Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ikwan Setiawan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Ikwan Setiawan adalah seorang yang berprofesi sebagai Dosen. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pentingnya Konservasi Kawasan Air Terjun Maelang, Jember

Kompas.com, 12 November 2022, 19:01 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pembabatan area pohon alami untuk kawasan pohon jati menjadikan tidak ada akar yang mengikat dan menampung air di bawah bebatuan kapur.

Bahkan, beberapa mata air utama yang terletak beberapa kilometer dari Maelang sudah tidak mengeluarkan air lagi. Akibatnya, sungai alam pun mengering dan air yang mengalir ke Maelang hanya berasal dari beberapa mata air kecil terdekat. Sehingga berdampak pada kelangkaan ikan, udang sungai, dan kura-kura.

Perlunya Konservasi Kawasan

Minggu (30/10), saya bersama kawan-kawan dari LMDH Mitra Usaha dan Garempung (Gerakan Remaja Pinggir Gunung) Dusun Sebanen menyusuri kawasan Air Terjun Maelang.

Saat itu, terlihat dengan jelas bahwa volume air yang mengalir memang semakin kecil.
Penyebab utamanya adalah penanaman pohon jati. Kawasan di sekitar Air Terjun Maelang dulunya adalah hutan alam dengan bermacam pohon endemik yang mampu menyimpan air dan mengeluarkannya dalam bentuk sumber air dengan debet yang cukup besar.

Sayangnya, untuk menyiapkan lahan jati, pepohonan endemik dibabat. Akibat pohon endemik berkurang drastis, mata air semakin mengecil dan hanya terletak di dekat air terjun. Sementara, mata air besar yang terletak beberapa kilometer di atas air terjun sudah lama mati alias tidak mengeluarkan air. Kondisi ini tentu cukup memprihatinkan karena keberadaan air di kawasan ini sangat penting untuk keberlanjutan ekosistem.

Mau tidak mau, untuk 'menghidupkan kembali' mata air yang sudah lama mati dibutuhkan konservasi pohon-pohon endemik di kawasan air terjun. Artinya, konservasi berupa penanaman kembali pohon endemik tidak hanya di pinggir air terjun atau sungai, tetapi di kawasan yang terletak di atas atau di samping air terjun.

Sungai menuju Maelang yang mengering.Kompasianer Ikwan Setiawan Sungai menuju Maelang yang mengering.

Konservasi bisa dimulai dengan melakukan pembibitan pohon langka seperti awar-awar, elo gondang, beringin, kepuh, dan yang lain. Untungnya, pohon-pohon tersebut masih bisa kita jumpai di kawasan Maelang.

Para anggota LMDH dan Garempung serta warga Sebanen yang ingin melakukan konservasi bisa mengambil biji atau bibit yang tumbuh di hutan.

Namun demikian, mereka perlu meyakinkan Perhutani sebagai pengelola kawasan hutan jati, agar mau melepaskan lahan di sekitar Maelang untuk ditanami pohon-pohon endemik. Bagaimanapun juga, Perhutani juga perlu membuat kebijakan konservasi untuk kawasan tertentu yang cukup penting bagi ekosistem.

Istirahat sejenak setelah menelusuri sumber air di atas MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Istirahat sejenak setelah menelusuri sumber air di atas Maelang

Keinginan LMDH dan Garempung untuk mengelola kawasan Maelang sebagai destinasi wisata minat khusus bisa menjadi alasan kuat untuk bernegosiasi dengan pihak Perhutani. Dengan wisata minat khusus, kondisi ekosistem hutan masih bisa terjaga dan warga Sebanen pun bisa mendapatkan manfaat ekonomi.

Para pengunjung, misalnya, bisa diajak menjelajah kawasan hutan jati sebelum menuju air terjun Maelang. Sesampai di Maelang, para pengunjung juga bisa diajak untuk menyusuri sumber air yang menjadi penopang utama air terjun agar mereka mengetahui bagaimana mata air itu keluar dari bebatuan kapur.

Pohon Elo gondang (Ara) yang berada di atas MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Pohon Elo gondang (Ara) yang berada di atas Maelang

Setelah itu, para pengunjung bisa diajak mengamati pepohonan endemik sembari dijelaskan bagaimana kontribusinya terhadap keberlanjutan sumber air. Ketika sudah memahami, maka mengajak mereka menanam bibit tanaman endemik jadi jauh lebih mudah.

Para pengunjung bisa melakukan "adopsi pohon." Artinya, mereka bisa menjadi "orang tua angkat" atau "saudara angkat" dari pepohonan yang mereka tanam. Suatu saat, mereka diharapkan bisa kembali untuk menengok pertumbuhan pohon yang mereka tanam.

Kawasan pohon kepuh di Air Terjun MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Kawasan pohon kepuh di Air Terjun Maelang
Untuk itulah, pembibitan tanaman endemik sangat dibutuhkan, karena wisata minat khusus juga menekankan adanya konservasi tanaman yang berdampak terhadap keberlanjutan ekosistem. Sudah saatnya, aktivitas wisata di alam tidak hanya memikirkan keindahan dan kebahagiaan, tetapi juga bagaimana merawat alam melalui konservasi.

Pohon gebang remaja di Air Terjun MaelangKompasianer Ikwan Setiawan Pohon gebang remaja di Air Terjun Maelang

Paradigma kemitraan antara Perhutani dengan warga pinggir hutan, setidaknya bisa memberikan manfaat lebih. Masyarakat bisa terlibat pengelolaan destinasi wisata, sedangkan Perhutani diuntungkan karena para warga akan ikut menjaga kelestarian dan keamanan kawasan. Relasi mutualis seperti itulah yang perlu terus dikedepankan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Kata Netizen
Perlukah Ranking Akademik Masih Dicantumkan di Rapor?
Perlukah Ranking Akademik Masih Dicantumkan di Rapor?
Kata Netizen
Perpustakaan Kab. Semarang yang Tak Pernah Menolak Pembacanya
Perpustakaan Kab. Semarang yang Tak Pernah Menolak Pembacanya
Kata Netizen
Bukan Sekadar Bayar, Mengapa Kita Enggan Melunasi Utang?
Bukan Sekadar Bayar, Mengapa Kita Enggan Melunasi Utang?
Kata Netizen
Dilema Pekerja Antarkota: Hujan, Perjalanan, dan Daya Tahan Tubuh
Dilema Pekerja Antarkota: Hujan, Perjalanan, dan Daya Tahan Tubuh
Kata Netizen
Di Balik Medali Emas Patricia Geraldine di SEA Games 2025
Di Balik Medali Emas Patricia Geraldine di SEA Games 2025
Kata Netizen
Kenapa Topik Uang Bisa Jadi Sensitif dalam Rumah Tangga?
Kenapa Topik Uang Bisa Jadi Sensitif dalam Rumah Tangga?
Kata Netizen
Urgensi Penataan Ulang Sistem Pengangkutan Sampah Jakarta
Urgensi Penataan Ulang Sistem Pengangkutan Sampah Jakarta
Kata Netizen
Kini Peuyeum Tak Lagi Hangat
Kini Peuyeum Tak Lagi Hangat
Kata Netizen
Membayangkan Indonesia Tanpa Guru Penulis, Apa Jadinya?
Membayangkan Indonesia Tanpa Guru Penulis, Apa Jadinya?
Kata Netizen
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau