Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Oleh karenanya sejatinya, media massa memiliki peran yang penting untuk merawat dan menjaga muruah bahasa kita.
Media massa adalah kamus berjalan tempat orang belajar kosakata baru. Jutaan kosakata di dalam kamus kita akan "berbunyi" jika dipakai dalam berita dan artikel lain di media massa.
Jadi semakin terampil dan kreatif sebuah media massa dalam menyajikan kata baru yang sudah terentri dalam kamus, maka publik pun juga makin teredukasi.
Jangan malah lantas mengikuti yang jelas sudah salah. Seperti misalnya pada Pemilu 2009 lalu. Saat itu kita tidak mencoblos kertas suara melainkan menconteng atau mencentangnya dengan alat tulis.
Namun, alih-alih menggunakan dua diksi tersebut, yang berarti memberikan tanda di kertas suara, KPU malah menggunakan kata contreng yang tak baku.
Akibatnya, kata yang tak baku itu, karena lazim dan digunakan dalam lembaga resmi negara, akhirnya malah masuk basis data bahasa kita juga.
Padahal sudah ada kata yang baku, yang sudah lebih dulu terdapat di kamus, yakni centang dan conteng.
Contoh lainnya juga sekarang ada diksi projek di Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Padahal kita sudah memiliki kata proyek yang baku yang terdapat dalam kamus namun entah mengapa malah tidak digunakan.
Nah, tugas media massa semestinya merawat dan tetap mengembalikan kata sesuai dengan fungsinya. Apalagi di tiap provinsi di Indonesia terdapat Kantor Bahasa sebagai mitra untuk menjaga dan merawat muruah bahasa kita.
Media massa sebagai produk jurnalistik akan menjadi pembelajaran untuk kita agar tertib berbahasa.
Media massa arus utama daring sekarang memegang peranan penting. Sebab, dari konten media jenis inilah publik bisa mengetahui kata-kata baru yang baku dan bisa digunakan dalam ragam percakapan keseharian.
Media massa mesti mengejawantahkan program untuk menata kembali ketertiban berbahasa kita dengan produk jurnalistik mereka.
Di media sosial kita punya tokoh yang meski basisnya bukan sarjana bahasa tapi tekun menyampaikan soal itu. Namanya Ivan Lanin. Akun Instagramnya sarat dengan kebahasaan.
Uda Ivan, dipanggil begitu karena dia orang Minang, piawai dalam mengedukasi milenial soal bahasa. Kadang contohnya menggelitik karena lekat dengan dunia anak muda zaman sekarang.
Maka itu, semua orang yang berkelindan kerjaan dengan ranah ini mesti punya kemampuan berbahasa yang lumayan.