Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Ketika pemimpin memiliki pemahaman yang mendalam tentang ilmu politik, mereka dapat memahami sistem politik, struktur kekuasaan, dan mekanisme pengambilan keputusan.
Dalam konteks pemahaman mengenai kondisi sosial, budaya, dan nilai-nilai yang membentuk masyarakat, pemahaman di bidang sosiologi dan antropologi sangatlah penting dimiliki oleh para calon pemimpin.
Artinya, ilmu-ilmu ini akan sangat membantu pemimpin dalam memahami dinamika sosial, keragaman budaya, dan interaksi sosial yang dapat memengaruhi kebijakan serta pengambilan keputusan,
Di samping itu, sebagai pemimpin juga mesti memahami sejarah perjalanan bangsa, sebab ia akan bisa melihat pola-pola historis, belajar dari kesalahan masa lalu, dan menerapkan kebijakan yang sesuai dengan konteks sejarah.
Semangat seperti itu sesuai dengan harapan Bung Karno, bahwa pendidikan memiliki peran penting dalam membangun sifat integrasi pengetahuan. Sifat integrasi ini tidak bersifat sektoral, yang berarti pendidikan tidak boleh mengabaikan aspek-aspek lain yang relevan.
Pendidikan memang memiliki hubungan erat dengan berbagai jenis kecerdasan, seperti Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Transcendental Quotient (TQ) atau kecerdasan spiritual.
Oleh sebab itu indikator kecerdasan bukan hanya sebatas pengetahuan yang dimiliki seseorang, melainkan juga meliputi kemampuan empati dan pemahaman yang mendalam terhadap aspek-aspek manusia yang lebih dalam.
Meski di era teknologi yang semakin canggih seperti sekarang ada teknologi kecerdasan buatan seperti Google dan AI yang memiliki kemampuan untuk menyimpan dan mengakses informasi, akan tetapi apakah kecerdasan buatan ini mampu menyentuh aspek-aspek terdalam dari diri manusia?
"Menurut saya, pendidikan kita ini tidak punya penghayatan, tidak punya satu kekuatan untuk orang menemukan hakekat dirinya sebagai seorang anak didik," ujar A. M. Safwan.
Sementara itu, Nurlaiha Ibrahim, Dosen dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ambon berpendapat pendidikan juga mencakup membimbing, melatih, memberi contoh, mengasihi, menjaga, menumbuhkembangkan, dan juga menyucikan.
"Pendidikan tak hanya tentang mengajar (transfer ilmu), namun juga tentang membimbing, melatih, memberi contoh, mengasihi, menjaga, menumbuhkembangkan, serta mensucikan," kata Nur.
Itulah sebabnya, lanjut Nur, pendidikan yang mampu menyentuh aspek kedalaman diri manusia, seperti jiwa, hati, dan akal, akan memiliki dampak yang lebih signifikan dalam mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan ego, memunculkan kesadaran, serta menumbuhkan tanggung jawab terhadap kehidupan.
Dan sebaliknya, pendidikan yang hanya berfokus pada aspek intelektual semata dan mengabaikan pengembangan aspek lain, seperti aspek spiritual, sosial, dan budaya akan cenderung menghasilkan manusia sebagai alat produksi atau alat pekerja tanpa memiliki empati.
Hal inilah yang menjadi salah satu masalah terbesar yang perlu kita hadapi saat ini.
Di samping itu, banyak perguruan tinggi saat ini seringkali terkesan seperti perusahaan pencetak tenaga kerja dibandingkan menjadi lembaga pendidikan yang mendorong kreativitas.