Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Luna Septalisa
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Luna Septalisa adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Yang Luput Diperhatikan dari Fenomena Urbanisasi

Kompas.com - 12/05/2023, 06:52 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Di Indonesia pasca Idulfitri biasanya akan terjadi urbanisasi. Banyak pemudik yang pulang ke kampung halaman serta perantau di kota-kota besar membawa serta saudara, teman, atau tetangga ke kota asal atau kota perantauannya untuk ikut mencari kerja.

Akibatnya, kota-kota besar di Indonesia, terutama DKJ Jakarta semakin penuh sesak oleh penduduk.

Dikutip dari laman Kemenko Perekonomian, Indonesia diprediksi akan memiliki 321 juta penduduk pada tahun 2045. Jumlah ini meningkat dibanding data Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015 yang berada di angka 255, 1 juta jiwa.

Dengan tingginya tingkat pertumuhan penduduk otomatis juga akan mendorong tingginya arus urbanisasi.

Kota-kota kecil dan sedang akan semakin banyak tumbuh di seluruh Indonesia. Sementara kota-kota besar dan daerah peri urban akan membentuk mega urban.

Pada tahun 2035, diperkirakan hampir 90% penduduk Jawa akan tinggal di perkotaan dengan konsentrasi terbesar di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten yang jika ditotal mencapai 76 juta jiwa. Sementara itu, pada 2045, masyarakat yang tinggal di perkotaan akan mencapai 72,8%.

Indonesia memang tidak memiliki undang-undang yang melarang warga negaranya untuk bekerja dan memperoleh penghasilan di mana saja.

Di satu sisi, urbanisasi dapat mempercepat pembangunan wilayah kota, tapi di sisi lain juga bisa menimbulkan masalah, seperti kriminalitas, kemacetan, ketersediaan hunian yang layak dan terjangkau, kelestarian lingkungan, dan sebagainya.

Masalah urbanisasi dan perkotaan memang telah lama menjadi perhatian, tak hanya di Indonesia melainkan juga di berbagai negara lain. Permasalahan tersebut juga berkaitan dengan masalah yang terjadi di pedesaan, terutama alih fungsi lahan dan keterbatasan lapangan kerja.

Kultur Agraris Masyarakat Desa yang "Dipaksa" Berubah

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, pada tahun 2011 terdapat 110 ribu hektar luas lahan yang beralih fungsi. Jumlah tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2019 hingga mencapai 150 ribu hektar.

Alih fungsi lahan biasa terjadi untuk keperluan pemukiman, pembangunan jalan tol atau proyek infrastruktur lain, pertambangan dan ekspansi sektor pariwisata.

Bahkan daerah pertanian yang subur sekaligus memiliki potensi wisata alam malah dialihfungsikan menjadi objek wisata. Tak jarang dilengkapi pula dengan fasilitas dan prasarana pendukungnya, seperti kafe dan villa atau resort.

Apalagi bila di sekitar daerah pertanian atau hutan memiliki sumber daya tambang, maka bisa dipastikan daerah tersebut akan jadi incaran para pebisnis tambang untuk dikeruk tanahnya dan mendirikan pabrik.

Akibatnya, dalam sekejap lingkungan yang sebelumnya menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat menjadi rusak.

Tak jarang bahkan kerusakan yang ditimbulkan mengakibatkan korban jiwa karena udara atau air yang tercemar limbah beracun atau bisa juga karena jatuh ke dalam lubang-lubang galian tambang yang tak terurus.

Di samping itu juga ada masalah soal harga bahan pangan yang tak bersahabat bagi petani: biaya produksi tinggi, namun harga di pasar anjlok.

Terkait hal ini, pemerintah malah lebih suka mengandalkan impor alih-alih melakukan berbagai upaya untuk melindungi para petani.

Faktor-faktor eksternal tersebutnya yang menjadi pemicu banyak petani akhirnya mejual tanah mereka. Masyarakat desa yang hidup dengan kultur agraris mau tidak mau dipaksa untuk berubah menjadi masyarakat industri.

Padahal kecakapan alami mereka adalah mengolah dan memanfaatkan hasil alam untuk berbagai kebutuhan.

Akibat tak ada lagi lahan yang bisa mereka kelola, pilihan bekerja sebagai buruh pabrik, mencoba cari peruntungan di kota-kota besar, atau menjadi buruh imigran di luar negeri menjadi tak terelakan bagi mereka.

Ketersediaan Lapangan Kerja yang Terbatas

Selama seseorang memiliki pendidikan dan keahlian yang memadai serta mental tahan banting, ia akan memiliki banyak pilihan dan kesempatan bekerja yang luas di kota-kota besar, terutama DKI Jakarta.

Sementara di desa, lapangan kerja sangat terbatas. Pilihannya menjadi petani, buruh tani, peternak, atau nelayan jika desa tempat tinggalnya berada di daerah pesisir.

Sebagian anak muda yang beruntung bisa memiliki pendidikan tinggi tentu akan lebih memilih merantau dan bekerja di kota yang pilihan dan kesempatan kerjanya lebih banyak daripada di desa.

Selain karena di kota lebih banyak pilihan dan kesempatan untuk bekerja, sarana dan prasarana di kota biasanya sudah lebih dulu maju jika dibandingkan di desa.

Ambil contoh internet, di beberapa daerah di Indonesia ada yang masih belum tersentuh oleh koneksi internet. Padahal di era teknologi modern saat ini, koneksi internet cepat, stabil, dan lancar adalah hal krusial yang diperlukan oleh pekerja di banyak industri.

Definisi "Kota" dan "Bukan Kota" yang Semakin Kabur

Pertumbuhan suatu kota tidak hanya dilihat dari pertambahan jumlah penduduknya, melainkn juga dari sistem transportasi publiknya, infrastruktur energinya, pasokan airnya, tata kotanya, dan juta perekonomiannya.

Meski urbanisasi kerap dikaitkan dengan kota-kota besar di suatu negara, dewasa ini tampaknya mulai terjadi pergeseran. Tak hanya kota-kota besar, kota-kota lain yang tumbuh dengan cepat juga menjadi incara para pencari kerja pendatang.

Hal ini terjadi seiring dengan konsep “kota” dan “bukan kota” yang semakin kabur. Para ahli perkotaan bahkan pernah memperkenalkan konsep kota megalopolis.

Wilayah provinsi Guangdong di Cina yang secara efektif telah menggabungkan 11 kota lainnya seperti Makau, Guangzhou, Shenzhen dan Hong Kong, menjadikannya sebagai kota megalopolis terbesar saat ini.

Kota-kota pesisir pantai barat Afrika, yang membentang sepanjang 600 km antara Abidjan di Pantai Gading dan Lagos di Nigeria juga berkembang pesat. Perkembangan ini diprediksi para ahli akan membentuk megalopolis terpadat di dunia pada tahun 2100 dengan populasi mencapai 500 juta jiwa.

Faktor yang turut mendukung berkembangnya kota megalopolis tersebut adalah perkembangan teknologi. Hal ini bisa dilihat dari apa yang terjadi di Chicago dan New York.

Akibat perkembangan teknologi, Chicago dan New York yang tumbuh seiring perkembangan teknologi baja dan lift yang memungkinkan orang-orang untuk membangun gedung-gedung pencakar langit.

Hal ini juga terjadi di Indonesia, menurut hasil riset Litbang Kompas, terjadi pergeseran tujuan migrasi masyarakat yang hendak mencari pekerjaan. Jakarta tak lagi tujuan utama migrasi masyarakat.

Tangkapan layar dari hasil riset Litbang Kompas mengenai jumlah pendatang di 10 daerah utama tujuan migrasi.Litbang Kompas/DEB/TIN/YOS/LO9 Tangkapan layar dari hasil riset Litbang Kompas mengenai jumlah pendatang di 10 daerah utama tujuan migrasi.

Alih-alih memilih Jakarta sebagai kota tujuan mencari pekerjaan, kini perantau lebih memilih pergi ke daerah penyangga, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Bahkan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta masuk dalam daftar 10 daerah utama tujuan migrasi pada tahun 2021 dengan jumlah migran sebanyak 134.545 orang.

Sebagai warga Sleman, saya merasakan pembangunan di Sleman memang cukup masif serta semakin padat dan macet.

Wasana Kata

Isu perkotaan dan urbanisasi adalah masalah yang sangat kompleks.

Selain masalah yang mungkin timbul di perkotaan sendiri akibat urbanisasi yang tidak terkendali, hal ini merupakan alarm akan alih fungsi lahan yang kian masif dan terbatasnya lapangan kerja di pedesaan.

Dalam jangka panjang, kondisi tersebut dapat memunculkan masalah yang tidak kalah serius seperti ketahanan pangan, air bersih, menurunnya daya dukung lingkungan dan sebagainya.

Jika ingin laju urbanisasi ditekan, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di wilayah desa harus dilakukan agar tercipta lapangan kerja bagi masyarakat. Dana desa seharusnya bisa dimanfaatkan untuk ini, asalkan dikelola dengan bijak dan bertanggung jawab, bukan malah dikorupsi.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Apa yang Luput Diperhatikan dari Isu Urbanisasi?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Kata Netizen
Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com