Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
H.I.M
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama H.I.M adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Dampak Wacana Larangan Turis Asing Sewa Motor di Bali

Kompas.com - 28/03/2023, 10:49 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

 

Sewa motor merupakan solusi terbaik jika sedang berlibur ke Bali, selain dikarenakan keterbatasan angkutan umum dan sulitnya menjangkau daerah-daerah yang jauh dari pusat kota dengan transportasi online, harga sewa motor di Bali juga tergolong terjangkau.

Untuk motor matic keluaran tahun 2019 ke bawah, harga sewa berkisar 50-80 ribu rupiah per hari. Sedangkan, kendaraan keluaran terbaru atau dengan CC besar biasanya seharga 80-150 ribu rupiah per hari.

Bagi wisatawan dengan budget terbatas, sewa motor menjadi pilihan. Apalagi jika berkunjung ke Bali seorang diri atau hanya berdua. Jika menyewa mobil tentu biaya akan besar dan rentan terkena macet hingga berjam-jam apalagi jika pengemudi melewati Canggu, Kuta, Uluwatu, dan Ubud.

Berbeda jika membawa motor, pengemudi bisa mencari celah untuk melewati kendaraan saat macet atau bahkan mencari jalan alternatif.

Melihat Dampak Wacana Pelarangan Sewa Motor di Bali

Belakangan ini pelarangan sewa motor di Bali bagi turis asing menjadi sorotan lantaran mereka berperilaku tidak tertib saat berkendara, mulai dari berkendara tanpa helm, tidak membawa surat izin mengemudi, hingga mengubah dan memodifikasi plat nomor kendaraan.

Buntut dari pelanggaran tersebut, Gubernur Bali I Wayan Koster akan membahas sejumlah aturan pelarangan wisatawan mancanegara menyewa motor.

Lantas, apa dampak pelarangan sewa motor ke turis asing di Bali bagi stakeholder?

1. Pengaruh Secara Pendapatan

Bagi pemilik jasa sewa motor, WNA dianggap sebagai pangsa pasar potensial dikarenakan mereka bisa membayar harga sewa jauh lebih tinggi dibandingkan wisatawan domestik.

Dari pengalaman saya saat lagi bersantai di Kuta, saya pernah melihat seorang bule sibuk mencari motor sewaan. Lalu, seorang ibu membantu mencarikan motor sewaan. Mengingat jarak mereka dekat dengan tempat saya bersantai, saya bisa mendengar percakapan kedua orang ini.

Bule tersebut setuju dengan harga sewa 200 ribu rupiah per hari. Rencananya, ia akan menyewa motor selama dua hari. Artinya si bule mengeluarkan 400 ribu rupiah selama 2 hari. Padahal saya pernah mencari motor untuk teman dan dapat harga 80 ribu rupiah per hari. Ternyata, si ibu ini perantara karena setelah si pemilik memberikan uang sebagai kompensasi kepada si ibu karena sudah mencarikan pelanggan.

Artinya sewa motor untuk WNA bisa menjadi sumber pendapatan bagi banyak pihak. Contoh kasus saya, ada si ibu sebagai perantara dan si pemilik yang mendapatkan penghasilan lebih. Bagi bule harga sewa tersebut murah dan jarang menawar.

Berbanding terbalik jika si penyewa adalah wisatawan domestik. Biasanya wisatawan domestik sudah paham harga sewa dan pasti menawar jika mendapati harga di luar ekspetasi.

Selain itu wisatawan domestik biasanya lebih suka melakukan komparasi harga dan mencari yang termurah. Sehingga, keuntungan bagi penyewa terbilang kecil dibandingkan disewa kepada WNA.

2. Bali Rentan Kehilangan Pamor Destinasi Ramah Budget

Sebagai bagian dari masyarakat Bali, saya melihat bahwa karakter WNA yang ke Bali tidak semua berasal kalangan menengah ke atas. Ada juga WNA yang menerapkan sistem backpacker untuk menekan budget.

Saya sering mendengar kisah WNA yang di negara asalnya hanya seorang pramuniaga, pedagang kecil-kecilan, atau karyawan kantor yang rela menabung untuk wisata ke Bali. Artinya mereka memilih Bali karena dikenal sebagai destinasi yang ramah di kantong.

Seandainya kebijakan sewa motor diterapkan artinya biaya akomodasi akan meningkat tajam. Apalagi jika mereka berencana liburan dalam waktu lama.

Bayangkan sewa mobil bisa mencapai 300 ribu rupiah per hari tentu akan memberatkan WNA backpacker.

Jujur saya pun termasuk orang yang menghitung pengeluaran saat wisata ke luar negeri. Bahkan saya juga lebih memilih sewa motor daripada mobil saat di Thailand karena memang harganya lebih murah.

Seandainya saya di posisi WNA dengan aturan dilarang menggunakan kendaraan sewa, maka mereka pun akan berpikir berulang kali untuk ke Bali.

3. Harapan Peningkatan Wisatawan Asing Akan Sulit Dicapai

Pemerintah menargetkan jumlah kunjungan 4,5 wisatawan berkunjung ke Bali pada 2023. Sebelumnya di 2022 jumlah kunjungan hanya berkisar 2,2 juta.

Jika seandainya kebijakan tersebut terealisasikan, maka target peningkatan kunjungan WNA ke Bali akan berkurang. Bukan tidak mungkin, jika WNA justru akan beralih ke negara tetangga yang ramah dengan wisatawan asing.

Bisa jadi wacana kebijakan ini bisa membawa keuntungan bagi negara tetangga karena mendapatkan WNA yang beralih dari Bali. Ini patut jadi pertimbangan khusus karena negara tetangga masih ramah terhadap wisatawan asing.

Wacana aturan larangan penggunaan kendaraan sewaan khususnya motor bagi WNA saat berlibur di Bali memiliki sisi positif dan negatif. Positifnya karena mampu menertibkan pengguna jalan serta mendorong sektor agent travel. Namun di sisi lain, kebijakan tersebut bisa membuat WNA justru enggan ke Bali.

Kembali lagi pasti ada pertimbangan khusus Pemprov membuat wacana ini. Harapan kebijakan yang dihasilkan tidak memengaruhi kondisi pariwisata di Bali yang tengah pulih.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Bule Bermasalah, Banyak Pihak yang Terdampak"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Frugal Living sampai Ekstrem, Adakah yang Dirugikan?

Frugal Living sampai Ekstrem, Adakah yang Dirugikan?

Kata Netizen
Sumpah Pemuda dan Kesadaran Berbahasa Indonesia

Sumpah Pemuda dan Kesadaran Berbahasa Indonesia

Kata Netizen
Bagaimana Antisipasi Penularan Wabah Penyakit Sapi Ngorok?

Bagaimana Antisipasi Penularan Wabah Penyakit Sapi Ngorok?

Kata Netizen
Ini Alasan Kompos Disebut sebagai 'Emas Hitam'

Ini Alasan Kompos Disebut sebagai "Emas Hitam"

Kata Netizen
Kenali Motif Penipuan di Industri Jasa Keuangan

Kenali Motif Penipuan di Industri Jasa Keuangan

Kata Netizen
Kapan Memulai Chemistry dengan Calon Mertua?

Kapan Memulai Chemistry dengan Calon Mertua?

Kata Netizen
Akhir Kisah Erik ten Hag dan Manchester United

Akhir Kisah Erik ten Hag dan Manchester United

Kata Netizen
Bagaimana Menghadapi Perundungan di Tempat Kerja?

Bagaimana Menghadapi Perundungan di Tempat Kerja?

Kata Netizen
Bisakah Kota Global Direalisasikan di Indonesia?

Bisakah Kota Global Direalisasikan di Indonesia?

Kata Netizen
Masih Adakah Harapan di Tengah Keputusasaan?

Masih Adakah Harapan di Tengah Keputusasaan?

Kata Netizen
Dodol Wijen, Dodol Tradisional dari Desa Serdang Kulon

Dodol Wijen, Dodol Tradisional dari Desa Serdang Kulon

Kata Netizen
Penulis dan Penerbit Merugi di Hadapan Pembajakan Buku

Penulis dan Penerbit Merugi di Hadapan Pembajakan Buku

Kata Netizen
Apa Saja yang Disiapkan Sebelum Jelajah Pulau Jeju, Korea Selatan?

Apa Saja yang Disiapkan Sebelum Jelajah Pulau Jeju, Korea Selatan?

Kata Netizen
Oktober sebagai Bulannya Para Penyayang Hewan, Kenapa?

Oktober sebagai Bulannya Para Penyayang Hewan, Kenapa?

Kata Netizen
Praktik Joki Ilmiah, Bagaimana Menghilangkannya?

Praktik Joki Ilmiah, Bagaimana Menghilangkannya?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau