Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Trim
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bambang Trim adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Budaya Indonesia Bukanlah Menerbitkan Buku Sendiri

Kompas.com - 25/09/2022, 12:03 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Memang ada semacam "rantai putus" dari Zaman Pergerakan hingga Zaman Perang Kemerdekaan ketika para pemimpin bangsa adalah "orang-orang buku". Mereka bukan hanya pembaca yang rakus, melainkan juga penulis yang ulung.

Zaman ini juga melahirkan banyak sekali sastrawan dan para penulis yang mumpuni dengan latar belakang bacaan yang mencengangkan.

Namun, pada masa Orde Baru para pejabat "senang sekali" menyebut masyarakat kita tidak gemar membaca atau tidak memiliki budaya membaca buku.

Faktanya memang terjadi degradasi kebiasaan membaca meskipun pada zaman itu situasi dan kondisi bangsa sudah membaik.

Kongres Perbukuan Nasional I pada tahun 1995 yang diselenggarakan Pusat Perbukuan merekam puluhan permasalahan di dalam industri buku, tidak terkecuali masalah minat dan budaya membaca yang rendah.

Sastrawan Taufiq Ismail pernah secara lantang menyatakan telah terjadi tragedi nol buku. Anak-anak sekolah tidak lagi "dipaksa" membaca buku sehingga tidak lagi mengenal karya-karya sastra yang bernilai tinggi.

Ekosistem Perbukuan

Ekosistem perbukuan merupakan ekosistem yang unik dan kurang banyak diketahui oleh awam.

Masyarakat Indonesia pernah atau sampai sekarang masih ada yang tidak dapat membedakan antara penerbit dan pencetak (percetakan), bahkan terjadi juga di lembaga pemerintah.

Ekosistem ini melibatkan dua unsur, yaitu unsur eksternal pemasok naskah (penulis, penerjemah, dan penyadur) dan unsur internal penggarap naskah (editor, desainer, ilustrator). Selain itu, ada lagi unsur pencetak (percetakan) dan unsur toko buku.

Iklim perbukuan di Indonesia pada beberapa dekade digambarkan kurang sehat karena rendahnya minat membaca dan minat membeli buku.

Tahun 2000-an digambarkan masyarakat Indonesia lebih senang membeli CD/DVD daripada buku.

Tahun 2010-an hingga kini digambarkan masyarakat lebih senang membeli pulsa dan kuota daripada buku.

Kadar literasi bangsa Indonesia berdasarkan survei CCSU (Central Connecticut State University) tahun 2016 berada pada posisi 60 dari 61 negara. Ini masalah yang tidak pernah ada habisnya dibahas sehingga menimbulkan gerakan literasi.

Karena itu, pemerintah mencoba turun tangan mengatasi persoalan perbukuan dengan menurunkan berbagai kebijakan perbukuan.

DPR menyampaikan inisiatif menyusun regulasi RUU Perbukuan yang disambut oleh Kemdikbud hingga berbuah UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan.

Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan UU tersebut juga sudah disahkan yakni PP Nomor 75 Tahun 2019.

Lalu, kini sudah dituangkan pula beberapa peraturan Mendikbudristek tentang perbukuan, seperti standar dan kaidah perbukuan serta penilaian buku.

Lembaga yang pernah berdiri, Bekraf, pada masanya juga turut berkontribusi. Di antaranya melahirkan organisasi penulis Satupena dan menginisiasi beberapa pertemuan perbukuan.

Salah Kaprah Penerbit Mandiri

Dalam satu sampai dua dekade yang lalu, iklim perbukuan tidak seperti saat ini. Saat ini kita mengenal yang namanya buku elektronik dengan menggunakan platform PDF, ePub, dan lainnya.

Kita juga mengenal teknologi cetak manasuka (print on demand) sehingga mencetak buku perdana tidak harus 3.000 eksemplar, dapat dibuat cetak tiras rendah, 100 eksemplar misalnya. Pendeknya, teknologi telah menawarkan aktivitas penerbitan buku menjadi lebih murah dan lebih cepat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Kata Netizen
Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com