Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indah Novita Dewi
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Indah Novita Dewi adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pentingnya Suntikan Semangat bagi Kelompok Tani Hutan Rakyat Bulukumba

Kompas.com - 12/01/2023, 12:26 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Dengan begitu, para petani ini dapat memperoleh kans lebih besar untuk diberikan insentif baik berupa sarana produksi maupun pendampingan/pelatihan.

Di Kabupaten Bulukumba sendiri terdapat beberapa KTH pengelola hutan yang didirikan sejak tahun 2003 hingga 2021.

Tanaman yang biasa ditanam di hutan rakyat Bulukumba ini adalah jati, mahoni, dan bitti.

Sebagai daerah yang dikenal dengan penghasil kapal pinisi, produksi kayu bitti merupakan faktor penting. Kayu bitti adalah kayu yang biasa digunakan sebagai bahan utama pembuatan kapal.

Namun sayangnya, kebutuhan kayu sebagai bahan baku pembuatan kapal ini belum bisa dipenuhi oleh Kabupaten Bulukumba, sehingga masih harus mendatangkannya dari daerah lain di Indonesia.

Artinya, hal tersebut bisa dijadikan sebagai sebuah peluang untuk para petani kayu memproduksi kayu terbaiknya. Selain akan mendapatkan untung, Bulukumba tentu akan bisa mandiri dalam memproduksi kapal pinisi dan tak terus bergantung kepada kayu-kayu dari daerah lain di Indonesia.

Sebagai catatan, KTH pengelola hutan rakyat Bulukumba pernah mencapai kejayaannya saat banyaknya KTH yang terbentuk.

Namun sayang, saat UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diterbitkan, otomatis seluruh wewenang pengelolaan hutan diambil alih oleh pemerintah provinsi setelah sebelumnya dikerjakan oleh pemerintah kabupaten.

Akibat dari adanya UU tersebut, kegiatan pendampingan yang dilakukan penyuluh di beberapa daerah di Kabupaten Bulukumba sempat terhenti.

Di sisi lain, petani yang basanya hanya perlu pergi ke kantor Dinas Kehutanan di kabupaten, sekarang harus ke Dinas Kehutanan Provinsi jika terjadi masalah yang hendak dikonsultasikan.

Saat ini masa-masa sulit itu sudah lewat dan Dinas Kehutanan Provinsi telah memiliki beberapa wakil yang berkantor dekat dengan masyarakat yaitu kantor KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan).

Meski begitu, Kabupaten masih kekurangan petugas penyuluh petani yang ditugaskan. Saat ini hanya terdapat 3 orang penyuluh untuk 10 kecamatan yang terdapat di Bulukumba.

Sebagai Penyuluh Kehutanan Ahli Madya, di tahun 2022 saya berkesempatan melakukan kegiatan penilaian kinerja KTH di Kabupaten Bulukumba. Saat itu yang saya temukan adalah kondisi KTH di Kabupaten Bulukumba belumlah optimal.

Sebagian besar KTH tidak melakukan kegiatan kelompok secara rutin, kelengkapan administrasi kurang, dan ketergantungannya pada penyuluh sangat besar. Jika tidak ada penyuluh yang berkunjung dan memberikan arahan, sebagian KTH tidak melakukan kegiatan apa-apa.

Melihat minimnya partisipasi sebagian besar KTH di sana, maka tentu perlu adanya pendampingan penyuluh yang tidak hanya membantu pemenuhan syarat administrasi saja, melainkan juga mengajarkan semangat kemandirian agar walaupun belum ada penyuluh yang bisa datang, kelompok tetap dapat hidup dan aktif.

Sebab, sejatinya keberhasilan sebuah KTH bukan tergantung pada siapa penyuluh/pendampingnya atau siapa ketua KTHnya, namun justru ada pada komitmen, inisiatif, dan semangat dari seluruh anggota KTH.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kelompok Tani Hutan Rakyat di Bulukumba, Butuh Suntikan Semangat"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Kata Netizen
Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com