri sarapan lontong sayur hangat di sebuah rumah makan sederhana. Sungguh nikmat, mengawali petualangan dengan cita rasa lokal.

Di sepanjang perjalanan, jalan raya umumnya cukup baik meski di beberapa titik masih bergelombang.

Kanan-kiri jalan dihiasi perkebunan kelapa sawit, sesekali tampak truk besar pengangkut hasil panen melintas.

Sebagai seseorang yang terbiasa dengan hiruk-pikuk kota, perjalanan ini terasa seperti jeda: udara bersih, jalanan sepi, dan lanskap Kalimantan yang khas membuat waktu terasa berjalan lebih lambat.

Sekilas Tentang Lamandau

Kabupaten Lamandau lahir dari pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat pada 2002. Dengan luas 6.414 km² dan populasi sekitar 103 ribu jiwa, Lamandau termasuk wilayah dengan kepadatan penduduk terendah di Kalimantan Tengah.

Sepi? Mungkin, tetapi justru di situlah letak keistimewaannya.

Suasana tenang menghadirkan rasa damai, jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, sekaligus memberi ruang bagi pengunjung untuk benar-benar menikmati alam dan budaya yang masih terjaga.

Salah satu daya tarik utamanya adalah tradisi Suku Dayak Tomun, termasuk Festival Babukung yang begitu ikonik.

Bertemu Pemimpin Muda

Dalam kunjungan ini, saya berkesempatan bertemu langsung dengan Bupati Lamandau, Bapak Rizky Aditya Putra, S.E., M.M. Usianya tergolong muda, namun semangatnya untuk membangun daerah terasa jelas. Salah satu fokus beliau adalah mengembangkan sektor pariwisata.

Festival Babukung, misalnya, terus digiatkan sebagai agenda tahunan. Awalnya, Babukung adalah upacara kematian Suku Dayak Tomun di mana penari-penari bertopeng, disebut bukung, menari untuk menghibur keluarga yang berduka sekaligus memberi bantuan.

Kini tradisi itu dilestarikan dalam bentuk festival budaya yang memperkenalkan kekayaan Lamandau kepada masyarakat luas.

Menutup Perjalanan Singkat

Meski kunjungan kali ini singkat, saya sempat menikmati beberapa pesona wisata Lamandau. Rasanya belum cukup untuk merangkum semua keindahan dan cerita daerah ini dalam satu tulisan.

Masih ada kisah lain yang menunggu untuk diceritakan — tentang sungai, hutan, dan masyarakatnya yang ramah.

Perjalanan ini memang melelahkan raga karena jarak yang ditempuh cukup jauh. Namun justru dari perjalanan ini saya belajar tentang kearifan lokal dan menemukan kebanggaan pada budaya yang masih terjaga.

Catatan kecil ini mungkin baru pembuka. Sebab Lamandau bukan hanya destinasi wisata, melainkan juga cermin budaya yang hidup dan berkembang.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Menuju Lamandau, Menyusuri Bumi Bahaum Bakuba"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Kata Netizen
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Kata Netizen
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Kata Netizen
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Kata Netizen
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Kata Netizen
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Kata Netizen
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Kata Netizen
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Kata Netizen
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Kata Netizen
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Kata Netizen
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Kata Netizen
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Kata Netizen
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Kata Netizen
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Kata Netizen
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau