Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dian S. Hendroyono
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Dian S. Hendroyono adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Piala Dunia 2022 dan Maknanya bagi Qatar

Kompas.com, 28 November 2022, 17:31 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Seperti yang dikatakan Blatter, saat Qatar ditentukan sebagai negara tuan rumah Piala dunia tahun 2010 lalu, Qatar tidak memiliki sejarah tentang sepak bola. Bahkan saat itu, Qatar baru mulai membangun tim nasionalnya berbarengan dengan membangun negara. Dari nol.

Qatar sadar bahwa sejatinya mereka tak hanya harus membangun segala sarana dan prasarana pendukung Piala Dunia seperti hotel, stadion, jalan raya, sistem kereta metro, melainkan juga harus membangun sebuah tim nasional sepak bola yang kompeten, yang diharapkan tak akan tampil memalukan di ajang sepenting Piala Dunia.

Bisa dibayangkan betapa sulitnya Qatar membangun sebuah tim sepak bola yang baik dari jumlah penduduknya yang hanya 3 juta jiwa. Dari jumlah itu, berapa orang yang kompeten untuk dipilih memperkuat timnas Qatar?

Sebagai perbandingan, di Indonesia saja dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta jiwa, masih merasa kesulitan untuk mencari pemain sepak bola yang kompeten dan mumpuni untuk bisa diajak membela timnas.

Bahkan tak jarang Indonesia masih harus mencari pemain keturunan Indonesia yang berlaga di luar negeri untuk selanjutnya dinaturalisasi.

Akibat situasi itu, Qatar kemudian menempuh jalan pintas: melakukan naturalisasi pemain.

Qatar sudah melakukan proses naturalisasi secara agresif dengan menawarkan status kewarganegaraan bagi pemain-pemain sepak bola berbakat bahkan sebelum mereka mengajukan diri sebagai calon tuan rumah Piala Dunia.

Dari usaha itu, pada tahun 2004 Qatar mencoba menaturalisasi tiga pesepak bola Brasil hanya dalam waktu satu pekan. Para pemain itu antara lain adalah Ailton, Dede, dan Leandro.

FIFA yang mengetahui hal itu geram hingga kemudian mengubah regulasi soal ketentuan naturalisasi. FIFA menambahkan di statuta bahwa pemain yang bisa menjadi warga sebuah negara adalah mereka yang sudah tinggal di negara selama 10 tahun.

Alhasil rencana naturalisasi Qatar gagal. Meski begitu, keluarga kerajaan tak tinggal diam, mereka kemudian menempuh jalan lain yang lebih rumit dengan membuat proyek dengan nama Aspire Academy.

Di akademi itulah semua atlet-atlet dilatih dengan bantuan teknologi serta berbagai sumber daya terbaik yang bisa mereka beli dengan uang yang mereka miliki.

Salah satu cabang olahraga yang terdapat dari program akademi itu tentu adalah sepak bola, Aspire Football Dreams. Akademi ini difokuskan untuk menemukan bakat-bakat sepak bola tersembunyi dari semua kota dan desa di seluruh dunia.

Program tersebut pertama kali dimulai tahun 2005 dengan beberapa kamp tempat pelatihan di Afrika. Kemudian, program itu melebarkan sayap hingga ke Amerika Latin dan Asia Tenggara.

Sebenarnya, Aspire Football Dreams juga menggunakan cara naturalisasi, namun dengan diselimuti “beasiswa” bagi para pemain untuk belajar di Qatar. Tujuannya tak lain agar bisa menghindari aturan 10 tahun residensi dari FIFA.

Tak disangka, segala usaha tersebut terbayar ketika Qatar sukses menjadi juara Piala Asia untuk pertama kalinya tahun 2019. Selain itu, Qatar juga dikabarkan menyewa sebanyak 600 ribu suporter untuk menyemangati tim nasional mereka.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau