Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Air Terjun Maelang: Antara Keindahan dan Pentingnya Konservasi"
Keindahan alam Jember memang tidak kalah menarik dengan wisata di daerah lainnya. Selain panorama pegunungan yang memukau serta pantainya yang menawan, keindahan Jember juga dapat ditemukan pada salah satu air terjunnya yang berada di wilayah Dusun Sebanen, Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, yang mana warga lokal menyebutnya Air Terjun Maelang.
Keindahan Air Terjun Maelang terletak pada bentuk air terjun bertingkat yang berasal dari mata air di bebatuan kapur dan juga pepohonan endemik yang masih terjaga di pinggir sungai dan air terjun, meskipun di lahan sekitarnya sudah ditanami pohon jati. Akar-akar pohon endemik seperti Elo Gondang (Ficus variegata Blume) merambat di bebatuan dan tanah, membentuk lukisan alam nan indah.
Keberadaan pepohonan yang menaungi Air Terjun Maelang menghadirkan hawa sejuk. Dipadu dengan suara air yang begitu ritmis, pengunjung bisa merasakan suasana damai dan tenang, sehingga Air Terjun Maelang dapat dikatakan sebagai destinasi yang cocok untuk menjernihkan pikiran dan batin.
Maelang merupakan kependekan dari "sukmane ilang," yang dalam bahasa Indonesia berarti "sukmanya hilang."
Sukmanya hilang bermakna bahwa kawasan air terjun dan hutan Watangan bisa menghilangkan jiwa atau nyawa manusia. Ini tentu bukan bermaksud menakuti warga masyarakat.
Alih-alih, dengan makna itu, warga dan pengunjung diminta berhati-hati ketika bermain di kawasan Maelang atau hutan Watangan.
Dulu sebelum diganti dengan hutan jati, di kawasan air terjun dan Watangan, banyak binatang buas, seperti harimau, macan kumbang, macan tutul, dan yang lain.
Kalau warga tidak hati-hati atau mengusik ketenangan mereka, bisa membuat binatang-binatang tersebut marah dan menyerang. Akibatnya bisa fatal, dari luka-luka hingga meninggal. Maka, warga yang masuk ke hutan atau ingin menikmati indahnya air terjun harus hati-hati dan sebisa mungkin tidak mengusik binatang yang ada di sana.
Sukmanya hilang juga dapat bermakna meninggalnya seorang tokoh penyebar agama Islam di kawasan air terjun. Menurut keterangan warga, di dekat Maelang terdapat makam. Sayangnya, mereka tidak tahu siapa tokoh tersebut.
Selain itu, warga juga mengatakan bahwa sampai pertengahan 1990-an, mata air yang mengalir ke air terjun cukup besar. Sungai kecil pun dipenuhi dengan ikan, udang sungai, dan kura-kura.
Burung-burung endemik seperti cucak rowo, jalak, dan elang mudah dijumpai. Mereka suka bertengger di dahan dan ranting pepohonan di kawasan Maelang.
Selain burung, ayam alas (ayam hutan) mudah ditemukan. Bahkan, kijang dan banteng sering muncul di hutan. Mereka berkeliaran mencari makan dan minum air.
Namun, debet di beberapa sumber air semakin menurun seiring dengan semakin lebat dan tingginya pohon jati yang dikelola Perhutani. Tidak hanya itu, keberadaan pohon endemik seperti elo gondang, awar-awar, kepuh, hingga beringin juga semakin sedikit.