Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Di masa-masa pemilu 2024 ini, tampaknya minat media dan publik cenderung tertuju pada isu Pilpres dibanding Pileg. Fenomena ini termanifestasi dalam antusiasme masyarakat yang lebih dominan ketika membahas politik, khususnya mengenai capres dan cawapres, dibandingkan dengan pembahasan mengenai pemilu legislatif.
Pada dasarnya, perbincangan utama yang terjadi juga tidak berpusat pada partai pengusung, melainkan pada figur, rekam jejak, visi-misi, dan program capres-cawapres itu sendiri. Sebaliknya, Pileg rupanya tidak mendapat sorotan yang memadai, seiring dengan minimnya pembahasan seputar pemilihan legislatif, baik di lingkup masyarakat maupun di berbagai media arus utama.
Dewasa ini, debit berita yang beredar lebih cenderung melibatkan masalah Pilpres, sedangkan informasi mengenai Pileg sangat terbatas.
Contohnya, dalam acara televisi yang membahas pemilu, topik utama yang dibahas lebih terfokus pada Pilpres, khususnya capres-cawapres. Diskusi yang disajikan kepada khalayak umumnya hanya mencakup elektabilitas, adu gagasan, dan program kerja yang diusung oleh masing-masing paslon.
Padahal secara pribadi, saya melihat bahwa isu pemilu legislatif juga tak kalah penting dan seharusnya menjadi perhatian utama, karena memiliki aspek menarik dan sensitif yang tidak kalah penting dengan Pilpres.
Ada beberapa alasan yang mendasari pernyataan tadi. Pertama, setiap partai politik mengusung ideologi perjuangan, dan pertarungan untuk memperjuangkan ideologi tersebut tidak hanya terjadi selama pemilu.
Sebaliknya, pertarungan sejati terjadi ketika partai politik tersebut sudah berada di kursi legislatif dan menjalankan peran mereka.
Kedua, peran penting dan sentral partai politik serta anggota legislator dalam konteks demokrasi Indonesia tidak dapat diabaikan. Legislator memiliki peran kunci dalam menentukan kebijakan negara, terutama dalam peran legislasi untuk membuat dan mengesahkan undang-undang.
Dampak legislatif dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang terjadi pada pembuatan dan pengesahan UU Omnibus Law yang menuai protes dalam bentuk demonstrasi massal.
Meskipun tugas dan fungsi anggota dewan terlihat sepele, dampak kehidupan bangsa dan negara sangatlah signifikan. Legislasi yang dihasilkan dapat membawa perubahan positif atau negatif, tergantung pada sejauh mana kepentingan rakyat diwakili berdasarkan nilai Pancasila dan UUD 1945.
Fenomena minimnya antusiasme dan perhatian publik pada pemilu legislatif dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Pertama, kompleksitas politik dalam pelaksanaan pemilu serentak dengan pilpres yang mengakibatkan publik sulit untuk fokus pada dua kegiatan sekaligus.
Banyaknya jumlah calon legislatif juga dapat membingungkan publik, sehingga mereka cenderung lebih memperhatikan pemilu presiden yang menarik lebih banyak perhatian.
Kedua, ketidakpahaman masyarakat terhadap peran legislator. Hal ini dapat menjadi penyebab rendahnya minat pada pemilu legislatif. Banyak warga lebih fokus pada pemilihan presiden atau kepala pemerintahan, menganggap bahwa kebijakan dan keputusan penting berasal sepenuhnya dari eksekutif.
Ketiga, dominasi isu politik yang bersifat sensasional dan kontroversial dalam pemberitaan media juga berkontribusi pada minimnya perhatian terhadap pemilu legislatif.
Berita yang menarik perhatian, kontroversial, atau skandal lebih mendapat perhatian media, sedangkan isu-isu kebijakan dan visi partai politik sering terabaikan.