Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Indonesia memancarkan kekayaan kehidupan berbasis budaya yang terwujud dalam nilai-nilai adat dan tradisi. Kehidupan yang heterogen dan majemuk ini ditandai oleh keberagaman adat istiadat yang kental.
Setiap upacara adat yang dijalankan oleh masyarakat lokal memiliki keunikannya masing-masing, mencerminkan kehidupan sehari-hari yang diwarnai oleh keyakinan turun-temurun dari leluhur mereka. Mulai dari upacara kematian hingga ekspresi rasa syukur, semuanya membentuk mozaik kehidupan budaya Indonesia yang kaya.
Dalam konteks kehidupan yang kental budayanya, masyarakat lokal menjalankan berbagai upacara adat, yang pada dasarnya berakar pada keyakinan turun-temurun dari leluhur mereka. Ada upacara yang diadakan dalam momen kematian, sebagai bentuk penghormatan dan perpisahan dengan orang yang telah meninggal dunia, ada pula upacara yang memiliki tujuan mendapatkan berkah atau kesejahteraan bagi masyarakat.
Beberapa waktu yang lalu, perhatian saya tertuju pada sebuah upacara adat yang dijalankan oleh sekelompok warga di daerah pedalaman. Upacara ini mengikuti kepercayaan alukta (aluk todolo) dengan nama mangalli reu. Tempat pelaksanaan upacara ini berada di dusun Tombang, Desa/Lembang Simbuang Batutallu, Kecamatan Simbuang, Kabupaten Tana Toraja.
Mangalli, berasal dari bahasa Toraja yang berarti membeli, dan reu berarti rumput. Jadi, secara sederhana mangalli reu dapat diartikan sebagai upacara membeli rumput dengan harapan mendapatkan kesuburan rumput dari Sang Pencipta.
Namun, perlu dicatat bahwa dalam konteks ini, "pembelian" tidak dilakukan dengan uang tunai melainkan melibatkan serangkaian upacara yang diawali dengan pemberian sesaji. Pemberian sesaji ini menjadi simbol atau "nilai pembelian" kepada Sang Pencipta dengan tujuan agar Sang Pencipta menyediakan rumput yang subur untuk dimakan oleh kerbau.
Sebagai catatan, Warga Kecamatan Simbuang sedari dulu selalu mempertahankan tradisi melepasliarkan kerbau serta kuda mereka di alam. Dengan melakukan mangalli reu harapannya para kerbau dan kuda mereka akan mendapat asupan rumput yang cukup untuk dimakan, khususnya di wilayah sekitar Lembang Simbuang Batutallu. Wilayah Simbuang Batutallu memiliki topografi wilayah yang didominasi oleh kombinasi pegunungan dengan diselingi sabana luas dan hutan pinus.
Upacara mangalli reu ini biasanya dipimpin oleh seorang tetua adat yang menganut kepercayaan alukta (Hindu Dharma Toraja). Dalam upacara ini akan ada doa-doa yang yang dipanjatkan sebagai ungkapan rasa syukur dan permohonan akan kesuburan rumput.
Sesaji yang dipersembahkan dalam upacara ini berisi daging ayam pilihan dengan bulu tertentu. Terdapat empat ekor ayam yang dipersembahkan dengan empat bulu berbeda, disertai dengan nasi atau nasi ketan dan semuanya dikemas serta disusun rapi di atas daun jati sebagai wujud penghormatan pada Sang Pencipta.
Dalam pandangan saya, tidak hanya kesuburan rumput yang diharapkan dari upacara ini, melainkan juga bahwa mangalli reu dapat menjadi harapan bagi pertumbuhan tanaman jagung yang subur. Sebagaimana diketahui, jagung merupakan makanan pokok dan simbol kekayaan budaya warga Simbuang yang memiliki peran penting dalam kehidupan mereka.
Peserta upacara ini mayoritas berasal dari masyarakat yang masih memegang teguh kepercayaan alukta. Meskipun demikian, sejumlah warga Simbuang yang telah memeluk agama Kristen juga turut serta dalam upacara ini. Kepercayaan alukta tetap menjadi dasar kehidupan bagi masyarakat Simbuang, yang mempertahankan nilai-nilai leluhur dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi saya pribadi, upacara mangalli reu merupakan bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya Tana Toraja dan Indonesia yang seharusnya dilestarikan. Tradisi seperti ini membantu menjaga kelestarian alam dan lingkungan, memberikan keseimbangan berharga yang melibatkan hubungan antara manusia dan alam. Kontinuitas tradisi leluhur memberikan pandangan unik tentang bagaimana manusia dapat hidup selaras dengan alam, menciptakan sebuah keseimbangan yang sangat berharga untuk keberlanjutan budaya dan ekologi.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mangalli Reu, Acara Adat Meminta Kesuburan Rumput di Kecamatan Simbuang"