
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Pernahkah Anda merasa rumah tangga berjalan relatif tenang, jarang diwarnai pertengkaran besar, tetapi suasana bisa berubah drastis hanya karena satu topik: uang?
Mengapa pembicaraan soal keuangan sering terasa lebih sensitif dibanding urusan lainnya dalam pernikahan?
Banyak pasangan menikah sebenarnya nyaris tidak pernah bertengkar soal hal-hal besar.
Mereka bisa sepakat soal tempat tinggal, pendidikan anak, bahkan urusan keluarga besar. Namun, ada satu topik yang kerap menjadi sumber ketegangan tersembunyi—uang.
Pertengkaran soal uang jarang datang dengan suara keras sejak awal. Ia sering bermula dari kalimat sederhana, seperti, “Kok beli itu lagi?” atau “Kenapa uangnya cepat habis, ya?”
Kalimat-kalimat ini terdengar ringan, tetapi jika terus berulang, perlahan bisa mengikis rasa nyaman dalam hubungan.
Percakapan yang seharusnya hangat berubah menjadi defensif. Rumah yang idealnya menjadi tempat pulang, tanpa disadari berubah menjadi ruang evaluasi.
Berbagai riset menunjukkan bahwa persoalan keuangan termasuk salah satu pemicu utama konflik dalam pernikahan.
Bukan semata karena kekurangan atau kelebihan uang, melainkan karena emosi yang menyertainya—rasa takut, cemas, gengsi, hingga ketidakjujuran yang dibiarkan berlarut-larut.
Sebab uang bukan sekadar angka. Ia membawa makna yang jauh lebih dalam: rasa aman, harga diri, pengalaman masa kecil, bahkan luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.
Maka ketika pasangan berselisih soal keuangan, yang berhadapan bukan hanya isi dompet, tetapi juga nilai dan cara pandang hidup masing-masing.
Jika ingin membangun pernikahan yang sehat dan bertahan lama, membicarakan uang justru tidak seharusnya dihindari.
Percakapan tentang keuangan bukan untuk memperbanyak konflik, melainkan agar konflik yang sama tidak terus berulang dalam bentuk berbeda.
Ketika Visi Keuangan Tidak Berjalan Seiring
Banyak pasangan hidup bersama tanpa pernah benar-benar menyelaraskan mimpi keuangannya.
Mereka berbagi rumah dan rutinitas, tetapi memiliki arah yang berbeda. Satu ingin menikmati hidup sekarang, satu lagi ingin mengamankan masa depan. Yang satu menganggap liburan sebagai kebutuhan, yang lain melihat tabungan sebagai prioritas.
Tidak ada yang sepenuhnya salah atau benar. Masalah muncul ketika perbedaan ini tidak pernah dibicarakan. Lambat laun, salah satu merasa berjuang sendirian. Uang pun berubah fungsi—dari alat menjadi tolok ukur rasa peduli.
Padahal, visi keuangan seharusnya dibangun bersama. Duduk dan berbincang tentang tujuan jangka pendek maupun mimpi jangka panjang dapat membantu pasangan menemukan titik temu. Kesepakatan tidak harus kaku, tetapi jelas dan disepakati berdua.
Saat Transparansi Mulai Menghilang
Konflik juga kerap muncul ketika salah satu pasangan merasa pengeluaran tidak terkendali.
Pengeluaran kecil yang dianggap sepele ternyata menumpuk dan memicu kecurigaan. Tanpa pencatatan dan komunikasi yang terbuka, asumsi mulai mengambil alih.
Uang yang tidak dibicarakan ibarat kebocoran kecil—tidak langsung terasa, tetapi lama-kelamaan merusak.
Padahal, keterbukaan bukan soal saling mengawasi, melainkan mengurangi prasangka. Dengan melihat kondisi keuangan bersama, pasangan dapat berdiskusi berdasarkan data, bukan emosi.
Beban yang Dipikul Sendirian
Ada pula pasangan yang tanpa sadar membagi peran secara timpang: satu orang memikirkan semua urusan keuangan, sementara yang lain sekadar mengikuti.
Awalnya terasa praktis, tetapi lama-kelamaan melelahkan. Rasa lelah yang tidak diungkap bisa berubah menjadi jarak emosional.
Pernikahan sejatinya adalah kemitraan. Ketika satu pihak terus menanggung beban sendirian, relasi berubah dari kerja sama menjadi ketimpangan.
Mengungkapkan rasa lelah dan kekhawatiran bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk kedewasaan.
Belajar Mengelola Keuangan sebagai Tim
Masih banyak pasangan membawa pola lama ke dalam pernikahan modern.
Uang dianggap topik tidak romantis, sehingga dihindari. Padahal, menghindari tidak membuat masalah menghilang—hanya menundanya.
Mengelola keuangan bersama berarti siap berbagi informasi, ekspektasi, dan tanggung jawab. Tidak harus sempurna, yang terpenting adalah kesediaan untuk belajar dan bertumbuh bersama.
Uang Bukan Musuh, Melainkan Cermin
Pada akhirnya, pasangan jarang bertengkar karena uang semata. Yang lebih sering terjadi adalah perasaan tidak didengar, tidak dipahami, dan tidak merasa satu tim. Uang hanya memperjelas retakan yang sudah ada.
Banyak konflik finansial sebenarnya bisa dicegah, bukan dengan menambah jumlah uang, melainkan dengan memperbanyak percakapan yang jujur dan dewasa.
Bukankah hubungan yang sehat adalah hubungan yang berani membicarakan hal sulit tanpa saling melukai?
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Suami Istri Jarang Ribut, tapi Kalau Ngomongin Uang Bisa Langsung Panas! Kenapa?"
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang