Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Adian Saputra
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Adian Saputra adalah seorang yang berprofesi sebagai Jurnalis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Melihat Cara Media Massa Merawat Maruah Bahasa Indonesia

Kompas.com, 13 Februari 2023, 19:57 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pengalaman bekerja sebagai korektor bahasa di Lampung Post pada September 2004 membuat saya mengerti bahwa sebagai korektor bahasa saya memiliki tugas memperbaiki naskah yang dikirim redaktur.

Padahal saya sendiri bukan merupakan sarjana bahasa. Akan tetapi, memang sebeum mulai bekerja tahun 2004, saya sudah rajin menulis opini, cerita anak, resensi buku, dan beberapa artikel lain sebagai penulis lepas sejak tahun 1999.

Sebagai seorang korektor bahasa, tugas utama saya adalah memperbaiki naskah kiriman redaktur yang dibuat oleh reporter. Sebenarnya naskah yang telah disunting oleh redaktur mestinya telah ideal atau dalam media massa biasa disebut press claar.

Namun, sebagai sebuah media massa arus utama tetap memiliki bagian khusus untuk melakukan penyempurnaan bahasa. Sebutannya macam-macam, selain korektor bahasa ada juga redaktur bahasa dan penyelaras bahasa.

Ada sebuah celetukan seorang teman yang mengatakan bahwa korektor itu sebenarnya akronim dari ngoreksi yang kotor-kotor.

Memang kalau dipikir-pikir ada benarnya. Sebagai korektor bahasa adalah merapikan semua tulisan. Ia adalah orang terakhir yang menjaga tata bahasa berita atau artikel lain di koran.

Mulai dari melihat judul, apakah logikanya sesuai atau tidak. Lalu konjungsinya tepat atau belum. Kemudian juga soal pilihan diksinya tepat atau tidak. Selain itu juga apakah semua itu sudah sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia atau belum.

Hal yang paling penting selanjutnya adalah memastikan tulisan itu tetap enak dibaca meski taat pada pakem bahasa yang ada.

Jika pekerjaan sebagai korektor bahasa zaman sekarang masih ada, tentu pekerjaannya akan semakin sulit.

Pasalnya, zaman sekarang semakin banyak masukan bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia.

Orang sekarang lebih suka pakai diksi "apresiasi" ketimbang memuji. Padahal asal muasal "apresiasi" adalah dari kata negerinya mendiang Ratu Elisabeth: apreciate.

Belum lagi memadankan kata asing atau frasanya ke dalam bahasa Indonesia. Media massa kita terbilang sukses ketika memopulerkan gawai untuk gadget, petahana untuk incumbent, daring (dalam jaringan) untuk online, luring (luar jaringan) untuk offline, unggah untuk upload, unduh untuk download, dan banyak lainnya.

Meski memang tidak semua kata atau istilah dalam bahasa asing mudah ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia yang pas. Misalnya seperti garden atau park yang dalam bahasa Inggris memiliki makna berbeda, namun dalam bahasa Indonesia keduanya sama-sama berarti “taman”.

Di sisi lain media masa juga menurut saya belum terlalu sukses memopulerkan istilah lokakarya sebagai pengganti untuk istilah asing workshop dan peluncuran untuk launching.

Sebab, hampir di semua tempat yang sedang mengadakan kegiatan peluncuran produk baru, masih menggunakan istilah launching alih-alih peluncuran. Bahkan tak jarang juga ada yang salah menulisnya menjadi “lounching”.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau