Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Terkait pengadaan KRL Indonesia, sampai saat ini belum juga menemukan titik temu. Belum lama ini, anggota DPR malah menuding PT KAI dan KCI tidak melakukan perencanaan dengan baik sehingga terlambat memesan KRL buatan PT INKA.
PT KAI dan KCI sendiri memiliki alasan terhalang pandemi Covid-19 yang menyebabkan pemesanan KRL terlambat dan memilih opsi impor KRL bekas dari Jepang.
Padahal rencana impor kereta bekas dari Jepang ini dinilai tidak sejalan dengan langkah pemerintah yang tengah membatasi barang impor bekas.
Bisa dikatakan PT KAI dan KCI ingin thrifting kereta bekas namun malah terhambat regulasi.
Meski demikian, bagi penumpang KRL tidak terlalu mempermasalahkan apakah kereta yang digunakan adalah bekas impor atau kereta baru buatan dalam negeri.
Satu hal yang paling penting bagi penumpang adalah unit kereta yang selalu tersedia, baik kereta bekas maupun kereta baru, sehingga tak lagi mendatangkan keluhan dari penumpang.
Jadi, bila persoalan pengadaan kereta ini tak kunjung menemukan titik temu, maka yang akan rugi dan menderita tak lain adalah penumpang itu sendiri.
Apa pasal? Begini, di tengah jumlah penumpang KRL yang kian meningkat, kurangnya armada KRL Jabodetabek sungguh terasa.
KRL lintas Bogor yang dikenal paling banyak penumpangnya, saat ini lebih sering tersedia kereta dengan formasi 8 gerbong. Alhasil kereta selalu padat dan membuat penumpang di dalamnya layaknya pepes tahu.
Padahal dengan banyaknya penumpang, idealnya setiap rangkaian minimal menggunakan 10 atau 12 gerbong. Itupun pihak KCI konon harus melakukan kanibalisme alias memotong rangkaian jika ingin menambah jumlah gerbong kereta dalam satu rangkaian.
Nah, karena jumlah keretanya kian terbatas, tentu makin sulit untuk melakukan kanibalisme atau menambah gerbong.
Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi KRL yang tersedia saat ini?
Dari sisi penumpang, perlu diakui memang sudah terlanjur nyaman dengan buatan Jepang meski dalam kondisi bekas.
Dari segi usia memang sudah ada beberapa unit kereta yang memiliki penyakit, seperti suara mendengung keras di gerbong yang berasal dari mesin AC, AC yang kerap mati dan kurang dingin, suara speaker yang tidak jelas, dll.
Akan tetapi, secara umum KRL bekas dari Jepang ini masih bisa dibilang layak pakai terutama untuk mengangkut penumpang dengna tingkat kepadatan yang luar biasa setiap harinya.
Ada satu unit KRL yang menjadi favorit bagi penumpang serta penggemar KRL, yakni seri JR-205 dengan wajah yang dikenal dengan istilah "Marchen Face".
Itulah hebatnya kereta bekas Jepang, meskipun di negara asalnya sudah pensiun tetapi masih bisa melayani kebutuhan di Indonesia.
Bagaimana dengan kereta bikinan INKA?
Sampai saat ini, KRL buatan anak bangsa sebenarnya pernah melayani penumpang dengna rute Jabodetabek di medio tahun 2013 silam.
Namun sayang, kereta buatan INKA ini dinilai kalah saing dengan kereta buatan Jepang. Saya masih ingat bagaimana kecewanya penumpang jika yang datang menjemput adalah kereta ini.
Banyak hal yang menyebabkan kerata INKA saat itu tidak disenangi, salah satunya adalah kerap mogok. Sehingga kerata ini secara perlahan kerata ini “turun kasta” menjadi sebatas kereta pengumpan atau feeder dan selanjutnya sama sekali menghilang dari jalur Jabodetabek untuk dilakukan penyempurnaan kembali oleh INKA.
Saat ini kerata buatan INKA dengan seri EA202 atau KRL i9000 KfW telah lahir kembali dan bertugas melayani lintas KRL Jogja-Solo.
Namun, jika kelak kereta baru dari INKA akan digunakan di jalur Jabodetabek yang lebih padat penumpang, maka seharusnya kereta baru harus sesuai dengan kondisi saat ini dan ke depan.
Utamanya desain gerbong. KRL i9000 KfW buatan INKA masih terlalu banyak lengkungan yang akan membatasi jumlah dan ruang gerak penumpang ketika dalam kondisi sangat padat.
Berbeda dengan seri buatan Jepang yang rata-rata kotak, sehingga tidak akan terlalu mengganggu posisi berdiri penumpang di dalamnya.
Meski demikian, sayangnya kereta baru buatan INKA ini konon baru akan diproduksi tahun 2025 mendatang akibat leletnya pemesanan. Penumpang harus rela bersabar dengan kondisi saat ini jika memang keran impor kereta dari Jepang masih ditutup.
Pada akhirnya, memang nasib penumpang lah yang dipertaruhkan di tengah polemik pengadaan KRL ini.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Begini Rasanya Naik KRL Impor Bekas Jepang"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.