Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yon Bayu
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Yon Bayu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ekspor Pasir: Antara Nasionalisme dan Ancaman Kedaulatan NKRI

Kompas.com - 16/06/2023, 09:58 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut kembali membuka keran ekspor pasir laut.

Kebijakan ini bukan hanya akan menimbulkan potensi terjadinya kerusakan lingkungan, melainkan juga berpotensi mengancam keutuhan wilayah NKRI.

Sebagai informasi, Singapura memang memiliki kepentingan dengan pasir laut dari Indonesia untuk reklamasi atau menambah luas daratannya.

Alasan Singapura lebih memilih impor pasir dari Indonesia karena dinilai lebih menguntungkan dari segi ekonomi dan kuantitas. Biaya impor dari Indonesia jelas lebih murah karena jarak Singapura dengan Indonesia sangat dekat.

Selain itu potensi pasir di Indonesia begitu melimpah, Singapura bisa memilih pasir dari area Indonesia yang paling dekat dengan negaranya.

Meski begitu, ekspor pasir laut berpotensi merugikan Indonesia. Tanpa penelitian yang njelimet pun, kita dapat menakar risiko kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan akibat aktivitas ekspor pasir ini.

Di samping itu Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan bahwa secara ekonomi penerimaan negara juga terbilang kecil dari aktivitas ekspor pasir laut ini.

Apa Alasan di Balik Kebijakan Ekspor Pasir Laut?

Lantas, apa urgensi Presiden Joko Widodo menerbitkan PP Nomor 26/2023 yang di dalamnya terdapat Pasal 9 (d) mengatur soal dilegalkannya ekspor hasil sedimentasi (baca: pasir)?

Padahal Indonesia sudah sekitar dua dekade lamanya melarang ekspor pasir laut lewat Keputusan Presiden No 33/2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut karena akan merusak lingkungan, merugikan nelayan, dan membahayakan negara.

Apakah kebijakan Presiden Jokowi memberi izin ekspor pasir laut kali ini sebagai respons balik atas kesediaan Singapura menyerahkan (sebagian) pengelolaan ruang udara (Flight Information Region) di atas Kepulauan Riau dan Natuna yang disepakati dalam pertemuan Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Bintan, Januari 2022 lalu?

Atau sebagai balasan atas kesediaan Singapura menanamkan investasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara? Terkait hal ini, perlu diketahui sejak mundurnya Softbank (Jepang) selaku investor utama IKN, pemerintah "kelabakan" mencari investor.

Bahkan setelah berbagai diskon dan kemudahan diberikan, termasuk izin pakai lahan hingga 160 tahun yang dinilai sebagian kalangan menyalahi UU Agraria, belum ada investor kakap yang melakukan groundbreaking.

Izin ekspor pasir laut dikeluarkan oleh Jokowi sebelum ia pergi ke Singapura untuk menawarkan paket investasi dengan segala macam kemudahannya seperti insentif fiskal, tax holiday, super deduction tax hingga tarif bea impor rendah.

Tentu jika melihat hal-hal tadi, dikeluarkannya kebijakan ekspor laut bukanlah suatu kebetulan belaka.

Terlepas dari kemungkinan adanya motivasi tadi, satu hal yang sudah pasti adalah ekspor pasir laut ke Singapura berpotensi mengurangi luas wilayah Indonesia, terutama selat Malaka yang sangat strategis sebab menjadi jalur pelayaran internasional.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Urbanisasi, Lebaran, dan 'Bertahan' di Jakarta

Urbanisasi, Lebaran, dan "Bertahan" di Jakarta

Kata Netizen
Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Proses Baru Karantina di Indonesia, Apa Dampaknya?

Kata Netizen
Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Tren Vlogger Kuliner, antara Viralitas dan Etis

Kata Netizen
Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kebijakan Tarif Trump dan Tantangan ke Depan bagi Indonesia

Kata Netizen
Film 'Jumbo' yang Hangat yang Menghibur

Film "Jumbo" yang Hangat yang Menghibur

Kata Netizen
Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Perang Dagang, Amerika Serikat Menantang Seluruh Dunia

Kata Netizen
Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Apa Kaitan antara Penderita Diabetes dan Buah Mangga?

Kata Netizen
Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Tiba-tiba Emas Ramai Dibeli, Ada Apa Ini?

Kata Netizen
Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kembalinya Fitrah Guru Mengajar Setelah Ramadan

Kata Netizen
Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Titiek Puspa dan Karyanya Tak Lekang Waktu

Kata Netizen
'Selain Donatur Dilarang Mengatur', untuk Siapa Pernyataan Ini?

"Selain Donatur Dilarang Mengatur", untuk Siapa Pernyataan Ini?

Kata Netizen
Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang 'Tidak'?

Kenapa Mesti Belajar Menolak dan Bilang "Tidak"?

Kata Netizen
'Fatherless' bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

"Fatherless" bagi Anak Laki-laki dan Perempuan

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau