Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Luna Septalisa
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Luna Septalisa adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pilih Child Free atau Tidak, Jangan Paksakan Pilihan ke Orang Lain

Kompas.com - 09/02/2023, 17:22 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Terkait pilihan orang untuk child free, saya pribadi dulu pernah berpikir bahwa orang dewasa harus menikah untuk meneruskan keturunan, artinya tentu mereka mesti memiliki anak.

Namun, seiring berjalannya waktu saya juga jadi bertanya-tanya, bagaimana jika ada orang yang memutuskan tidak ingin memiliki anak walau sudah menikah?

Bagaimana dengan pasangan yang salah satu atau bahkan keduanya infertil sehingga tidak bisa punya anak? Bagaimana pula dengan mereka yang memutuskan untuk melajang hingga akhir hayat?

Lantas, apakah menikah dan memiliki anak wajib dimasukkan ke dalam bagian dari daftar tujuan hidup seseorang?

Sulitnya Hidup di Tengah Masyarakat yang Menganut Budaya Kolektif

Sayangnya, kita hidup di tengah masyarakat yang memiliki budaya kolektif.

Akibatnya, agak sulit bagi kita--terutama perempuan--untuk sekadar memmiliki apalagi sampai menyuarakan pilihan personalnya untuk tidak menikah hingga tidak ingin punya anak atau child free. Salah satu contohnya adalah Gita Savitri.

Di masyarakat yang menganut pandangan pro-life atau pro kehidupan, child free adalah hal yang asing. Akibatnya jika ada seseorang yang menginginkan child free maka akan dianggap “menyimpang” dari pandangan umum masyarakat mengenai keluarga ideal.

Keluarga ideal yang banyak diyakini oleh masyarakat kita harus terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Maka tanpa kehadiran salah satunya, sebuah keluarga belum bisa dikatakan sebagai keluarga ideal atau secara sederhana tidak utuh.

Oleh karenanya, kehadiran anak akan dianggap sebagai pelengkap kebahagiaan pasangan suami istri dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Bahkan saking inginnya memiliki anak, pasangan suami istri yang belum kunjung memiliki anak padahal tela menikah cukup lama melakukan berbagai cara agar mereka bisa memiliki anak.

Jadi, tak mengherankan bila ada pasangan yang memilih untuk child free akan dianggap tidak bersyukur dan tidak peka terhadap perjuangan para pasutri yang ingin memiliki anak.

Perlu diakui bahwa kita memang masih belum terbiasa dan cenderung enggan menghadapi pilihan perempuan atau siapa pun yang kadang berseberangan dengan pilihan mayoritas masyarakat. Child free adalah salah satunya.

Di sebuah lingkungan masyarakat, jika ada perempuan yang memiliki pandangan berseberangan maka akan dianggap sebagai pembangkang, bahkan hingga diberi cap sebagai “bukan perempuan baik-baik” atau “bukan perempuan salehah”.

Akibatnya seringkali perempuan hanya punya pilihan yang sangat terbatas, bahkan dalam beberapa kasus tertentu bisa jadi tidak punya pilihan sama sekali.

Sebagian perempuan tidak tahu apa yang mereka inginkan. Sebagian lainnya bahkan tidak tahu bahwa dirinya boleh punya dan menentukan pilihan.

Hal ini disebabkan mereka tidak pernah diberi hak untuk punya dan menentukan pilihannya sendiri. Maka akan terlihat wajar bila mereka akhirnya menganggap bahwa seluruh aspek hidupnya adalah ketundukan mutlak.

Padahal, semestinya pilihan pribadi tidak mengandung unsur benar atau salah. Sebab pilihan tersebut akan didasari pada kebutuhan, kondisi, dan standar pribadi seseorang. Maka apapun yang menjadi pilihannya, itu adalah sesuatu yang valid.

Jangan Paksakan Pilihan Kita pada Orang Lain

Alasan orang memilih child free itu beragam sekali. Ada yang karena alasan finansial, kesehatan fisik maupun mental, lingkungan, bahkan ada yang alasannya karena tidak tertarik pada anak-anak.

Apakah artinya memilih child free itu aneh? Bagi sebagian orang yang mempercayai bahwa anak adalah anugerah, tentu pilihan child free akan dianggap aneh dan tidak bisa diterima.

Maka dari itu, terkait pilihan seseorang untuk child free ini kita perlu ingat bahwa standar nilai hidup dan kebahagiaan kita tidak akan mungkin bisa dipaksakan pada orang lain.

Orang-orang yang menganggap bahwa pernikahan akan lebih bahagia dan lengkap dengan kehadiran seorang anak, akan menjadikan kehadiran anak dalam rumah tangga sebagai standar kebahagiaan mereka.

Jika ini merupakan preferensi Anda dan Anda memilihnya dengan penuh kesadaran serta tanggung jawab, tentu tidak masalah.

Akan jadi masalah ketika Anda memaksakan standar kebahagiaan tersebut pada orang lain yang tidak berniat punya anak.

Sebab bisa jadi standar kebahagiaan orang lain bukan terletak pada kehadiran seorang anak, sehingga mereka ingin menjalani kehidupan rumah tangga berdua saja.

Bisa jadi mereka juga merasa bahwa tanpa kehadiran anak, hubungan antara suami dan istri akan lebih solid karena akan bisa menghabiskan waktu berdua bersama lebih banyak. Dan hal tersebut bagi mereka sudah lebih dari cukup dan bisa membuat mereka bahagia.

Hal ini sebenarnya sah-sah saja bagi siapa pun yang memilihnya selama dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Satu hal penting yang perlu dicatat adalah keputusan tersebut bukan disebabkan oleh ikut-ikutan orang lain seperti influencer semata agar dianggap edgy dan open minded, melainkan berdasarkan hasil diskusi dan kesepakatan antara pasangan suami istri.

Di sisi lain juga kita tidak perlu memaksakan pilihan child free yang kita ambil pada orang lain. Jangan pula sampai mengejek mereka sebagai orang yang close minded atau kuno karena pilihan hidupnya untuk mengikuti budaya yang ada di masyarakat pada umumnya.

Bukankah pilihan adalah tanggung jawab masing-masing individu yang menjalaninya? Lalu, mengapa harus memaksakan pilihan hidup kita pada orang lain?

Memangnya kalau orang lain memilih child free akan merugikan hidup kita, membuat kita jadi miskin, kelaparan atau mengancam nyawa kita, misalnya?

Kalaupun seorang perempuan tidak melahirkan anak, setidaknya mereka dapat melahirkan kebaikan, keteladanan maupun ilmu yang bermanfaat bagi sesama. Bukankah itu adalah tugas setiap manusia, termasuk perempuan?

Jadi, alih-alih mengejek dan menyebut mereka yang memilih untuk child free sebagai orang egois, ada baiknya kita berkaca dan berekfleksi pada diri kita sendiri.

Sudahkah kita menjadi pribadi atau orangtua yang baik dan tidak egois pada diri dan anak sendiri?

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Child Free atau Tidak, Jangan Paksakan Pilihan Hidup Anda pada Orang Lain"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Jadikan Sekolah sebagai Penjaga Bahasa Daerah

Jadikan Sekolah sebagai Penjaga Bahasa Daerah

Kata Netizen
Merasa Kesepian dalam Rumah Tangga, Bisakah Terjadi?

Merasa Kesepian dalam Rumah Tangga, Bisakah Terjadi?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau