Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Julianda Boang Manalu
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Julianda Boang Manalu adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?

Kompas.com - 23/10/2025, 13:48 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Bagi sebagian ASN, surat mutasi bukan sekadar surat perintah kerja. Di balik lembaran kertas itu, ada rumah yang harus ditinggalkan, anak-anak yang bertanya “kenapa harus pindah?”, dan pasangan yang harus mulai lagi dari awal di tempat baru.

Kebijakan mutasi memang dibuat untuk pemerataan, tapi di lapangan, ia juga menjadi ujian sosial dan emosional bagi mereka yang mengalaminya.

Bayangkan, Anda sudah terbiasa bangun pagi, menyusuri jalan yang sama menuju kantor, sarapan di warung langganan, anak-anak sudah betah di sekolah, dan tetangga sudah seperti keluarga sendiri.

Lalu tiba-tiba, datanglah surat keputusan: Anda harus pindah ke daerah lain, mungkin jauh dari kota tempat Anda tumbuh. Tidak hanya pekerjaan yang berganti, tapi juga seluruh ritme kehidupan.

Mengapa ASN Sering Harus Pindah Tugas

Kebijakan mutasi ASN sejatinya merupakan bagian dari sistem pemerintahan yang ingin memastikan pemerataan tenaga ahli, efisiensi birokrasi, serta peningkatan kompetensi pegawai.

ASN yang berpengalaman di satu wilayah diharapkan bisa berbagi pengetahuan dan keterampilan di daerah lain.

Melalui mekanisme seperti mutasi jabatan pimpinan tinggi (JPT) dan pengembangan sistem digital seperti I-Mut dalam jaringan SIASN (Sistem Informasi ASN), pemerintah berupaya agar proses mutasi lebih transparan, berbasis data, dan tidak lagi bergantung pada “kedekatan” personal semata.

Namun, di balik tujuan baik itu, ada sisi manusia yang kerap luput diperhatikan. Setiap mutasi berarti ada keluarga yang harus menyesuaikan diri, ada pasangan yang mungkin harus meninggalkan pekerjaan, dan ada anak-anak yang harus beradaptasi di sekolah baru.

Ketika Adaptasi Menjadi Ujian Sosial dan Emosional

Pindah tugas antar daerah sejatinya mengubah banyak hal—bukan hanya rutinitas kerja, tapi juga kehidupan sosial.

Lingkungan baru berarti jaringan sosial yang baru pula. ASN dan keluarganya perlu waktu untuk membangun relasi, memahami budaya setempat, dan menemukan rasa nyaman di tengah masyarakat yang berbeda.

Bagi anak-anak, pindah sekolah bisa menjadi pengalaman yang cukup berat. Mereka harus menyesuaikan diri dengan kurikulum, teman, bahkan bahasa lokal yang mungkin terdengar asing. Tidak jarang, orang tua ikut merasakan kecemasan yang sama.

Sementara itu, pasangan ASN juga tidak selalu punya kemewahan untuk sekadar “ikut pindah”. Bagi mereka yang bekerja, mutasi berarti kehilangan pekerjaan, memutus jejaring profesional, atau terpaksa mulai dari nol. Ini menciptakan beban ganda: ekonomi dan emosional.

Belum lagi urusan tempat tinggal. Di daerah yang infrastrukturnya terbatas, mencari rumah atau kontrakan yang layak bisa menjadi tantangan tersendiri.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau