Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kekacauan Lalu Lintas Bukan Salah Pengendara"
Dalam konteks lalu lintas, ada istilah “Sopir Medan” yang kerap kali saya dengar dalam guyonan.
Sopir Medan diasosiasikan dengan orang Medan yang mahir menyetir atau mungkin lebih tepatnya berani dan sigap.
Jangan meragukan kemampuan menyetir orang Medan, begitulah kira-kira inti guyonan tersebut. Terkesan memuji, padahal sebenarnya merupakan penggambaran sisi negatif kondisi lalu lintas di Medan.
Guyonan itu secara tidak langsung menyatakan bahwa lalu lintas di Medan berbahaya, sehingga menimbulkan kesan bahwa kemampuan menyetir seseorang akan terasah seiring bertambahnya jam terbang mengemudi di Medan.
Dari situ banyak orang beranggapan jika seseorang sudah mampu dan mahir mengemudikan kendaraannya di Medan, maka dia akan dianggap mampu mengemudi di kota mana pun.
Hal itu karena tingkat kesulitan mengemudikan kendaraan di Medan diasumsikan lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain.
Terlepas apakah Anda setuju atau tidak dengan anggapan tadi, saya pernah melihat seorang pelancong menumpahkan kekesalannya akan Kota Medan di blog pribadinya.
Salah satu alat ukur yang ia gunakan adalah lalu lintas. Perlu diakui memang berkendara di Medan itu harus didukung kesiagaan penuh serta refleks yang tinggi karena kendaraan atau pejalan kaki bisa muncul dari arah mana saja secara tiba-tiba.
Sebenarnya hal ini terjadi tidak hanya di Medan, di banyak kota besar di Indonesia kondisi lalu lintasnya juga semrawut jika kita membandingkannya dengan banyak kota di negara maju.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.